Saturday, October 30, 2010

Mati Rasa

jika hujan adalah kesedihan, maka rintiknya
bukanlah tangisku lagi.
karena hatiku batu yang tak mengalir airmata

jika matahari adalah terik, maka panasnya
bukanlah amarahku lagi
karena hatiku batu, mati rasa.


Thursday, October 28, 2010

Hujan Yang Menyambutmu

pada masa ini mendung selalu berarti hujan, bukan?
kucium wangimu di kotaku
menghapus debu-debu ibukota
supaya panas tak ada
supaya kau bukan fatamorgana

hujan turun pagi ini
meski hanya gerimis
dan awan mendung malu-malu
menyambutmu
biar teduh, biar rindang
bahagia hati kita


Wednesday, October 27, 2010

Happy 25th Wedding Anniversary

Tuhan, persatukanlah selamanya yang telah engkau pertemukan.
Bahagiakanlah...

Happy 25th Wedding Anniversary, Mama & Papa
I love you both!


Ketika Itu Kita Pernah Melihat Salju

suatu masa yang lalu
ketika bahagia masih terbang setiap pagi
seperti kupu-kupu yang pernah kulihat
mengerumun madu di atas pohon ceri

ketika itu kita pernah melihat salju
di sebuah surga di tengah kota
dimana orang-orang berkumpul
dan senandung lagu suka cita bergema
di saat tahun hampir melipat kalender

mungkin diluar juga gerimis
namun kehangatan yang merayap
pada tubuhmu dan tubuhku
karena kita saling menggenggam erat
dalam senyum yang penuh

pada masa ini, cinta kita
seperti salju yang pernah kita lihat
jatuh memutih, bahagia, lalu lenyap
sesaat...


Tuesday, October 26, 2010

Hujan



takkan ada yang mengkhianatimu
malam-malam
jika kau tidak terasa begitu membelenggu

Monday, October 25, 2010

Anomali

musim yang begitu anomali.
seperti rasa kita
ataukah rasaku saja?

Saturday, October 23, 2010

China, so what? Beragam Juga Bukankah Indah?

saya selalu heran kenapa ada banyak orang yang begitu membeda-bedakan orang hanya karena suku atau rasnya. jika kamu berasal dari Jawa, Padang, Kalimantan, Papua atau darimana pun apakah itu membuat kalian menjadi begitu berbeda? ataukah membuat kalian menjadi begitu istimewa daripada yang lain? bukankah kita tetap sama? manusia yang satu ciptaan Tuhan. 


banyak berita kekerasan, kerusuhan, pertikaian yang terjadi antar suku, antar ras. kenapa harus ribut membawa-bawa suku atau daerah? saya benci orang yang rasis. menurut saya, perbedaan sikap atau perilaku individu bukan berdasarkan dari daerah atau suku atau negara mana mereka berasal. sikap, tingkah laku, pola pikir setiap orang bisa berubah, berbeda, dan dipengaruhi oleh lingkungan atau orang-orang di sekitar mereka. saya rasa tidak bisa dipukul rata.


saya paling tidak senang menjawab pertanyaan orang yang menanyakan saya ini orang apa? memangnya kamu kira saya orang apa? orang gila? saya orang Indonesia, itu jawaban terbaik yang bisa saya jawab. memang saya orang Indonesia. kalaupun saya bukan orang Indonesia lalu kenapa pula? jika harus menyebutkan suku, saya sendiri kadang bingung. secara patrilineal, saya ini orang Makassar. papa saya berasal dari sana. tapi kalau papa saya mau ditanyakan beliau orang apa, dia pun selalu menjelaskan dengan panjang lebar.


keluarga saya berasal dari beraneka ragam suku, itu sebabnya jika ditanyakan orang apa saya menjawab orang Indonesia. jika mau melihat silsilahnya akan menjadi begitu banyak suku yang ada dalam keluarga saya. mama saya, ayahnya (kakek) berasal dari Jawa, yang ibunya Solo dan bapaknya Semarang-Ambarawa.   ibunya mama (nenek) berasal dari Palembang. Jadilah mama saya ini bersuku Jawa-Palembang. Lalu papa saya, papanya (Opa) berasal dari Makassar-Luwuk-China dan mamanya (Oma) dari China. jadi papa saya ini bersuku Sulawesi Selatan-China. 


iya, saya berdarah China! so what? dulu benci sekali jika ada yang memanggil saya China. memangnya dosa punya keturunan China? saya ini tidak putih, tidak sipit kenapa memanggil saya China? dulu saya selalu mengumpat dalam hati. jika ada orang yang menjelek-jelekkan orang China, dalam hati saya, mereka tidak tahu saja kalau saya ini juga berkeluarga China. kalian tahulah, orang di sini kan sering mengdiskreditkan bangsa tersebut.


sekarang saya tidak peduli. banyak teman-teman saya masih sering memanggil saya seperti itu, saya tahu mereka bercanda. jadi saya tidak perlu ambil hati. jika mereka memanggil saya cici, mei-mei, meilan, ling-ling, saya juga tidak ambil pusing. panggilan-panggilan seperti itu muncul begitu saja, sudah ada sejak saya SMP. sampai sekarang pun banyak yang memanggil-manggil saya cici, ya teman-teman saya itu.  saya biarkan saja.


