Showing posts with label Rinai Pribadi. Show all posts
Showing posts with label Rinai Pribadi. Show all posts

Sunday, February 3, 2019

One Day Tour: Stratford upon-Avon, Stow On the Wold, Oxford

September, 2017


Perjalanan dari London ke Oxford diiringi hujan sepanjang jalan. Hening mendominasi suasana di dalam mobil yang membawa kami ke sana. Sesekali saja sang tour guide berbicara tanpa ada yang menanggapi. Saya sibuk memandang ke luar jendela menikmati hamparan padang datar yang luas khas countryside Inggris dan juga hutan penuh pohon birkin yang daunnya mulai memberi warna khas musim gugur.

Pemberhentian pertama kami di Stratford upon-Avond, sebuah kota kecil yang cantik tempat kelahiran penyair terkenal William Shakespeare. Kami mengunjungi The Shakespeare Center, semacam museum tempat menyimpan banyak koleksi dari kehidupan Shakespeare di masa dulu. Kemudian kami memasuki rumah yang dipercayai sebagai rumah tempat kelahiran Shakespeare. Kalian bisa melihat berbagai  barang di dalam rumah tersebut masih terawat dengan baik, tempat tidur dimana Shakespeare dilahirkan pun masih berada di sana. Penampakan rumah ini khas sekali bangunan Inggris di masa lalu, dengan taman yang cantik di sekelilingnya. Di bagian belakang terdapat toko suvenir, menjual berbagai barang yang berhubungan dengan Shakespeare. Perjalanan dilanjutkan menuju Anne Hathaway's Cottage, yang merupakan rumah masa kecil dari istri William Shakespeare. Sayangnya kami hanya diberi waktu 5 menit untuk turun dan mengambil foto. Saya kira kami akan mampir juga di Trinity Church, gereja yang terdapat makam Shakespeare, namun ternyata tidak. Dan gerimis mulai turun kembali saat kami melanjutkan perjalanan menuju Costwold.

Rumah tempat kelahiran William Shakespeare.

Hujan semakin deras ketika kami berhenti di Stow-on-the-Wold, Costwold, untuk makan siang. Costwold sendiri merupakan salah satu daerah di dekat Oxford yang memiliki banyak sekali desa kecil yang cantik. Bahkan karena keindahannya, oleh pemerintah Inggris wilayah ini dijuluki  sebagai "Area of Outstanding Natural Beauty". Kami hanya diberikan waktu satu jam oleh sang tour guide untuk berada di sini, jadi saya langsung menuju sebuah cafe kecil di sana untuk makan siang sekaligus berteduh. Setangkup chicken sandwich dan segelas minuman hangat cukup untuk mengganjal perut. Hujan mulai reda ketika saya selesai makan. Masih ada waktu sekitar 30 menit sebelum perjalanan menuju Oxford dilanjutkan, jadi saya putuskan mengelilingi wilayah sekitar. Rumah-rumah dari batu berwarna kekuningan mendominasi bangunan-bangunan di sini. Rasanya seperti berjalan di dalam buku dongeng. Indah sekali. 

Kalau suatu saat nanti ada kesempatan lagi untuk datang ke Inggris saya pasti akan mengambil tour khusus di daerah Costwold untuk mengunjungi berbagai desa tercantik di Inggris Raya ini.

Deretan toko suvenir di Stow-on-the-Wold

Perjalanan menuju Oxford berlanjut dan hujan turun kembali. Kami tiba di Oxford sekitar pukul dua siang, masih gerimis, namun tak menghentikan walking tour kami ke Christ Church College, Bridge of Sighs, Boudlain Library, dan Divinity School. Sayangnya, kami tidak masuk ke dalam Christ Church College yang terkenal sebagai lokasi syuting film Harry Potter. Jadi keinginan saya melihat Great Hall Hogwarts dan tangga dimana Harry pertama kali bertemu dengan Prof. McGonagall tidak bisa tercapai. Sebagai Potterhead tentu saja saya kecewa. Namun kekecewaan itu lumayan terbayar ketika kami memasuki Divinity School. Tempat ini juga merupakan salah satu lokasi syuting film Harry Potter yang digunakan sebagai kelas dansa bersama Prof. McGonagall dan juga ruangan rumah sakit di Hogwarts, tempat Harry dirawat setelah bertarung pertama kalinya dengan Voldermort.

Meski hanya beberapa jam menghabiskan waktu di Oxford tapi kota ini jelas membuat saya jatuh cinta terutama dengan suasana dan bangunan-bangunan tuanya. Universitas Oxford di sini juga merupakan universitas tertua di Inggris dan menjadi almamater bagi banyak tokoh ternama dunia. Tanggal berdiri universitas ini tidak pernah diketahui secara pasti namun diperkirakan kegiatan belajar-mengajar di Oxford telah dimulai sejak tahun 1096. Tidak cukup sehari mengelilingi kota ini, mungkin menghabiskan dua malam di sini akan terasa lebih sempurna. Sayangnya waktu kunjungan saya kali ini tidak banyak. But it means there's a "I'll see you again" for Oxford.


Kenal ruangan ini? Yup! Tempat Ron Weasley belajar dansa dengan Prof. McGonagall.

Untuk tour yang saya ikuti ini adalah dari www.internationalfriends.co.uk. Kalau dinilai skala 1-10, nilai saya untuk tour ini hanya 5. Karena apa? Harganya cukup mahal untuk one day tour, saya membayar GBP 278 untuk dua orang. Kami tidak mendapat makan siang, sang tour guide juga tidak cukup attractive menurut saya pribadi, dan di beberapa tempat kami sangat diburu-buru. Kemudian kami juga tidak berhenti di Bourton on the Water (saya kira ini dikarenakan hujan saat itu), dan banyak tempat di Universitas Oxford yang hanya kami lewati dari luarnya saja.

Keputusan saat itu untuk mengambil tour ini adalah dikarenakan layanan mereka yang mempunyai meeting point di depan British Museum, yang mana lokasinya tidak jauh dari penginapan kami dan akan mengantar kami kembali ke London. Jadi kami tidak perlu repot lagi mencari transport ke- dan dari Oxford. Padahal salah satu tujuan utama kami ingin ke Oxford adalah untuk mengunjungi lokasi-lokasi syuting film Harry Potter dan tour ini rasanya memang tidak tepat.

Kalau kamu Potterhead dan punya tujuan yang serupa dengan kami, banyak sekali tour di Oxford yang menyediakan walking tour khusus Harry Potter. Salah satu yang jadi pertimbangan saat itu adalah www.experienceoxfordshire.org. Kalian bisa mengambil ""Harry Potter and Alice In Wonderland Official Oxford Tour" di sana, dengan harga yang jauh lebih murah, hanya GBP 25 per orang. Hanya saja tour ini tidak berlangsung setiap hari, dan hanya berdurasi 2 jam, meeting point pun berada di Oxford langsung, yang artinya jika kamu datang dari London, kamu harus cari sendiri transportasi untuk ke sana.


