Wednesday, February 24, 2016

The Kite Runner

The Kite Runner is my first read of the year 2016. I just finished it a couple hours this afternoon before writing this article. Mulanya saya melihat di sebuah website yang saya lupa namanya bahwa buku ini ada dalam daftar 25 buku yang harus dibaca sebelum mati. Lalu saya ingat sang suami sepertinya punya buku ini. Ngubek-ngubek rak buku dan benar saja buku ini nangkring masih mulus dan sedikit berdebu. Suami saya sendiri bilang belum pernah membacanya, padahal di dalam buku ada tandatangannya dan tercatat tahun 2005. Saya mulai membacanya di awal Januari dan ya seperti di awal tadi saya katakan Februari ini baru saja saya menyelesaikan membacanya. Sebulan lebih, itu waktu yang sangat lama bagi saya untuk menyelesaikan sebuah buku. Buku yang ceritanya bagus dan menarik buat saya biasanya paling lama 10 hari sudah kelar saya baca.

The Kite Runner buku yang bagus. Sangat bagus! Kalau kalian belum pernah membacanya, saya sarankan beli dan baca segera. Kalau ga punya uang untuk beli, pinjam atau cari PDF gratisannya lah.

Saya orang yang sangat sensitif. Melihat atau mendengar hal-hal yang di luar batas nilai kemanusiaan biasanya mudah sekali membuat saya berlinang airmata dan gak bisa tidur berhari-hari. Lebay? Iya! Tapi ini serius.  Sudah hampir 5 tahun belakangan ini saya berusaha semaksimal mungkin menghindari menonton ataupun sekedar mendengar berita tentang kriminalitas, tentang hal-hal yang menyayat-nyayat perasaan. Menonton hard news saja bisa dapat "drama". Saya bisa tiba-tiba mematikan televisi jika mendadak ada berita seperti itu. Karena sungguh, saya betul-betul gak bisa tidur dan terbayang-bayang terus tentang hal-hal tersebut jika mendengar atau melihatnya.

Hal itu juga berlaku untuk film dan buku, buat saya. Selain cerita horor, saya akan sangat menghindari untuk menonton dan membaca buku yang bikin saya ga bisa tidur. Dulu saya masih nekat menonton film-film yang bikin hati betul-betul terenyuh dan menangis. Kemudian sekitar dua tahun lalu saat film 12 Years of Slave masuk dalam nominasi oscar dan saya menonton dvd-nya, film ini bercerita tentang perbudakan di Amerika. Pada sebuah scene dimana seorang ibu (budak) ini memohon kepada calon tuannya untuk juga membeli anak laki-lakinya supaya ia bisa ikut turut bersamanya dan berjanji akan menjadi budak paling setia, tapi sang calon tuan menolaknya, tepat di situ, pada moment itu saya menangis dan sekaligus mematikan dvd-nya. Sampai sekarang saya tidak pernah lagi memutar untuk melanjutkan menonton film itu.

Hal serupa juga terjadi saat saya membaca The Kite Runner. Ada saat dimana saya pertama kali betul-betul menutup buku ini, berdiam lama, dan mengimajinasikan apa yang terjadi pada buku itu, lalu menangis dan saya merasa tidak akan sanggup untuk melanjutkan membaca ceritanya. Saya absen lebih dari dua minggu dan lebih memilih buku lain untuk dibaca. Namun ingatan saya pada kisah di halaman terakhir sebelum saya menutup buku tersebut terus memanggil-manggil, membuat saya terpaksa menantang diri saya sendiri untuk melanjutkan membaca buku ini. Walaupun resikonya adalah saya berkali-kali menangis, lagi dan lagi menutup buku itu dan berdiam lama, membayangkan yang terjadi dan berhenti lagi. Kemudian tidak bisa tidur. Terus saja begitu. Tapi semakin saya berhenti dan menutup buku itu, keinginan untuk melanjutkannya jauh lebih besar lagi.

The Kite Runner menceritakan tentang Amir dan Hassan, dua anak Afghanistan; kisah hubungan tuan dan pelayan, namun juga sahabat dan saudara. Hassan seorang pelayan yang tulus, sahabat yang baik, seseorang yang rela melakukan apa pun demi tuannya. Amir, juga menyayangi Hassan sekaligus cemburu terhadap keberanian dan kebaikannya. Sampai suatu saat, ketika Amir dihadapkan pada suatu keadaan dimana ia bisa menjadi berani dan menolong Hassan namun ia lebih memilih lari dan berkhianat.

Amir pindah ke Amerika saat perang dimulai di Afghanistan. Setelah sekian lama memulai hidup yang baru di Amerika, Amir akhirnya memutuskan untuk kembali ke Afghanistan karena sebuah surat yang dikirimkan kepadanya. Sebuah rahasia besar akhirnya terungkap. Masih ada jalan menuju kebaikan. Untuk menebus dosanya, rasa bersalahnya, dan pengkhinatannya terhadap Hassan. Beranikah Amir?

The Kite Runner ialah kisah tentang kemanusiaan. Begitu menyentuh hati dan begitu kuat.

Saya pribadi selama membaca buku ini terus menerus membayangkan bagaimana nasib anak-anak yang tinggal di daerah perang, yang harus menjalani kehidupan begitu sulit dan tumbuh tanpa melihat adanya harapan. Dunia pada kenyataannya bisa menjadi sebuah tempat yang begitu kejam, dimana orang-orang tumbuh tanpa memiliki rasa kemanusiaan. Hati saya betul-betul terenyuh dan sakit. Mungkin saja kisah Amir dan Hassan bisa dianggap menjadi sebuah cerita yang happy ending. Namun di luar itu saya masih saja berpikir, di sisi lain dunia tempat saya berbaring nyaman menuliskan hal ini, perang masih berkecamuk dan entah berapa ribu anak yang sedang mengalami kisah serupa seperti di dalam buku ini dan masih belum menemukan happy ending-nya.

Pic from here


Salemba, 7 Februari 2016




Tuesday, February 2, 2016

Semalam Hujan Jatuh Di Alun-alun Kota

Di kota itu kelak kujumpai kau mengumpulkan gerimis sisa semalam


Semalam hujan jatuh dialun-alun kota
Dan wajahku tengadah pada purnama
Cahaya...
Aku tak punya gambar tentang kau yang berjalan menujuku
Atau tentang kita yang bercengkrama
Atau tentang jemari yang digenggam dan kupandang
kau tersenyum

Aku tak punya gambar tentang kau yang pergi
Tentang kau yang memilih dia di kota ini
Tapi semalam hujan turun di alun-alun kota
Dan rintiknya jatuh di wajahku yang tengadah

Larut menghapus duka



Salemba,1 Februari 2016

Kekasih Lain Kota

"Kamu baik-baik saja?
Semalam aku mimpi kamu mati."



Salemba, 1 Februari 2016