dulu, saya punya sepupu yang jarang bertemu. pada suatu ketika saat mereka datang ke rumah kemudian memanggil saya cici, saya mengadu kepada mama, karena saya tidak mau dipanggil begitu. semua keluarga papa saya memang menikah dengan China, kecuali ya papa saya itu. Jadilah saya ini seperti cucu pungut jika berkumpul dengan keluarga dari papa. mereka putih-putih, sipit-sipit, saya dan adik-adik saya saja yang tidak begitu. 


ada teman yang pernah bertanya, katanya dia melihat pada Facebook saya, mengapa nama-nama yang tercantum dalam "Siblings" di Facebook saya itu namanya ada marga seperti orang China. ya memang seperti itu nama mereka, jawab saya. mereka memang China, dan memakai marga di belakang namanya. dia tanya kenapa saya tidak punya marga? (apa urusannya sih sama lo gue punya marga apa gak?!). saya memang tidak pakai marga. nama saya sejak lahir ya hanya Mentari Meida Rahmalah, gak pakai embel-embel lagi. saya juga tidak punya nama China. nama saya ya hanya itu. papa saya memang punya nama China, saya tidak tahu bagaimana cara membacanya, yang saya tahu hanya namanya berarti "Segerombolan Kambing" dan bermarga Liu.


marga Liu. digunakan sebagian besar sepupu saya dibelakang namanya. namun yang saya tahu, sebagian besar orang China suka mengubah marganya supaya terdengar agak ke-indonesia-an begitu. Saya tidak tahu apakah semua sepupu saya dari keluarga papa memiliki nama China sejak lahir. saya tidak tahu bagaimana sistem, proses atau apa lah namanya yang berhubungan dengan marga-marga itu. sebagian dari mereka ada yang menggunakan nama belakang Lewi dan ada pula yang menggunakan nama belakang Liwang, seperti papa saya itu. mungkin itu plesetan dari marga Liu tersebut, entahlah.


keluarga dari mama yang Jawa-Palembang itu pun beraneka ragam sukunya sekarang. semua adik-adik mama menikah dengan orang-orang yang berbeda suku dari keluarganya; Padang, Madura, dan Betawi. jika kami berkumpul sudah cukuplah untuk mewakilkan membaca sumpah pemuda, haha! ya, kami bangsa Indonesia.... 


saya bangga dengan keluarga ini. kami yang begitu beragam budaya dan agama bisa saling menghormati dan hidup bersama dengan menyenangkan. lalu apa yang perlu dipusingkan jika saya ini China, Jawa, Makassar atau Palembang sekali pun?! 

DND!!!

kamu pernah merasa begitu terganggu? sudah tiga hari ini saya merasa begitu. iya, terganggu tentu saja dengan orang-orang yang senang menggangu. saya benci jika handphone saya berdering di saat saya dalam perjalanan pulang dari kantor menuju rumah. saya juga benci sekali saat saya sudah dirumah telepon itu masih berdering-dering. terlebih-lebih saya benci sekali saat telepon itu berdering di hari libur. apa orang yang menelpon saya itu tidak punya kerjaan lain ya selain menggangu orang lain? mengganggu saya tepatnya. apa dia tidak punya kalender, sehingga tidak tahu wakatu. hei, ini hari sabtu!!! 

dulu, di tempat saya bekerja pertama kali, atasan saya pernah begitu mengamuk hanya karena saya menelpon atasan saya yang satunya lagi di hari liburnya. Desiree Bonau, dia begitu murka kepada saya hanya karena saya tidak menghubunginya yang sedang in charge hari itu untuk meng-handle tamu , alih-alih saya menelpon Ibu Prisca Brandenberg. saya masih ingat sekali kata-katanya, dia bilang, "jangan pernah menelpon orang yang sedang libur, karena hari libur adalah hak setiap orang untuk merasa bebas dari pekerjaan. kamu bisa menghubungi orang lain yang ada." itu pertama kalinya saya dimarahi habis-habisan oleh atasan. dan saya tidak akan pernah lupa matanya yang begitu mendelik kepada saya, tangannya yang menunjuk-nunjuk muka saya dan tentu saja, pesannya itu.

sekadar informasi, saat itu saya betul-betul tidak tahu kalau Ibu Prisca sedang libur dan yang saya tahu saat itu Ibu Desiree sedang meeting dengan General Manager, jelas saya tidak berani mengganggu. tamu complaint itu kan hanya mau bicara dengan manager, so, siapa yang harus saya hubung lagii?! well, forget it!