Friday, January 11, 2019

Berkaca Dari Perjalanan


Apa yang paling mengesankan dari setiap perjalanan? Banyak tentunya. Apalagi kalau kamu berkunjung ke negara lain yang lebih maju daripada negara tempat kamu tinggal. Banyak hal yang bikin kagum, banyak hal yang bikin takjub.

Dari perjalanan ke London, Melbourne, dan Sydney, banyak hal yang bikin saya merasa malu jadi orang Indonesia karena ngerasa, duh, ini negara ketinggalan banget deh. Kapan majunya? Kaya saat passport gak bisa di-scan di bandara Sydney, berdiri stuck hampir 20 menit di line imigrasi, diliatin orang-orang cuma gara-gara kertas passport yang udah tahun 2018 masih aja harus di-input manual karena gak bisa kebaca di mesin scanner. Tapi gak sedikit pula alasan yang membuat saya bersyukur jadi orang Indonesia. Saat menggigil kedinginan di London, rasanya udah mau mati, saya kangen banget ada di Jakarta yang mataharinya tiap hari muncul. Untuk makanan Indonesia yang enak-enak dan murah meriah, sementara makanan di sana udah hambar, mahal pula. Ya begitulah hubungan sama negeri sendiri, benci, benci, benci, tapi rindu.

Dari perjalanan di tiga kota besar ini yang membuat saya paling terkesan adalah soal sistem transportasinya yang canggih, serba teratur, bersih, dan tepat waktu. Selain itu apalagi? Banyak! Udaranya yang bersih, minim polusi, trotoar lebar untuk pejalan kaki yang gak perlu rebutan sama motor atau tukang jualan, banyak taman kota yang luas, museum yang bagus-bagus, infrastruktur yang baik, gak ada macet, gak ada motor yang seliweran sembarangan dengan klakson yang berisik. Yang paling utama soal kesadaran masyarakatnya yang tinggi untuk tertib dan disiplin.

Salah satu taman kota di Melbourne yang luas, bersih, gak ada pedangang kaki lima 😛


Menjadi negara maju itu bukan sekedar menyediakan fasilitas canggih luar biasa dan yang paling terdepan. Bukan cuma soal pemerintahan yang baik dan gak korup. Menjadi negara maju juga perlu mentalitas kuat serta kesadaran tinggi dari masyarakatnya untuk mau tertib, disiplin, mandiri. Sebaik apa pun pemerintahan, sehebat apa pun fasilitas yang diberikan, semua akan sia-sia kalau masyarakat yang hidup di dalamnya minim kepedulian dan kesadaran untuk menjaganya bersama-sama.

Tapi perjalanan ke luar negeri, mengunjungi negara-negara yang lebih maju juga tak sepatutnya dijadikan ajang sibuk mencaci-maki negeri sendiri hanya karena terpukau atas kehebatan negara lain. Karena kadang kita hanya terlalu sibuk menertawakan kekurangan tanpa tahu bagaimana menjadikannya lebih baik. Sibuk mengkritisi tapi tak mengambil peran nyata dalam memperbaikinya.

Perjalanan kerap kali membuat saya berkaca diri, apa yang perlu saya lakukan setidaknya yang dapat dimulai dari diri sendiri. Hal terkecil yang bisa kita lakukan untuk menjadikan tempat kita tinggal terasa lebih baik. Sederhananya saja, gak buang sampah sembarangan, tertib antri, gak merusak fasilitas umum, dll.

Perjalanan itu selayaknya memang membuka mata dan pikiran kita untuk lebih luas lagi memandang dan mampu berpikir lebih bijaksana.


Oxford Street, London, trotoar luas hanya untuk para pejalan kaki. 😊





Thursday, January 3, 2019

Cerita Dari Para Homeless

London, September 2017

Sore itu saya baru saja keluar dari stasiun Tottenham Court Road, hendak balik ke hotel kami di Dean Street. Di tengah keramaian orang di sekitar Oxford Street seorang perempuan paruh baya, berkerudung hitam, dari wajahnya saya tebak sepertinya dari Timur Tengah, menghampiri saya. "Assalamualaikum, Sister... Can you buy me a food, please?", katanya. Saya menggeleng dan berkata, "No, sorry." sambil terus berjalan. Tidak sampai semenit saya jalan rasa bersalah menghinggapi diri. Saya ingat saat itu saya bilang ke Ena, "Yaaah, itu ibu-ibu tadi padahal cuma minta dibeliin makanan." Rasa bersalah itu tak kunjung hilang hingga saya tiba di hotel.

Malamnya Ena nonton Harry Potter and the Cursed Child, saya karena gak kedapetan tiket jadi kelilingan sendiri di Oxford Street, kemudian malah berakhir dengan belanja di Primark. Keluar dari Primark saya masih celingukan di sekitar Oxford Street karena mikir mungkin ibu-ibu tadi masih ada di sekitar sini. Tapi gak ketemu lagi. Semalaman itu gak tau kenapa saya ingat ibu-ibu itu terus.

Sampai di Jakarta cerita tadi saya kisahkan ke suami. Dia suruh saya sedekah di Jakarta aja sebagai pengganti rasa bersalah tadi. Jadi waktu itu saya niatkan masak sendiri, bikin nasi kotakan untuk dibagiin ke pengemis di sekitar wilayah dekat rumah. Apa rasa bersalahnya hilang? Ternyata tetap enggak. Bayangan atas kesombongan saya saat di London itu masih terus ada.



Cerita tadi memang kesannya biasa saja. Menolak memberikan uang ke pengemis kan di Jakarta juga sering, tapi entah kenapa peristiwa di London itu begitu membekas. Saya seperti ditampar entah oleh apa. Wajah ibu itu, apa yang ia ucapkan, lalu bagaimana cara saya menolaknya, semua detailnya masih jelas sekali saya ingat. Seperti ada hantu yang terus gentayangan di dalam pikiran dan membisikan betapa sombongnya diri ini.

Bagaimana tidak sombong, Allah kasih saya rejeki yang berlimpah sekali di tahun 2017 itu. Keinginan saya yang sudah bertahun-tahun untuk menginjakkan kaki di London dikabulkan, Visa UK yang sudah sempat ditolak ternyata diberikan kemudahan lagi untuk mendapatkannya. Tapi ketika ada orang lain minta sedikit saja rejeki dari saya, mudah banget saya tolak mentah-mentah.

