Thursday, January 3, 2019

Cerita Dari Para Homeless

London, September 2017

Sore itu saya baru saja keluar dari stasiun Tottenham Court Road, hendak balik ke hotel kami di Dean Street. Di tengah keramaian orang di sekitar Oxford Street seorang perempuan paruh baya, berkerudung hitam, dari wajahnya saya tebak sepertinya dari Timur Tengah, menghampiri saya. "Assalamualaikum, Sister... Can you buy me a food, please?", katanya. Saya menggeleng dan berkata, "No, sorry." sambil terus berjalan. Tidak sampai semenit saya jalan rasa bersalah menghinggapi diri. Saya ingat saat itu saya bilang ke Ena, "Yaaah, itu ibu-ibu tadi padahal cuma minta dibeliin makanan." Rasa bersalah itu tak kunjung hilang hingga saya tiba di hotel.

Malamnya Ena nonton Harry Potter and the Cursed Child, saya karena gak kedapetan tiket jadi kelilingan sendiri di Oxford Street, kemudian malah berakhir dengan belanja di Primark. Keluar dari Primark saya masih celingukan di sekitar Oxford Street karena mikir mungkin ibu-ibu tadi masih ada di sekitar sini. Tapi gak ketemu lagi. Semalaman itu gak tau kenapa saya ingat ibu-ibu itu terus.

Sampai di Jakarta cerita tadi saya kisahkan ke suami. Dia suruh saya sedekah di Jakarta aja sebagai pengganti rasa bersalah tadi. Jadi waktu itu saya niatkan masak sendiri, bikin nasi kotakan untuk dibagiin ke pengemis di sekitar wilayah dekat rumah. Apa rasa bersalahnya hilang? Ternyata tetap enggak. Bayangan atas kesombongan saya saat di London itu masih terus ada.



Cerita tadi memang kesannya biasa saja. Menolak memberikan uang ke pengemis kan di Jakarta juga sering, tapi entah kenapa peristiwa di London itu begitu membekas. Saya seperti ditampar entah oleh apa. Wajah ibu itu, apa yang ia ucapkan, lalu bagaimana cara saya menolaknya, semua detailnya masih jelas sekali saya ingat. Seperti ada hantu yang terus gentayangan di dalam pikiran dan membisikan betapa sombongnya diri ini.

Bagaimana tidak sombong, Allah kasih saya rejeki yang berlimpah sekali di tahun 2017 itu. Keinginan saya yang sudah bertahun-tahun untuk menginjakkan kaki di London dikabulkan, Visa UK yang sudah sempat ditolak ternyata diberikan kemudahan lagi untuk mendapatkannya. Tapi ketika ada orang lain minta sedikit saja rejeki dari saya, mudah banget saya tolak mentah-mentah.

Sudah setahun lewat sejak perjalanan di London saat itu, tapi peristiwa tersebut masih lekat dalam ingatan.

No one has ever become poor by giving

Sydney, Desember 2018

Sore itu juga sama. Saya dalam perjalanan balik menuju hotel. Sydney hujan badai, angin kencang sekali, sampai payung saya berubah jadi mangkok berkali-kali. Jarak dari stasiun King Cross menuju hotel tempat saya tinggal berjarak kurang lebih 1 km, dan saya harus jalan kaki ke sana. Jalanan gak ramai, semua orang berjalan cepat-cepat menghindari hujan angin yang kencang. Dari kejauhan saya lihat seorang perempuan duduk di depan toko. Mendekap dirinya, kehujanan, tanpa payung, bahkan tanpa mengenakan jaket. Seketika saya bertanya sendiri dalam hati, "itu pengemis bukan sih?" karena pakaiannya bersih dan cukup bagus, dan tak ada barang-barang di sekitarnya seperti kebanyakan pengemis lain yang saya temui di jalanan. Namun saat itu juga bayangan perempuan pengemis di London tahun lalu tiba-tiba muncul lagi di kepala saya. Saya yang juga kebasahan saat itu cuma mikir satu hal, jangan sampai kejadian seperti di London terjadi lagi.

Ketika jarak semakin dekat, perempuan ini sudah menatap ke arah saya. "Give me just ten cents, please!" katanya.

Alhamdulillah, penyesalan yang sama tidak lagi hinggap hingga saya menulis cerita ini.

Melbourne, The Most Liveable City in the World.

Apa yang mau saya sampaikan sebetulnya dari cerita ini adalah kita manusia kerap merasa ketakutan kekurangan rejeki, hingga mau berbagi pun rasanya berat sekali. Padahal rejeki sudah dijamin oleh Allah. Kenapa begitu sombong saat memiliki sesuatu? Padahal apa sih yang kita punya sebetulnya?

Kisah dalam perjalanan saya di atas tadi betul-betul menjadi ingatan yang lekat sekaligus pelajaran yang membuat saya belajar untuk terus bersyukur atas apa yang saya punya, sedikit apa pun itu dan kesadaran untuk selalu mau berbagi rejeki dengan orang lain.

Ada dua hadist yang sampai sekarang akan selalu saya ingat. Dikatakan... "Bersedekahlah, supaya engkau diselamatkan dari api neraka, walaupun hanya dengan sebutir kurma." Dan, "tidak akan pernah berkurang harta yang disedekahkan kecuali ia bertambah, bertambah, bertambah."

Kadang kita memang perlu melihat ke bawah untuk terus bisa merasa bersyukur. 

Banyak cerita dari London dan Australia yang belum saya sempat tuliskan di sini, sebagiannya mungkin bahkan saya sudah lupa. Tapi cerita ini adalah kisah pertama dari dua perjalanan saya terakhir yang ingin saya bagikan di sini, sebagai pengingat bagi diri saya sendiri, semoga juga bagi orang lain yang membacanya.

Berbuat baiklah. Niscaya kebaikan itu akan berbalik kepada kita.


PS: Ini sedikit kesan saya melihat para homeless di London, Melbourne dan Sydney. Meskipun  di negara maju, jumlah homeless di sana ternyata juga lumayan banyak. Tapi satu hal yang bikin saya kagum, banyak banget homeless yang saya temui selama diperjalanan, meski tidur di jalanan, meski ga punya rumah, mereka tetap baca buku. Buku dan anjing, dua hal itu yang  banyak saya lihat tetap mereka punyai meski berada di jalanan.


Jakarta, 3 Januari 2019
"Selamat Tahun Baru"

















2 comments:

  1. Karena sebagai warga negara Indonesia kita wajib memiliki visa untuk mengunjungi negeri kangguru ini, maka sejak tiket konser sudah dikantongi,
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    ReplyDelete
  2. Seminole Hard Rock Hotel & Casino - Mapyro
    Welcome 여주 출장마사지 to the best 계룡 출장마사지 real money casino in Palm Springs, 강원도 출장안마 located at 777 Seminole Way. This beautiful resort has an 광양 출장안마 outdoor pool, luxury spa and 부산광역 출장안마 an on-site

    ReplyDelete