sekarang, saya baru tahu betapa tidak enaknya ternyata diganggu di saat kamu betul-betul ingin melupakan pekerjaanmu barang sekejap saja. sudah empat hari ini saya begitu merasa muak di kantor karena seseorang meminta saya mengurus ini itu untuk projectnya, yang jelas-jelas bukan project saya. dia meminta saya berbuat ini itu dan jelas-jelas dia bilang hanya mau tau beres. jelas saja, anak buahnya pada kabur dan sekarang tinggal dua orang. lalu saya? saya ini bukan anak buahnya. kalau memang terlalu banyak project yang harus dikerjakan dan tidak cukup orang, harusnya dia segera cari karyawan baru. bukan meminta anak buahnya yang tersisa untuk ikut-ikutan membantu project-nya, meminta-minta tolong saya mengatur ini itu, terlebih-lebih meminta OB di kantor untuk membantu melakukan hal yang jelas-jelas bukan pekerjaannya. satu project paling banyak diurus oleh dua orang, well, oke, tiga kadang-kadang, lalu kenapa project anda harus diurus enam orang??? dan tidak punya malu sekali anda bilang kepada saya anda hanya mau tau beres, karena anda pasti akan repot mengurus client. memangnya saya ini tidak punya pekerjaan lain yang juga bikin saya repot?

selalu anda, yang meminta tolong! kenapa? orang lain bisa melakukan sendiri, kenapa anda selalu meminta tolong orang lain. anda kan yang bilang, "i don't wanna wash my brain with the sucks things like that, so, you take care of that." lalu anda kira saya akan dengan begitu senang hatinya melakukan sucks things itu juga? ya, jelas anda akan menyuruh orang lain, karena anda pikir manager se-level anda haram hukumnya melakukan pekerjaan kroco-kroco. tapi, bukan anda saja yang punya title manager di kantor ini, yang lain juga banyak yang ber-title manager tapi mereka mau bekerja sendiri tanpa bikin mual orang lain.

project anda yang super hebat itu sudah berlangsung kan dari hari rabu lalu, saya dan yang lain juga sudah membantu dan saya ingin bilang "mampus" saat project itu tidak berjalan lancar. memang tidak lancar kan? project di Jakarta maupun di Bogor itu, semuanya ada saja masalahnya. kemudian, anak buah anda sibuk menelepon saya hanya karena ketakutan dimarahi anda, mereka sibuk sms dan bbm saya minta tolong ini itu agar beres masalahnya. anda kelabakan? jelas. kemudian seperti yang sudah akan diduga semua orang di kantor, anda mulai memaki-maki anak buah anda, membanting buku tebal itu di atas meja, meneriaki semua bawahan anda, sehingga semua orang di kantor ini melihat mereka berdua dimaki-maki. puas ya mempermalukan orang lain di depan orang banyak? itu kan hobby anda? siapa sih orang di kantor ini yang tidak tahu bahwa itu adalah hal favorite anda?

saya memang tidak dimaki-maki, karena saya ini kan memang bukan anak buahnya. saya hanya diminta membantu mengerjakan project itu, mempersiapkan ini itu. untung anda ini masih tau diri sedikit ya, masih tau kepada siapa harus marah-marah. saya tahu, sebetulnya anda mungkin juga ingin memaki-maki saya, karena project anda berantakan? tapi mungkin anda tahu saya tidak berhak dimarah-marahi atau takut saya tidak akan menolong anda lagi di lain hari.

masalah yang ada itu pun sudah saya bantu bereskan lagi. lalu kenapa sore ini anda minta tolong saya lagi hal yang bukan-bukan? saya sudah muak tahu tidak? anda mengirim pesan minta tolong saya mengisikan pulsa anda, karena anda sedang berada di Bogor. memangnya di Bogor itu tidak ada orang yang pakai handphone ya, sehingga tidak ada yang jualan pulsa? lalu karena saya akhirnya menyuruh OB untuk membelikan dan dia salah isi ke nomor pasca bayar anda, lagi-lagi anda heboh karena takut nomor anda itu berubah jadi pra bayar. meminta saya dengan nada memaksa utnuk segera menghubungi provider tersebut dan bla bla bla.... anda ini bodoh sekali ya?  esok harinya nomor telepon anda di blokir, lalu anda kira itu karena nomor pasca bayar anda kemasukan pulsa pra bayar kemarin. saya kan sudah jelaskan itu karena tagihan anda bulan lalu belum dibayar. kenapa ngotot minta saya datang ke gedung tempat provider itu untuk mengurus ini itu? bayar saja tagihannya nanti juga otomatis tidak terblokir lagi. lagipula, i'm not your personal assistant!

saya sudah dalam perjalanan pulang ke rumah saat anda berkali-kali menghubungi handphone saya. itu jumat malam, sudah masuk kategori weekend, saatnya saya libur, maaf saya tidak mau mengangkatnya. dan pagi ini
anda lagi yang pertama menelpon saya, jelas-jelas ini hari sabtu, anda kira saya mau angkat telepon anda? jangan harap!!!

jika kamu bukan keluarga, pacar atau teman-teman terbaik saya, jangan harap saya mau diganggu saat hari libur untuk masalah pekerjaan dan hal-hal tidak penting yang bukan urusan saya. my phone is not active on my days off for persons from office. sorry!!!

Pergi dan Lakukan

pergilah! dan lakukan.
Bukankah sebenarnya hari ini hatimu mendung
sungguh

ingat percakapan kita tadi pagi?
"Dia akan mencerahkan harimu."

maka
pergi dan lakukanlah!