Sudah setahun lewat sejak perjalanan di London saat itu, tapi peristiwa tersebut masih lekat dalam ingatan.

No one has ever become poor by giving

Sydney, Desember 2018

Sore itu juga sama. Saya dalam perjalanan balik menuju hotel. Sydney hujan badai, angin kencang sekali, sampai payung saya berubah jadi mangkok berkali-kali. Jarak dari stasiun King Cross menuju hotel tempat saya tinggal berjarak kurang lebih 1 km, dan saya harus jalan kaki ke sana. Jalanan gak ramai, semua orang berjalan cepat-cepat menghindari hujan angin yang kencang. Dari kejauhan saya lihat seorang perempuan duduk di depan toko. Mendekap dirinya, kehujanan, tanpa payung, bahkan tanpa mengenakan jaket. Seketika saya bertanya sendiri dalam hati, "itu pengemis bukan sih?" karena pakaiannya bersih dan cukup bagus, dan tak ada barang-barang di sekitarnya seperti kebanyakan pengemis lain yang saya temui di jalanan. Namun saat itu juga bayangan perempuan pengemis di London tahun lalu tiba-tiba muncul lagi di kepala saya. Saya yang juga kebasahan saat itu cuma mikir satu hal, jangan sampai kejadian seperti di London terjadi lagi.

Ketika jarak semakin dekat, perempuan ini sudah menatap ke arah saya. "Give me just ten cents, please!" katanya.

Alhamdulillah, penyesalan yang sama tidak lagi hinggap hingga saya menulis cerita ini.

Melbourne, The Most Liveable City in the World.

Apa yang mau saya sampaikan sebetulnya dari cerita ini adalah kita manusia kerap merasa ketakutan kekurangan rejeki, hingga mau berbagi pun rasanya berat sekali. Padahal rejeki sudah dijamin oleh Allah. Kenapa begitu sombong saat memiliki sesuatu? Padahal apa sih yang kita punya sebetulnya?

Kisah dalam perjalanan saya di atas tadi betul-betul menjadi ingatan yang lekat sekaligus pelajaran yang membuat saya belajar untuk terus bersyukur atas apa yang saya punya, sedikit apa pun itu dan kesadaran untuk selalu mau berbagi rejeki dengan orang lain.

Ada dua hadist yang sampai sekarang akan selalu saya ingat. Dikatakan... "Bersedekahlah, supaya engkau diselamatkan dari api neraka, walaupun hanya dengan sebutir kurma." Dan, "tidak akan pernah berkurang harta yang disedekahkan kecuali ia bertambah, bertambah, bertambah."

Kadang kita memang perlu melihat ke bawah untuk terus bisa merasa bersyukur. 

Banyak cerita dari London dan Australia yang belum saya sempat tuliskan di sini, sebagiannya mungkin bahkan saya sudah lupa. Tapi cerita ini adalah kisah pertama dari dua perjalanan saya terakhir yang ingin saya bagikan di sini, sebagai pengingat bagi diri saya sendiri, semoga juga bagi orang lain yang membacanya.

Berbuat baiklah. Niscaya kebaikan itu akan berbalik kepada kita.


PS: Ini sedikit kesan saya melihat para homeless di London, Melbourne dan Sydney. Meskipun  di negara maju, jumlah homeless di sana ternyata juga lumayan banyak. Tapi satu hal yang bikin saya kagum, banyak banget homeless yang saya temui selama diperjalanan, meski tidur di jalanan, meski ga punya rumah, mereka tetap baca buku. Buku dan anjing, dua hal itu yang  banyak saya lihat tetap mereka punyai meski berada di jalanan.


Jakarta, 3 Januari 2019
"Selamat Tahun Baru"

















Friday, March 16, 2018

Trip To London: Visa UK Ditolak

Hellaaaawwww....

Iyaa, ini emang udah kelewat lama sejak trip ke London akhir September 2017 lalu. Tapi better late than never, kan ya? Setelah blog ini dianggurin sampe jamuran, kali ini aku mau sharing tentang pengalaman visa UK yang sempat ditolak.

Jadi, setelah dapat tiket murah meriah untuk ke London dari Garuda Travel Fair, aku sama Ena udah excited banget karena mimpi kami menjejakkan kaki di Inggris rasanya gak lama lagi terwujud. Akomodasi, itinerary dan segala printilan lain untuk ke sana udah disiapin dari bulan-bulan sebelumnya. Tinggal nabung yang masih kudu jor-joran dan proses bikin visanya. 

Ena apply visa UK sekitar 3 minggu lebih dulu daripada aku yang saat itu masih riweh karena suami diopname karena DBD. Setelah isi aplikasi online untuk visa UK (syarat dan cara pengisian form Visa UK bisa dibaca di sini), tanggal 17 July 2017 pagi sesuai appointment aku datang ke VFS di Kuningan City untuk melakukan interview dan pengambilan sidik jari. Kebetulan di hari yang sama, sore harinya Ena juga mau ngambil hasil visa UK dia yang ternyata udah keluar.

Jam 4 sore, ada Whatsapp masuk dari Ena. Bunyinya, "Visa gue ditolak, Da." 😭

Drama dan huru-hara tentu saja terjadi tapi gak perlu lah ya ditulisin di sini. Kepanjangaaaan...! Intinya adalah, visa UK Ena ditolak karena rekening tabungan yang dikasih gak bisa menunjukan bukti pemasukan dari gaji dia dan ada lonjakan saldo yang tinggi dan dicurigain itu bukan uang dia yang sebenarnya. (Ribet yeee, duit dikit salah duit kebanyakan juga salah 😛)

Baiklah... jadi ya emang ada salahnya juga sih karena ternyata si Ena gak ngasihin print rekening tabungan payroll dia yang mana bisa nunjukin kalau tiap bulan dia terima uang gaji. Dia cuma kasih print rekening tabungannya yang khusus dipake nabungin uang untuk jalan-jalan. Dan soal lonjakan saldo sebetulnya adalah uang THR dia pas lebaran yang begitu masuk di rekening payroll dia transfer langsung semuanya ke tabungan jalan-jalannya.

Saat itu gue ikut deg-degan juga. Mikirnya, kalau nanti gue dapet visa ya masa gue jalan-jalan sendiri. Nanya sana-sini soal aplikasi visa UK yang ditolak, browsing di internet juga minim banget informasinya. Untungnya yaa, ada Kakak Kenny - Kartu Pos (IG: @kartuposinsta) yang baik banget ditanyain soal info ini itu. Dari dia lah akhirnya kami tau kalau visa UK ditolak maka applicant boleh meng-apply visa lagi tanpa perlu menunggu jeda waktu tertentu. 

