Sunday, May 16, 2010

Diam

Diamlah!
aku benci airmata, benci menangis malam-malam.
terngiang sampai alam mimpi, gemetar hingga dalam hati.
kata-kata kami menjelma batu.
kaku, pilu, beku.
bahkan diam pun tak menjadikannya isyarat.

Kau benar, Ia. kata-kata memang jembatan tapi tak mengantar ke tujuan.
mulut kami gagu. mendadak bisu.
inikah dosa?
sebab kami berhenti berkata-kata.
lalu kita bertengkar pada kata-kata yang diam.
berkelahi, menyalahi, saling mengutuki.
Letih tubuh ini bersandar pada kasur yang tiap-tiap malam mengantar aku pada mimpi-mimpi dulu,
kisahmu, dan membawa tangisku.

Aku begitu lelah.
tak ada lagi nyanyian-nyanyian yang kusenandungkan kala gerimis datang.
yang dalam gemuruh petir aku mengenang segala kisah.
tentang aku, dirimu, ia dan ia yang lainnya.
tak ada lagi aku bermanja-manja pada sastra.
mengukir-ukir kenangan dan menjadikannya abadi dalam kisah-kisah sedih.
aku menangis sepuas-puasnya, buakn karena hidup ini indah.
sebab aku adalah derita dan engkau adalah cerita.
cerita yang mengantar tidurku pada tangis dan dosa.

mengapa kau mendadak jengkel sendiri malam ini?
sebab dosa mungkin gagal terencana?
dosa kita.
yang perlahan mengirimku pada kesepian.
dan kesepian itu kini menjelma istana.
istana yang bukan menjadi surga buat kita.

Yakin kah aku padamu?



Oct.25.2oo9

No comments:

Post a Comment