17 Oktober 2010.

Friday, October 22, 2010

Gadis Kecil

gadis itu duduk selonjor
kuncir kuda rambutnya
seragam merah putih
tas punggungnya bahkan lebih gemuk
daripada tubuhnya yang kurus kering

rautnya lelah
pandangnya 'ntah memikir apa
tiga lembar uang seribu rupiah digenggam erat
lusuh sudah

"Kiri, Bang!"
angkot berhenti. diberikan dua lembar
hartanya yang begitu dijaga sedari tadi
"Kembali gope," katanya.

"Dua ribu sekarang. Gak bisa!"
logatnya kental Sumatra.

"Biasanya kembali gope, Bang."

siapa peduli, pikir si abang
angkot itu berlalu dengan debu
menderu

dipandangnya selembar lusuh yang tersisa
masih digenggam sama eratnya
jalan masih panjang dan terik
tapi siapa yang peduli

gadis kecil berjalan lunglai
pada jalan yang masih panjang
berteman panas ibukota

jalan saja,
angkot berikutnya pasti bilang gope lagi
atau bahkan seribu lagi

Tuesday, October 19, 2010

Terlalu Istimewa


Bukankah menjadi terlalu istimewa
ketika yang kau dapat lebih dari apa yang kau harap?

Puisi sederhana untuk Begawan Cinta

Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Sebuah kacamata dan sepatu sandal tua
Rambut meluruh putih disisir rapi kuda
Duduk santai menyandar meja: "Selamat pagi Saudara-Saudara.
Ada pertanyaan hari ini?", lalu bergegas pergi ketika tak seorang
pun mahasiswanya yang bertanya

Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Begitu singkat kita pernah bersua
Tapi, begitu banyak pelajaran yang bisa tercerna


Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Terus mengasah ribuan kata menjelma makna, seperti Mpu Gandring
yang menajamkan keris ampuhnya
Lalu mengukir dan meramunya menjadi mantra elok para pemuja
cinta; melahirkan Ken Arok yang lihai menikam dan membunuh
dengan kata-kata

Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Yang tak pernah letih mengajari bagaimana seharusnya
memperlakukan cinta
"Mencintai angin harus menjadi siut."
"Mencintai air harus menjadi ricik."
"Mencintai gunung harus menjadi terjal."
"Mencintai api harus menjadi jilat."
"Mencintai cakrawala harus menebas jarak."
"MencintaiMu harus menjelma aku." *)

Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Masih kekar ia kabarnya
Tapi, adakah dia gelisah di sana?
Ketika di negeri yang katanya penuh cinta dan warna ini kata-kata
sudah malap teperdaya
terlikung dan terbuai suka-suka
atau, sudahkah ia kini kehilangan kata-kata?

Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Hingga satu saat nanti kita akan kehilangan dan melepasnya
(mungkin) dengan sederhana...

SELAMAT ULANG TAHUN PAK SAPARDI DJOKO DAMONO

*) diambil dari "Sajak-Sajak Kecil Tentang Cinta"



Puisi Suhud Sudarjo dalam buku pengantar Perayaan 70 tahun SDD guru - sahabat kami.

Kepada Sapardi Djoko Damono

Karya : Asep Sambodja

kupu-kupu terbang rendah
menyebar cinta yang resah
aku merindu-rindu padamu
kau selalu marah-marah padaku

matahari pagi yang sembunyi sedari tadi
menyimpan rindu yang laknat
aku sungguh ingin mencintaimu
tapi kau selalu menganggapku debu

kini aku tertatih-tatih mengejarmu
kau semakin menjauh dari harapanku
kau semakin mengabur dalam bayang
meski cintaku padamu semakin dalam


Tanggulangin, Gunung Kidul
16 Oktober 2010

--------------------------------------

PS: Ini puisi Pak Asep yang saya bacakan saat perayaan 70 tahun SDD di FIB-UI.



Too Good To Be True

Ulang tahunnya sudah lewat beberapa bulan. Sebetulnya sudah dirayakan di Teater Salihara bulan Maret lalu. Namun, bukan menjadi kesalahan jika kami, murid-murid, kerabat, teman-teman terdekatnya ingin sekali merayakan untuk kedua kalinya; Perayaan 70 tahun Sapardi Djoko Damono.

"Selamat ulang tahun, Pak Sapardi. Tetap berkarya untuk sastra indonesia. Semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan yang baik kepadamu."

-----------------------------------------------

Bulan maret lalu saat perayaan ulang tahun Sapardi Djoko Damono (SDD) ke 70 di Teater Salihara saya tidak bisa hadir di sana. Rasanya menyesal ketika waktu itu Ena pulang dengan membawa cerita yang riang dan buku yang ditandatangani beliau. Tapi Tuhan memang maha adil. Ketidakhadiran saya waktu itu ternyata bisa terbalas kemarin. Acara ulang tahun tersebut diselenggarakan untuk kedua kalinya di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI). Waktu mendapat berita mengenai acara ini dari seorang teman dan karena acara kedua ini diselenggarakan saat weekend, saya langsung bilang "Saya HARUS datang!" Kali ini Ena yang uring-uringan, karena giliran dia yang tidak bisa hadir kali ini. Dia berada di Bali sejak hari rabu lalu untuk urusan pekerjaan. Sebetulnya, kemarin adalah hari dia kembali dari Bali ke Jakarta, tapi nasib oh nasib, pesawatnya sudah di issued jam 7 malam. Dia sempat menelpon travel tempat dia membeli tiket untuk menukar dengan flight paling pagi agar bisa datang ke acara ini, tapi dasar memang nasib sial, semua penerbangan paling pagi dari Bali ke Jakarta di hari kemarin sudah penuh.