Jadi diputuskan lah bawa Ena akan apply ulang visa UK (dan tentunya bayar ulang pulaaak...). Semua dokumen disiapin lagi selengkap-lengkapnya. Dia sampe bikin surat keterangan untuk dilampirin yang memberikan keterangan soal apa itu THR. 😁

Seminggu kemudian...

Aku dapat notifikasi lewat email dari VFS bahwa visa UK-nya udah bisa diambil. Dua hari kemudian aku datang. Sepanjang nunggu nomor antrian dipanggil dada ini dag dig dug melulu. Karena sudah tau bahwa visa yang ditolak pasti di dalam plastik pembungkus passport kita bakalan ada surat pemberitahuannya, maka hal yang aku lakukan pertama kali saat menerima amplop tersebut adalah menggesek plastik dokumennya untuk merasai ada kertas gak di dalamnya. Dan apa coba???

Iyaaak... Ada dong kertasnya. Gue rasanya saat itu kok ya nelangsa tapi pasrah. Haha...! Gak kaget lagi sih karena udah dengar kabar visa UK Ena yang ditolak juga. Jadi gue berpikir sama, yaudah gue bakal apply aja lagi.

Setelah terima amplopnya, walaupun udah tau ada kertas di dalamnya, untuk memastikan lagi, aku masuk ke toilet dan duduk di dalamnya cuma untuk buka itu amplop. (Kan malu yak masa buka amplopnya di dalem VFS terus ntar orang-orang liat dong kalo visa gue ditolak). Abis baca surat penolakan visanya aku kirim Whatsapp ke Ena, "Visa gue juga ditolak dong." 😭😭😭

(Anak kembar nasibnya gini amat yaa, serupa.)

Alasan penolakannya kali ini beda, lebih beragam. Mungkin karena aku nulis pekerjaan di form aplikasi sebagai freelancer. Mulai dari yang bilang pemasukan yang gak jelas tiap bulannya, gak ada bukti bahwa sudah pernah melakukan perjalanan ke luar negeri sebelumnya (ini salah gue sih lupa kasih fotokopi isi passport lama), gak mencantumkan bukti pendapatan suami (padahal laki gue kan gak ikut perginya), sampe di state katanya biaya trip ini semacem lebih besar pasak daripada tiang, so deze gak satisfied. (Elaaaah... aku kudu piye supaya kamu satisfied, Maz?)

Dari penolakan ini aku belajar sih kalo soal apply visa itu emang bukan cuma perkara banyaknya duit di rekening. Tapi juga soal kelengkapan dokumen yang meyakinkan mereka. Karena kalo mau ngomongin soal jumlah uang, di rekening aku saat itu jumlahnya jauh banget dari kata cukup (sombooong 😝). Tapi untunglah aku anaknya gigih dan gak mudah menyerah, visa ditolak <strike>dukun bertindak</strike> ya apply lagi lah!

Emang sih apply visa baru means harus bayar lagi, double pengeluaran. Tapi yawis rapopo demi mengejar mimpi. Jadi dalam waktu sekitar 2 minggu berikutnya yang aku lakukan adalah mempersiapkan semua dokumen yang dianggap perlu untuk dilampirkan demi membuat mereka yakin dan percaya. 

Dokumen tambahannya sbb: 

- fotokopi semua halaman passport lama yang ada stamp dari negara-negara yang pernah dikunjungi (ini karena emang kelupaan sebelumnya)
- surat keterangan dari beberapa perusahaan yang selama ini bekerja sama dengan aku, yang menyatakan bahwa betul aku bekerja freelance di tempat mereka dan masih akan menggunakan jasaku untuk ke depannya. (Minta di-print di atas kop surat perusahaan, ditandatangani dan dicap basah)
- print tabungan payroll suami selama 6 bulan terakhir
- tagihan kartu kredit suami selama 6 bulan terakhir
- surat keterangan dari Ena sebagai orang yang pergi bareng untuk trip ini, bahwa dia bekerja dan memiliki gaji tetap dari perusahaannya dan dia menjamin sebagian pengeluaran aku di sana.
- print rekening payroll dan tabungan jalan-jalan Ena selama 6 bulan terakhir
- print tagihan kartu kredit Ena selama 6 bulan terakhir
- foto aku bersama anak-anak dan suami (biar yakin gue punya keluarga di sini dan pasti bakalan pulang). Ini perlu gak perlu sebetulnya, tapi dari hasil baca-baca beberapa blog orang, it works.
- surat keterangan yang berisi pernyataan mengenai beberapa point: menyatakan bahwa walaupun bekerja sebagai freelancer tapi saat itu aku juga bekerja sebagai karyawan tetap di satu perusahaan riset, which means aku punya dua pemasukan sebetulnya. Lalu aku pergi dengan saudara kandungku yang punya pekerjaan tetap di Jakarta, aku punya suami dan anak yang pasti membuatku akan pulang lagi ke Indonesia.
- dan pada print rekening koran selama 6 bulan terakhir, semua pemasukan dari perusahaan-perusahaan tempat aku bekerja sebagai freelancer juga aku stabilo-in biar mereka bisa liat secara jelas jumlah uang yang masuk tiap bulan.


Ribet yak? Mayaan. Tapi untuk mewujudkan mimpi emang perlu usaha, kadang ekstra.

Well, setelah aku masukin aplikasi lagi ke VFS untuk kedua kalinya, tinggal nunggu kabar dari mereka. Kalau aplikasi visa pertama less than a week aku udah bisa terima hasilnya (yhaa, walopun ditolak), yang kedua ini aku sampe senewen nungguinnya kok gak dapat-dapat kabar juga. Sementara tanggal keberangkatan semakin mepet. Dan Ena tentu saja sudah berhasil dapat visa UK nya. 

3 minggu kemudian...

Akhirnya masuk juga email notifikasi dari VFS, mengabarkan bahwa hasil visa UK aku udah bisa diambil. Dan tentu saja kalian udah bisa nebak kan hasilnya? 😎😎



London, I'm comiiiing....!!!






Thursday, January 28, 2016

AriReda Setia Menyanyikan Puisi

Cikini kemarin malam (27/1) riuh rendah oleh tepukan penonton yang menyaksikan konser "AriReda Menyanyikan Puisi" tepatnya di Taman Ismail Marzuki. Konser yang diselenggarakan selama dua hari itu sukses menarik ratusan penonton untuk hadir menikmati kesyahduan serta keindahan musik yang sederhana. tiket yang dijual pun ludes tak tersisa menurut kabar dari panitia.

sederhana, memang itulah kata yang tepat dalam menggambarkan musik yang dibawakan Ari Malibu dan Reda Gaudiamo. Sajak-sajak yang liris, musik yang teduh diiringi dentingan gitar, kesederhanaan itulah yang ternyata sungguh berdaya menyirih ratusan pengunjung yang memadati Teater Kecil kemarin malam. 28 buah musikalisasi puisi dibawakan dan sukses mendapatkan standing applouse dari penonton di akhir pertunjukan.

