Sunday, May 16, 2010

Selepas Percakapan Kita Kemarin Malam


Percakapan kita semalam kenapa masih meninggalkan jejak sesak pagi ini
Rasa kecewa itu mendadak saja merayapi dadaku, saat kau bercerita, Ia
Entah kenapa, aku tidak tahu
Sikapmu...
Bisa-bisanya seperti itu
Kepada perempuan itu, yang memanggilmu "ayah"
Sekarang bagaimana? Jika "anakmu" itu yang sudah dimiliki lelaki, tapi butuh dirimu juga yang katanya "ayahnya"

Hye "ayah!"
"Anakmu" tidak bahagia dengan laki-laki itu
Dia hanya butuh "ayah" bahkan dia tidak butuh "Ibu", kan?
Lalu kenapa sekarang kau bilang takut menjumpainya, "anakmu" sendiri bukan?

Kenapa dulu kau biarkan ia memelukmu
Mencari nyaman dalam belaianmu
Kemudian tahun-tahun berlalu
Tanpa kau sadari ia pupuk nyaman itu

Sekarang saat ia berlari memelukmu dan berteriak memanggilmu "Ayah," kau justru rasa resah, gelagapan, kau bilang itu kan,
Sebab kau sudah tahu wangi dan rasa perempuan
Dan sekarang sudah ada "Ibu"
Karena itu kan pelukan ayah-anak tak bisa semesra masa-masa terdahulu

"Anakmu" teluka kan
Bersama lelakinya, ia cakap tidak bahagia
Mana "ayah" nya yang dulu
Ia mencarimu, kenapa baru kau ucap takut sekarang
Kau, sedari dulu membiarkan ia menjaga rasanya kepadamu
Dalam pelukanmu, nyaman yang ia rasa saat lenganmu merengkuhnya
Mungkin kau tidak tahu, mungkin kau tidak kira
Kau kira perempuan tidak mungkin menjaga rasa begitu lama
Kenapa baru kali ini aku merasa kau begitu bodoh, Ia
Yang aku kira selama ini kau begitu mengerti rasa wanita


Malam itu, selepas pembicaraan kita
Kecewa mendadak merayap ke dalam dadaku
Kenapa, Ia?

No comments:

Post a Comment