Saya janjian sama Jajang dan untuk ke acara itu jam 11-an. Tapi akan ketemu sama Cia dan Kaka juga di sana. Paginya, saya sudah sukses bikin Anda sirik dengan cerita saya. Dia sekarang stay di Bali, mana mungkin langsung kabur ke Jakarta. Anda, betapa malang nasibmu. U're not a lucky bitch for this time, hahaha! Saya sudah sirik-sirikin dia terlebih dulu dengan bilang niat akan minta tandatangan dan foto bareng lagi dgn SDD. 

Perayaan 70 tahun Sapardi Djoko Damono di FIB-UI, 16 Oktober 2010

 Hari kemarin begitu istimewa. Saya sangat bersemangat sejak pagi, seperti yang dinanti-nanti akhirnya datang juga. Dalam perjalanan dari rumah ke kampus, ada sesuatu hal yang sungguh, bagi saya membuat takut, gugup, tapi juga excited dan senang tak terkira. Ketika itu saya masih di dalam patas AC menuju Depok, untuk menghilangkan jenuh saya asik buka-buka Facebook(FB) dan chatting dengan Jajang lewat YM. Blackberry(BB) saya ga berhenti-henti bunyi klenting... klenting... karena notifikasi yang masuk. Ketika patas AC sudah dekat dengan kampus saya sudah berniat memasukan BB saya kedalam tas, tapi kemudian persis sebelum saya masukan, bunyi notifikasi lagi dari FB. "Asep Sambodja commented on your status."

"Pak Asep???" pikir saya waktu itu. Ketika saya buka, tulisannya hanya, "Mentari, tolong bacain puisiku di panggung ya.... thanks!!!!" Ha? Ga salah ini? Ya ampun! Dada saya langsung berdebar-debar lebih cepat. Saya berharap Pak Asep cuma bercanda. Duh, ga mungkin deh kayanya. Saya kan cuma niat jadi penonton. Kenapa jadi begini? Belum juga selesai kagetnya, ada notifikasi lagi yang masuk di FB. Dari Pak Asep lagi. Beliau menulis di wall saya,

" Mentari yang baik, saya sungguh ingin memberikan kado buat guru saya SDD. Tapi karena saya masih di yogya saya nggak bisa hadir dalam acara yang penting itu. Saya minta tolong padamu untuk membacakan puisi saya di panggung buat beliau. Saya sangat berterima kasih jika permintaan saya ini kau kabulkan...."

Duh, saya jadi makin mules dan lemes. Ternyata sungguh-sungguh diminta. Saya ini belum sampai, tapi sudah dikasih tugas yang berat sekali rasanya. Notifikasi terus-terusan masuk, sibuk mengomentari status saya yang ditulisi Pak Asep itu. Teman-teman saya. Ya, mereka memang ter-la-lu. Temannya masih dag dig dug, mereka sudah sibuk ikut ngompor-ngomporin.

Saya katakan, "Pak asep, kenapa permintaannya terasa susah sekali?! Puisi yang "Kepada Sapardi Djoko Damono" tadi? Bagaimana saya harus tiba-tiba naik ke atas panggung, Pak?"

"Itu panggung perayaan ulang tahun, Mentari, bukan panggung festival. BTW, terima kasih banyak ya....."

"Saya sangat ingin membantu, pak, sungguh! Tapi bagaimana saya bisa tiba-tiba naik ke atas panggung?"

"Coba Mentari mencari Pak Sunu Wasono, panitia acara ini. Bilang sama Pak Sunu, saya yang minta Mentari membacakan puisi saya.... terima kasih. Jasa baikmu tidak akan saya lupakan Mentari, terima kasih."

Duh, Pak Asep ini kenapa terus-terusan berterima kasih sih. Saya ini masih deg-degan, saya belum mengiyakan, saya baru bilang akan saya usahakan, sampai kampus juga belum, kenapa sudah berkali-kali berterima kasih? Bagaimana kalau nanti saya tidak bisa ketemu Pak Sunu? Bagaimana nanti kalau setiba di kampus rasa gugupnya jadi dua kali lipat?

Begitu sampai di kampus, saat ketemu Jajang, dia langsung ngeledekin saya karena disuruh baca puisi Pak Asep itu. Siaaal.... Kayanya Jajang puas banget bikin saya tambah gemeteran dan mules-mules. Saya minta tolong dia carikan Pak Sunu, karena saya lupa mukanya yang mana. Saya tidak pernah diajar beliau, Jajang iya. Setelah berkirim pesan dengan Pak Asep tadi, sebetulnya saya langsung mencari Facebook Pak Sunu di "Friends"-nya Pak Asep. Saya mau memastikan mukanya dulu, supaya bisa mengenali beliau nanti. Walau sebenarnya masih antara mau tidak mau tapi setidaknya saya mencari Pak Sunu dulu.