Turut hadir pula dalam konser semalam penyair Sapardi Djoko Damono --yang puisinya kerap kali dinyanyikan AriReda--, Jubing Kristianto, dan Tetangga Pak Gesang.

Audiens yang hadir di sana bukan saja dari kalangan yang seusia dengan penyanyinya, banyak wajah mudah yang turut meramaikan Teater Kecil semalam. Hal ini cukuplah membuktikan bahwa AriReda telah mampu membuat siapa saja jatuh hati.

Duet AriReda pertama kali muncul di bulan Oktober tahun 1982 di kampus UI berkat almarhum komedian Pepeng. AriReda mulai menyanyikan puisi di tahun 1987 ketika diajakoleh AGS Arya Dipayana dalam proyek Pekan Apresiasi Seni. Sejak itulah hingga kini mereka setia menyanyikan puisi. Menyajikan musik yang mampu menenangkan hati dan telinga pendengarnya, namun keriangan juga ikut serta di dalamnya.

Album musikalisasi puisi pertama mereka "Becoming Dew" lahir di tahun 2007. Judul tersebut terambil dari baris terakhir sajak Sapardi Djoko Damono, Don't Tell Me, terjemahan John H. McGlynn dari sajak "Jangan Ceritakan". Tahun 2016 ini tepat 33 tahun AriReda bersama. Konser "Menyanyikan Puisi" digelar dalam rangka peluncuran album kedua mereka yang bertajuk sama. Album tersebut diluncurkan pada November 2015, berisi sembilan buah lagu yang sajaknya berasal dari puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, Gunawan Muhammad, Toto Sudarto Bachtiar, dll. Album Menyanyikan Puisi pun menjadi salah satu album terbaik 2015 versi majalah Tempo.


duo favorite yang tak pernah berhenti mengagumkan di setiap pertunjukannya
 

Monday, August 3, 2015

Lahirnya Maryam - Part 2

"Saya Yang Melahirkan, Suster Yang Teriak-Teriak"


Sampai di unit Immanuel, RS St. Carolus saya masih harus daftar kamar dulu dan urus administrasi bla bla bla. Duh, kalau dibandingin dengan kehamilan pertama dulu, kehamilan kali ini kurang persiapan banget deh rasanya. Dulu saya sudah daftar kamar 2 mingguan sebelum saya melahirkan. Saya sudah nyiapin tas dan peralatan untuk dibawa ke RS sejak usia kandungan 7 bulan. Tapi kali ini semua serba belum. Hiks! Rasanya agak-agak kesel gimana gituuu...

Selesai dengan urusan tetek bengek itu saya langsung diantar masuk ke kamar dan ganti pakaian. Jam 1 tepat saat itu. Saat jalan menuju ruang bersalin saya lihat ada 2 ibu lain yang juga sedang menunggu saat-saat melahirkannya di kamar lain. Seorang suster melakukan pengecekan ini itu kepada saya dan seperti biasa masih aja menanyakan banyak pertanyaan tentang riwayat penyakit, data diri, dll, sementara rasa mules saya makin kuat dan makin sering. Dan suami saya belum juga datang.

Kira-kira 20 menit setelah saya masuk kamar bersalin ketuban saya pecah. Saya bilang ke suster dan pemeriksaan dalam pun dilakukan. Sudah pembukaan 7, jam 2 kurang 10 menit. Suster minta saya istirahat saja karena perkiraan melahirkannya sekitar jam 4 atau 5 pagi. Lalu saya ditinggal dan ruangan bersalin saya masih belum disiapkan peralatan apa-apa.

Tepat pukul 2 suami saya datang. Akhirnyaaa... saya lebih tenang rasanya. Di luar ruangan saya dengar teriakan-teriakan salah satu ibu, pasti dia sudah mau melahirkan. Sementara rasa mulas saya datang makin kuat. Saya pencet bel untuk memanggil suster. Satu orang suster datang ke kamar dan saya bilang bahwa rasanya saya sudah seperti mau mengejan. Saya minta dicek dalam lagi tapi suster itu bilang, "Tadi kan belum lama baru pembukaan 7, Bu. Ditahan aja dulu ngedennya. Masih dua jam-an lagi lahirannya." Suami saya bilang ke suster, "Di cek aja Sus, dulu waktu hamil pertama juga lahirannya cepet." Dan permintaan suami saya cuma dijawab suster dengan "Iya, nanti ya, Pak!"

Saya pikir ini pasti suster yang piket malam cuma sedikit sementara ada tiga ibu yang harus dilayanin, makanya agak kelabakan kali yaa. So, selama ada suami saya biarin aja deh suster-suster itu ngapain kek, meskipun begitu rasa mulas dan mau ngedennya juga semakin kuat. Saya cuma berusaha tenang dan mengatur napas. Mempraktikan hypnobirthing yang sudah saya pelajari dan tetap tenang, meski tangan suami saya remes-remes, hehe...

Empat sampai lima kali rasa mulas terus saja datang semakin kuat lalu saya merasakan dorongan yang amat kuat, otomatis saya memencet bel lagi tanpa henti untuk memanggil suster. Seorang suster datang tergopoh, kemudian saya bilang saya sudah mau ngeden sekali, dia menyibak kain selimut saya, wajah suster tersebut belum sempat melihat ke arah vagina saya, tapi suami saya lebih dulu bilang, "Sus, itu kepalanya udah keliatan!"

Dengan suara yang panik suster tsb langsung bilang, "Bu, angkat kakinya! Ngeden!" Dan dia lanjut teriak-teriak manggil temannya "ikaaa... ikaaa..." dan sambil kerepotan nyiapin peralatan. Di saat yang bersamaan saya mengangkat kaki saya tapi belum ngeden karena jujur saja sesaat saya malah merhatiin kepanikan susternya dan seperti lupa buat bagaimana caranya ngeden. Begitu suster yang kedua datang dan memerintahkan saya untuk ngeden lagi, barulah saya seperti keingat untuk ngeden. Daaan... belum juga nafas saya habis dalam satu dorongan, bayinya sudah meluncur keluar. :)

Saya kaget juga senang sekaligus tak mengira secepat itu bayinya keluar. Saya ga merasa kelelahan sama sekali. Begitu bayinya sedang di bersihkan dan dipotong tali pusatnya saya malah langsung ngambil hape yang tergeletak di meja sebelah tempat tidur dan foto-fotoin si adek bayinya.

Setelah diukur dan ditimbang, susternya bilang adek bayinya harus dikasih oksigen dulu sekitar 30 menit karena napasnya agak cepat. Setelah 30 menit baru bayinya diletakan di dada saya untuk IMD. IMD yang harusnya 2-3 jam kali ini hanya dilakukan 1 jam saja karena adek bayinya harus kembali dikasih oksigen lagi. Kali ini pemberian oksigen dilakukan di ruangan yang terpisah.

Tidak lama Dr. Ekarini baru datang dan melakukan pengecekan dan menjahit. Setelah selesai saya dimandikan suster dan ruangan sudah dirapihkan semuanya bayinya msh blm selesai di oksigen juga. Ketika Dr. Evelin paginya datang untuk memeriksa, dia bilang karena napas bayi saya sedikit ada masalah maka harus dilakukan pemberian oksigen seharian dan dipantau. Agak sedih sih karena saya kira saya dan adek bayi akan segera dipindah ke ruang perawatan berbarengan seperti dengan Langit dulu, tapi ternyata tidak.

Dan kali ini entah karena apa, susternya sih bilang karena lagi pembersihan kamar perawatan dan pertukaran shift, maka saya menunggu diruang bersalin hingga hampir pukul 4 sore dan baru dipindah ke kamar perawatan. Beberapa teman kantor yang datang pun menjenguk ke kamar bersalin dan gak bisa ketemu adek bayinya.





Lahirnya Maryam - Part 1

Jumat itu (27 Maret 2015) hari terakhir saya masuk kantor sebelum memulai cuti hamil hampir 4 bulan ke depan. Badan saya meriang sejak pagi, rasanya pegal-pegal dan kepengen tidur aja. Mau gak masuk tapi gak enak, masa udah hari terakhir aja sebelum liburan panjang masih kepengen gak masuk cuma karena meriang. Akhirnya saya tetap berangkat ke kantor meski rasanya lemes  banget. Kerjaan hampir ga ada lagi sebetulnya karena sudah di handover ke Mbak Riana yang bakalan replace kerjaan saya selama cuti. Karena rasa meriangnya makin kuat dari jam setengah 10 pagi saya rebahan di mushola kantor sampe sekitar satu setengah jam. Untungnya si bos juga ga nyariin saya kemana, hehe..

Abis makan siang, karena meriangnya ga ilang-ilang juga saya nekat minta paracetamol ke salah satu ob kantor. Saya minum sebutir panadol paracetamol dan saya rasa aman lah untuk ibu hamil. Abis minum obat kemudian saya sholat dan tiduran lagi di mushola. Saya kebangun udah hampir jam setengah 4 saat itu. Dalam hati, "Buset, lama juga ya gue tidur." Tapi karena emang udah gak ada lagi kerjaan yang mau dilakuin, abis sholat ashar saya balik ke meja dan ngabisin waktu dengan baca-baca websitenya bidankita.com sambil nunggu waktu pulang, jam 5. Walaupun hari terakhir saya mau pulang tenggo pokoknya.

Jam 5 lewat sedikit suami saya sudah sampai di kantor untuk jemput seperti biasa. Untung banget jalanan lancar, jam setengah enam-an saya sudah sampe rumah. Gak pake mandi, cuma ganti baju aja, saya langsung tidur selimutan sampe ke leher. Saya baru dibangunin sama suami pukul 9 malam saat dia hendak berangkat kerja, hari itu dia shift malam. Langit, anak pertama saya sudah tidur di sebelah saya ternyata. Saya cuma makan dua sendok bubur kacang ijo yang disuapin suami sebelum dia berangkat ke kantornya dan kembali tidur. Dan karena saya sakit malam itu, bibi dedeh (tante suami yang bantu ngurusin Langit sehari-hari) jadi nginep tidur di rumah.

Saya kebangun jam setengah 12 malem, mules rasanya. Tapi saya pikir paling mules biasa lah. Saya lebih ngerasa pengen pipis saat itu. Saya bangun ke kamar mandi dan balik untu tidur lagi. Gak lama saya kebangun lagi karena mules lagi. Pas saya lihat jam, ternyata hanya selang 5 menit dari mules yang pertama tadi. Gak lama mulesnya hilang lagi. Saya jadi agak was-was sendiri sebenernya karena jaraknya mulesnya deket. Tapi ragu juga karena rasa mulesnya gak terlalu kuat. Saya putusin untuk tiduran lagi, walaupun jadinya gak bisa tidur nyenyak. Lima menit kemudian rasa mulesnya datang lagi. Waduuh... saya keluar kamar dan akhirnya bangunin bibi, saya bilang saya mules.

Karena tas peralatan untuk ke rumah sakit belum disiapin, akhirnya saat itu juga bibi milihin baju dan barang-barang yang mau dibawa. Namun saya masih ragu antara mau ke rumah sakit atau nunggu besok pagi. Karena sebetulnya Sabtu esok jadwak saya ketemu dokter ekarini untuk cek up dan sekalian ambil hasil tes darah. Tas untuk ke rumah sakit niatnya juga baru mau disiapin besok pagi sebetulnya. Tapi mulesnya ini semakin sering dan durasinya semakin lama. Akhirnya jam 12an saya telpon suami, saya bilang saya mau ke rumah sakit karena kayanya akan ngelahirin malem inu juga.


Saya ke rumah sakit ditemenin Resmi dan Ean, sepupu suami, anaknya Bi Dedeh. Sementara bibi nungguin Langit di rumah. Jam setengah satu kami berangkat ke rumah sakit. Kurang dari 10 menit kami tiba. Beda dengan kehamilan yang pertama, jika dulu ketika turun dari taxi saya ditawari satpam untuk pakai kursi roda saya tolak dan nekat jalan sampai ke ruang persalinan meski ketuban sudah pecah, kali ini begitu ditawari kursi roda saya gak menolak.


Bersambung ke sini

This is Ayya - Day 1

Thursday, March 12, 2015

Hai Hello 2015

Hai...

Akhirnya saya kembali menulis di blog ini! Ini sih gara-gara teman saya, Anda yang posting tulisan terbarunya di blognya dia yang senasib dengan blog saya, mati suri. Sudah tahun 2015 yaa, sudah lewat dua setengah bulan sejak awal tahun dan saya baru kembali untuk menulis. Saya sudah gak sempat lagi menulis soal resolusi-resolusi untuk tahun baru, hidup bagi saya kini dijalani saja. Like a roller coaster, it can bring you up and down. Just enjoy the ride!