Seminar bersama Diah Arimbi, Hasif Amini dan Umar Muslim

 Saya dan Jajang kemudian masuk ke Auditorium gedung 9, tempat perayaan itu dilaksanakan. Ampuuuun, semua tempat duduk penuh, sebagian menonton sambil berdiri. Sekitar lima baris paling depan semuanya diisi oleh orang-orang yang saya kira satu angkatan dengan SDD. Alias tuaaa...! Saya melihat banyak sekali dosen-dosen dari Sastra Indonesia yang saya kenal, dan para orang-orang yang berpenampilan seperti... hmmm, apa yah namanya... seniman. Mirip seperti gaya Pak Sapardi. Rambut yang sudah putih, sebagian dari mereka gondrong, berkacamata, memakai topi khas seperti pelukis. Suasana dan orang-orang yang hadir di dalam bikin saya tambah lemes. Saya ga mau sebenarnya membayangkan nanti saya harus berada di tengah panggung, membacakan puisi dihadapan orang-orang yang sungguh saya tau pasti hebat-hebat di bidang sastra. Ya Tuhan, dosa apa saya ini??? Hahaha!

Saya langsung mengirim BBM ke Anda, saya ceritakan apa yang Pak Asep minta kepada saya. Dia terus-terusan bilang, cepat temuin Pak Sunu, bilang apa kata Pak Asep. Pokoknya Anda ngomong banyak banget saat itu, saya sampai lupa. Tapi, intinya dia meminta saya lakuin apa yang Pak Asep minta. Dia ga tau mules saya dari tadi belum hilang-hilang. Tapi Anda kasih support yang bikin saya jadi berani dan percaya diri. Ga lama setelah saya BBM-an dengan Anda, Shanti kirim BBM juga.

"Heeeeeeeehhh, Pak Asep minta lo bacain puisinya untuk Sapardi di panggung ya? Boooowww, do it! Let's go for it, once in a lifetime. Mei, Pak Asep coz he knows you did it well!"

Peluncuran buku terbaru SDD: Membaca Sapardi


Dalam hati saya, terseraaah deh lo semua mau bilang apa, gue takuuuuutttt!!! Lemes setengah mati, deg-degan, mules, pusing, pokoknya mendadak penyakit saya kambuh semua secara akut. Saya memang senang membaca puisi, saya juga menulis puisi, tapi sungguh saya bukan pembaca puisi yang baik. Apalagi harus di depan orang banyak. Namun Shanti dan Anda, yang saat itu menjadi sangat banyak omong, banyak tingkah, yang ikut-ikutan memburu-buru saya, menjadi teman-teman yang begitu mengerti dan memberi support yang begitu besar kepada saya.That's why I love them both soooo muuucccchhh!!!! Seandainya mereka berdua juga ada di sini sekarang, mungkin saya sudah dijorok-jorokin dari tadi untuk segera nyamperin Pak Sunu.

Kata-kata Shanti, "Let's go for it. Once in a lifetime." membuat rasa percaya diri saya muncul mendadak entah dari mana. Betul, kapan lagi saya bisa dapat kesempatan ini? Kapan lagi saya berdiri di atas panggung, membaca puisi khusus untuk Pak Sapardi? Kapan lagi saya bisa mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau secara langsung? Kapan lagi saya mendapat kehormatan seperti ini? Lagipula ini bukan pertama kali saya membaca puisi di atas panggung, di depan orang banyak. Saya bahkan pernah tampil membaca puisi di tempat yang sama, di atas panggung yang sama, hanya saja dengan kalangan penonton yang berbeda, sekitar  3 tahun lalu. So, just do it!!!

Jajang memberi tahu saya bahwa dia sudah melihat Pak Sunu. Beliau ternyata duduk di barisan paling depan, hanya beda dua kursi dari tempat Pak Sapardi duduk. Ketika break makan siang, sudah tidak ragu lagi saya langsung menghampiri Pak Sunu. Saya katakan semua yang diminta Pak Asep dan beliau mengiyakan. Pak Sunu menanyakan nama saya dan dia bilang nanti dia akan sampaikan kepada pembawa acaranya. Rasa gugup masih tersisa saat saya makan siang namun sudah sangat jauh berkurang dibandingkan ketika saya baru datang tadi. Sekarang yang pikirkan hanya bagaimana nanti membacakan puisi tersebut sebaik mungkin di atas panggung.

Teater "Ditunggu Dogot" oleh Teater Pagupon


Setelah acara makan siang, acara pun dilanjutkan. Dimulai lagi dengan pertunjukan drama "Ditunggu Dogot" oleh Teater Pagupon, dilanjutkan Talkshow dengan orang-orang terdekat SDD, pembahasan mengenai lukisan-lukisan SDD, pembacaan cerpen, musikalisasi puisi dan pembacaan puisi. Acara pembacaan puisi dan pembacaan cerpen diselang-selingi dengan musikalisasi puisi. Sebelum musikalisasi puisi oleh Sasina tampil, tiba-tiba MC acara tersebut memanggil saya ke atas panggung.

 Rasa deg-degannya muncul lagi. Sekarang tapi percaya dirinya juga bertambah, hehe! Di atas panggung sebelum membacakan puisi karya Pak Asep itu saya memberikan sedikit speech yang intinya mengatakan bahwa keberadaan saya di atas panggung ini atas permintaan seseorang yang begitu ingin hadir juga di dalam acara hari ini, namun karena kesehatannya dia tidak dapat berada di sini. Di atas panggung itu, entah kenapa saya merasa sedikit haru. Haru yang pedih namun juga bangga. Secara bersamaan saya mengingat Pak Asep dengan kondisinya yang sekarang, kesehatannya yang saya tahu sungguh tidak baik sekaligus memandang Pak Sapardi dengan penuh kebahagiaan. Pak Sapardi, beliau menatap saya dan menganggukan kepala sekaligus mulutnya mengucap terima kasih, yang saya bisa lihat dari atas panggung dengan jelas.

Lukisan SDD dibuat langsung oleh Jeihan -sahabat karib SDD sejak SMA- di atas panggung.

Saya tahu, banyak orang di sini, yang menatap saya di atas panggung juga turut memberikan doa terbaiknya untuk Pak Asep. Dalam perayaan yang bahagia ini, dua sosok yang begitu dicinta dan dipuja, yang mencinta dan memuja, berada dalam kondisi yang begitu berbeda. Saya begitu salut kepada Pak Asep, bahwa dalam kondisi sakit yang teramat, ia masih mampu memberikan kado yang begitu indah kepada gurunya. Saya berharap semoga Tuhan juga memberikan beliau kado yang begitu tak ternilai, kesembuhan dari penyakitnya. Setelah turun dari panggung, ada rasa lega dan bahagia. Tugas saya sudah selesai. 

Hari ini memang istimewa, bahkan menjadi terlalu istimewa bagi saya. Ketika acara usai, ketika saya menghampiri Pak Sapardi dan menyampaikan salam Pak Asep kepadanya, beliau yang awalnya sibuk menyalami mahasiswa-mahasiwa baru yang mengerubunginya minta salaman dan tanda tangan, yang mulanya tatapannya tunduk saja pada tangan-tangan dan buku-buku, akhirnya menatap saya dan kemudian berbicara kepada saya, mengucapkan terima kasih lagi, menitipkan salam kembali untuk Pak Asep dan sedikit bercerita.

Saya jadi teringat hampir 3 tahun lalu, di tempat yang sama, bahkan pertemuan saya dengan Pak Sapardi begitu sekejapnya. Saya dan Anda mengejar-ngejar beliau keluar auditorium dengan kamera yang baterainya sudah sekarat, hanya demi bisa foto bersama, itu pun dapat bonus dijutekin panitianya. Ia berhenti, berdiri dan tersenyum ketika di foto, kemudian berlalu. Tapi hari ini saya membaca puisi untuknya di atas panggung, berjabatan tangan dengannya, foto bersama, mendapat tandatangannya, berbicara dengannya, bahkan duduk disebelahnya ketika Iboy mewawancarainya.

Ketika acara itu selesai, saya masih sempat melihat lelaki tua itu berjalan meninggalkan auditorium, sendiri. Seperti biasanya....

---------------------------------------------


PS: Terima kasih, Pak Asep, telah meminta dan mempercayai saya untuk memberikan kado itu kepada beliau. Saya tidak akan pernah menjadi begitu bahagia di hari itu jika bapak tidak pernah memintanya. 


Friday, October 15, 2010

That's The Way It Is

I can read your mind and I know your story
and I see what you're going through yeah
It's an uphill climb, and I'm feeling sorry
But I know it will come to you yeah

don't surrender coz' you can win
In this thing called love

When you want it the most there's no easy way out
When you're ready to go and your heart's left in doubt
Don't give up on your faith
Love comes to those who believe it
And that's the way it is

When you question me for a simple answer
I don't know what to say, no
But it's plain to see, if we stick together
You're gonna find the way

So don't surrender coz' you can win
In this thing called love

When you want it the most there's no easy way out
When you're ready to go and your heart's left in doubt
Don't give up on your faith
Love comes to those who believe it
And that's the way it is

When life is empty with no tomorrow
And loneliness starts to call
Baby don't worry, forget your sorrow
'Cause love's gonna conquer it all, all!

When you want it the most there's no easy way out
When you're ready to go and your heart's left in doubt
Don't give up on your faith
Love comes to those who believe it
And that's the way it is

Don't give up on your faith
love comes to those who believe it
and that's the way it is.

Thursday, October 14, 2010

Berlalu 2

tidak ada yang ditunggu lagi.
tanya itu sudah lenyap, terjawab,
tanpa kata yang terucap
sudahlah. selesai.
tak ada yang berdering. kabar tak datang.
teringat hujan sore itu. begitu tak karuan.
hari ini langit terang. cerah.
mengapa hati masih tetap sama tak karuannya?
yang ditengadah sama-sama langit;
satu biru, satu abu-abu.

Alamat


pada bayu menderu
kutitipkan pesan

suatu pagi adakah kau dengar
gemerisik dedaunan lepas

sampaikah ia di alamatmu?

Wednesday, October 13, 2010

Sumpah!!!

Sukses membuat saya iri.

SUMPAH!