Saya sedang menunggu-nunggu kelahiran anak kedua saya yang diprediksi lahir di awal April. Hasil USG beberapa bulan lalu menyatakan jenis kelaminnya perempuan. Yeeeaaayy! Lengkap lah ya sudah sepasang. Saya akan mulai cuti tanggal 27 Maret ini. Semoga nanti segala proses persalinan dan kelahiran bayi kedua ini berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan.

Lalu, how's life? Time flies so fast, that is what i feel! Kadang saya merindukan waktu-waktu muda saya. *cailaaah, berasa tua banget yaak!* No.. No.. jelas dong saya masih muda belia dengan usia masih kepala dua, haha! Maksudnya di sini saya rindu masa dimana saya masih bisa kesana kemari dengan bebas, pergi pagi pulang pagi, ngumpul dengan teman-teman sampai malam, pacaran dengan suami tanpa perlu direcoki bayi, hihihihi! 

Sudah berapa banyak pertunjukan teater yang saya lewatkan. Berapa banyak film bagus yang sampai sekarang belum saya tonton. Berapa banyak buku yang belum dibaca. Saya sudah kurang update sama lagu-lagu paling hits jaman sekarang. Berapa banyak tempat nongkrong yang belum saya kunjungi. Perjumpaan dengan teman-teman juga semakin jarang terjadi. Malam mingguan hampir tidak pernah terjadi lagi. Nongkrong sampe pagi sambil ngobrol-ngobrol dipinggir jalan, mungkin bisa dilakukan masih empat sampai lima tahun lagi.

Buat yang baca tulisan di atas lalu berpikir "Duh, begitu banget ya jadi seorang ibu?!" saya cuma mau bilang "your life is your choice, and I've chosen my way"

Apa saya tidak menikmati waktu-waktu saya sekarang setelah menjadi ibu? Nope! I enjoy it so much! Kehadiran Langit, anak pertama saya, mengajarkan saya banyak hal, terutama dalam kesabaran dan kontrol emosi. Banyak hal lain pula yang saya jalani setiap hari dengan Langit menjadikan saya sadar betapa pentingnya kebersamaan dalam sebuah keluarga. Meski banyak hal-hal dulu yang tidak bisa saya lakukan lagi, bukan berarti kemudian hidup saya menjadi sengsara. Tidak sama sekali. Banyak hal yang digantikan dengan hal yang jauh lebih menyenangkan. Aaah, pokoknya banyak deh! Seperti setiap hari ada hal-hal baru yang jadi pelajaran yang bisa saya petik.

Pekerjaan? Status saya tetap sama seperti tahun-tahun lalu, seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Ini tahun kelima saya di perusahaan ini. Boring? Yaaah, wajar dong ya! Tapi ya dinikmati saja lah hari-hari di sini. Mungkin setelah anak kedua lahir saya akan mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan di bidang lain dan di tempat lain. But, we will see later! :D


Hidup kadang terasa lambat, di satu sisi rasanya melaju begitu cepat. Terkadang saya ingin menoleh lagi kebelakang, merasai yang telah lalu, tersenyum dan kembali berlari sambil menatap hari-hari di depan.


pic from here

Monday, December 10, 2012

Sampai Akhir Waktu


Darling don't be afraid I have loved you 
For a thousand years 
I love you for a thousand more

-Christina Perri, A Thousand Years-


Tanggal-tanggal berlari cepat di atas kalender. Merubah musim. Jarum jam berdetak cepat. Kita tergesa, kadang lupa. 

Lalu, apa yang mampu membuat aku lupa akan cinta? Akan mu?

Engkau udara yang mengisi penuh dadaku dalam tiap nafas. Dan kau darah yang mengalir dalam sukma. 

Dan, apa yang mampu membuatku lupa akan mu? 

Tak ada...

Sebab cintaku tak ada habisnya. Sebab namamu selalu dalam doaku. Selamanya
Sampai akhir waktu.


Happy 1st Wedding Anniversary, Ayank! 










Monday, August 6, 2012

Happy Birthday, Sayang!

Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
(Dalam Doaku - Sapardi Djoko Damono)



Dalam ketergesaan setiap pagi, kusempatkan menyisipkan namamu dalam doa-doa.
Meski kadang terlambat.
Dan, dalam malam-malam yang meski kadang hujan, aku menyelipkan cinta di bawah bantalmu. Agar  menelusup di telinga, lalu tak pernah kau lupa, aku mencintaimu.

Selamat ulang tahun, Sayang. Yang terbaik untukmu. :)


pic from here





Tuesday, July 17, 2012

Coin A Chance

LET'S HELPING KIDS BACK TO SCHOOL!


Yup, let's start to helping them, guys! Sejak kemarin sore saya mulai mengirimkan brodcast messanger hampir ke semua kontak di Blackberry, isinya berupa ajakan untuk mulai mengumpulkan koin demi membantu anak-anak kembali ke sekolah. Semua diawali kemarin siang ketika saya dan suami sedang main di Taman Ismail Marzuki. Secara kebetulan suami saya bertemu seorang temannya yang juga wartawan dan ia mulai bercerita tentang gerakan ini. COIN A CHANCE.

Coin A Chance, sebuah gerakan sosial untuk mengumpulkan ‘recehan’ atau uang logam yang bertumpuk dan jarang digunakan. Uang yang terkumpul akan ditukarkan dengan "sebuah kesempatan" bagi anak-anak yang kurang mampu agar mereka dapat melanjutkan sekolah lagi.

Saya langsung teringat uang recehan yang biasa saya tabung di rumah. Saya hanya mengumpulkan tapi tidak tahu nanti akan diapakan. Bahkan sebelum saya menikah dengan Gema, ia pun terbiasa mengumpulkan uang recehan di dalam kaleng, dan kami pernah membongkar dan menghitungnya. Sebagian pernah dipakai tapi sisanya masih banyak di rumah.

Saya berniat membantu mereka dengan mengumpulkan recehan. Saya yakin kalian juga bisa! Saya rasa ini bukan sesuatu hal yang baru. Hampir kita semua terbiasa memiliki dan mengumpulkan receh, ditaruh di dompet, diletakkan begitu saja di rumah, dipakai untuk kasih pengamen, atau yang lainnya. Jadi SUSAH bukanlah sebuah alasan yang masuk akal. Bahkan tanpa diminta recehan itu kadang datang kepada kita.

Caranya gimana? Gampang! Kumpulkan saja dulu koin recehan yang kalian punya. Kalian juga bisa minta recehan teman-teman kalian, atau ceritakan tentang ini kepada orang lain dan mulai kumpulkan. Pihak dari Coin A Chance secara regular akan mengadakan pertemuan yang disebut Coin Collecting Day di tempat-tempat berbeda. Di sanalah kalian dapat menyetorkan koin-koin yang sudah kalian kumpulkan.

Info mengenai tempat dimana mereka akan berkumpul akan diberitahukan melalui website dan Twitter mereka. Silahkan kunjungi websitenya di http://www.coinachace.com/ atau follow Twitternya di @coinachance dan @anggiapoe3 untuk informasi lebih banyak.

Kalau ada yang berniat mengumpulkan koin, tapi kemudian bingung atau takut nanti tidak tahu menyetorkannya kemana, saya dengan senang hati bersedia untuk menampung koin kalian dan akan menyetorkan kepada pihak Coin A Chance setiap mereka mengadakan Coin Collecing Day. So, do not hesitate to contact me.

FYI, Coin A Chance tidak hanya berada di Jakarta, tapi juga di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bali, Bogor, Bandung, Semarang, Makasar, Jogja.



Pic From here



Tuesday, July 3, 2012

Horrible

It's horrible when I lost my words and realize it's almost a month I didn't write anything in this blog. Even a poem or a story. At all.


Pic from here

Tuesday, May 29, 2012

Last Forever

I'm gonna take this moment and make it last forever. I'm gonna give my heart away and pray we'll stay together. 'Cause you're the one good reason, you're the only boy that I need. 'Cause you're more beautiful than I have ever seen. I'm gonna take this night
and make it evergreen. 
 -Evergreen-


: Our 1st Year

Aku akan masih di sini hingga puluhan tahun mendatang. Tetap merapalkan doa-doa dalam diam di setiap pagi --yang lebih sunyi dari munculnya embun di helai dedaunan--. Menyelipkannya di saku kemejamu dan meletakkan sebagian di bawah bantalmu ketika malam datang. Berharap agar semua doa yang kukirimkan akan selalu menjagamu, menjagaku, menjaga kita. Agar tak sesat.

Aku ingin terus di sini, hingga ribuan hari ke depan. Berpegang tangan, menelusur pelangi. Dan meski hujan pasti singgah di genting rumah kita tapi aku ingin menari atau berlari bersamamu di bawah rintik-rintiknya. Atau menikmatinya lewat jendela dari dalam kamar kita. Bukan mengutukinya. Sebab kita akan selalu belajar dari rintik-rintik yang jatuh itu.

Aku di sini, hari ini, mengenang malam-malam yang pernah kita singgahi. Aku mungkin tak pernah tahu bagaimana engkau mengingat kisahnya. Tapi aku tak akan pernah lupa sebuah malam dengan kerlap kerlip lampu jalanan. Matamu yang berbinar itu.  Di atas sebuah gedung dan di taman kota, ketika cinta dipertegas arti hadirnya. Kau tahu? Hanya itu --dari masa lalu-- yang terindah yang aku punya.


Aku akan selalu di sini. Mencintaimu sampai habis waktuku. Sampai akhir nafasku.
 



pic from here



























Tuesday, May 8, 2012

Kado Ulang Tahun

nanti ketika hari ulang tahunku datang lagi
aku hanya ingin dihadiahi
puisi


Jakarta, 4 Mei 2012

Pic From here

Saturday, April 14, 2012

Bisakah Kau Bayangkan?

Aku masih saja berdoa untuk puisi-puisimu yang hilang, yang selalu ingin kau kumpulkan. Memunguti jejaknya meski barangkali yang tersisa hanya remah-remah tanggal dan nama. Namun aku tahu, sebab kata ialah harta karun bagimu.

Pernahkah kau tahu betapa bangga aku melihatmu di atas panggung sana, dengan sebuah buku, yang dikerumuni kata.

Tapi bisakah sekali kau bayangkan aku? Sakit dan dilema. Begitu ingin menyimpannya, karena banggaku atasmu. Karena kata juga harta karun bagiku. Meski harus kujumpai nama-nama --yang tidak pernah ada aku di dalamnya--, meski aku harus mati dalam sakit hati, di pelukanmu.



Jakarta, 14 April, 2012

Pic fromhere

Monday, February 27, 2012

Beginilah

Aku, beginilah. Pemarah, penuh emosi, arogan, keras kepala, out of control. Melontarkan kata-kata yang melukaimu, melempar makian, juga (bisa saja) gelas ke dinding. Aku yang selalu ingin berjalan dalam garis batas, bermain aman, menjadi sempurna. Naif.

Sebagian besar orang mungkin menilai negatif. Sebagian juga mungkin iri.

Aku tidak memungkiri apa-apa. Menyerahkan saja apa pun pendapat orang terhadapku. Aku kadang bersikap acuh, masa bodo dengan kata orang, selama tingkah lakuku tidak mengusik mereka. Dan untuk hal ini, aku, kukira masih cukup waras untuk tidak membiarkan diriku dengan sengaja melukai kehidupan orang lain.

Jadi, kukatakan pada semua di luar sana, silahkan bertingkah sesuka jidatmu. Tapi jangan pernah sekali pun menyentuh hidupku, melukainya. Apalagi jika telah kukirimkan peringatan, lalu kau anggap lalu. Karena aku mampu menghajar mukamu dan meremukkan hidupmu.

Kukirimkan rasa kasihanku sebanyak-banyaknya bagi orang-orang yang memungkiri kesalahannya, merasa dirinyalah yang didzolimi, dan berpura-pura suci.

***

Aku, beginilah. Pemarah, penuh emosi, arogan, keras kepala, out of control.

Tapi aku tidak menjadi munafik.


Tuesday, February 21, 2012

Missing

pic from here


hey, you, yes you!
I missing your poems...

Friday, February 3, 2012

Bersama Gerimis

"Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis 
dan tak ada orang bertanya kenapa."
(Pada Suatu Pagi Hari - Sapardi Djoko Damono)



Aku di sini. Dengan gerimis yang mengkristal semalaman bersama angin. Kenapa segalanya menjadi rumit ketika menyangkut tentangmu. Detik jam berjalan lambat, seiring kepedihan yang mengendap. Aku cuma ingin berdua malam ini. Menyambut bunyi lonceng angin besok pagi pukul tujuh bersamamu. Namun, kamu kerap abai dengan protes-protes kecilku. Tergelak dan berlalu.

Dari balik jendela hujan tumpah di atas aspal malam ini. Mengikis perih yang merebak di udara. Aku ingin berlari saja. Merengkuh dalam basah yang penuh rindu. Menari menangis, bertopeng dalam hujan.


Jakarta, 3 Februari 2012


pic from here

Tuesday, December 27, 2011

Ajarkan Aku Bagaimana Caranya

menjadi IKHLAS!



I'm forget the link, please claim.