Anda di Museum Antonio Blanco, Ubud saat Closing Party Ubud Writer dan Readers Festival 2010.
Look at the face of that Lucky Bitch! Nyeeeet, girang banget muka lo...!

Pementasan Teater Amal Untuk Asep Sambodja "Limbuk Njaluk Married"

beginilah rasanya memasuki usia senja. sebentar-sebentar melihat jam. seperti ada yang dinanti. seperti ada yang menjemput. beginilah rasanya menjadi tua. sedikit-sedikit merasa sakit. padahal belaiannya masih seperti dulu. padahal cintanya masih yang itu juga. beginilah rasanya pernah muda. sebentar-sebentar membuka album. kenapa tidak seperti dulu saja? kenapa detak umur tak bisa dikendalikan? beginilah rasanya memasuki usia senja. gelisah kalau sendiri. resah kalau ada yang mati.
(Senja di Hati - Asep Sambodja)


-----------------------------------------------------------------------------

Saksikan pertunjukan teater amal "Limbuk Njaluk Married" karya Asep Sambodja dengan tema "Segenap Asa Untuk Asep Sambodja" di Gedung Kesenian Jakarta, tanggal 14 November 2010.
Dua kali pementasan dalam sehari pukul 15:00 dan 19:30

Pementasan ini terselenggara atas kerjasama Ikatan Keluarga Besar Sastra Indonesia FIB UI dengan Teater Bejana, Teater UI dan Gedung Kesenian Jakarta.


Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi:
Lembu: 0856 108 6741 / 0878 8877 01149 / 02198777165
Opank: 0856 95 111 633


Monday, October 11, 2010

Bosan

Dalam perjalanan-perjalanan
Kita lebih sering gagu.

Friday, October 8, 2010

Cerita Perempuan Pada Suatu Sore


Ingin kuceritakan padamu, tentang seorang perempuan yang duduk sendiri pada suatu sore dan ia tahu diluar hujan tak habisnya menangis. Ia juga ingin menangis. Bukankah hatinya resah. Tatapannya sendu, memandang keluar jendela. Seperti ada yang ditunggu.

Ia masih saja menyukai hujan. Cinta yang tak berkesudahan. Meskipun datangnya sering membuat daun-daun gelisah atau langit menjadi muram. Dan beberapa orang bilang, hujan hanya tangis jatuh yang kemudian menghilang ke muara.

Hatinya tak tentu arah. Tak beralur. Ia sedang bimbang dengan pikirannya sendiri, juga perasaannya. Hujan yang turun sore itu membuatnya merinding. Hari ini, mungkin, ia sedang tidak terlalu menyukai hujan yang turun, yang bersetubuh dengan langit jingga senja. Khayalnya melayang pada sosok lelaki itu. Ada kabar yang ingin disampaikan. Gelisah yang ingin dibagi. Tapi, apa kisahnya masih menjadi tuan pada lelaki itu? Tidakkah sang lelaki sedikit berubah sekarang?

Bukankah tanya selalu hadir pada tiap penantian? Seperti hujan yang selalu berulang, mengetuk mengalun, tetap datang meski dengan pujian atau makian. Ah, kisah yang tak berarah. Biarlah. Perempuan yang sedang tidak terlalu menyukai hujan senja ini hanya ingin bercerita tentang gelisahnya.

Nanti jika hujan datang lagi saat senja, pada suatu hari, mungkin ia sedang bergembira dan tertawa sambil duduk memandang keluar jendela. Dan lelaki itu duduk dihadapannya, menghirup aroma kopi sambil membaca tawanya.

Wednesday, October 6, 2010

Berlalu




Biar saja berlalu.
Aku tak lagi menunggu.

Tuesday, October 5, 2010

Nyawa dan Raga

membaca dan menulis adalah segala-galanya bagiku. tanpa kedua hal tersebut, barangkali aku mati.

- Kartini; entah kepada siapa -


-------------------------------

aku juga, Kartini. Aku barangkali sudah berkali-kali mati jika mereka tak ada. Mereka belahan jiwa, luahan rasa, dan pelampiasan.

beberapa orang pernah mengatakan sekaligus bertanya, "mengapa suka sekali membaca?"

kenapa harus tidak suka membaca?

aku ini kurang membaca, tidak menulis bagus. sebab itu aku masih terus membaca dan terus menulis.

Mereka ialah nyawa dan raga. tidak terpisahkan.
Membaca adalah nyawa, menghidupkan segala gairah kata. Menulis adalah raga, wujud, rupa dari segala nyawa yang ada.

Menulis Pagi

selepas malam-malam yang kita selingkuhi, aku mengingatmu dalam pagi.
dalam nyanyian Dua Ibu: Reda dan Tatyana. kamu, entah kapan kau bisa kutangkap? Kumohon jangan berlari.

kamu bilang, aku kamu miliki hanya saat malam. kenapa tidak setiap-setiap masa, kapanpun aku menginginkanmu. kenapa hanya pada malam ku kau miliki? Selalu kamu nyanyikan lagu itu.

"Kubiarkan cahaya bintang memilikimu, kubiarkan langit yang pucat dan tak habis-habisnya gelisah tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu ...."

kenapa kamu biarkan yang lain memiliki dan merebutku darimu?

kamu selalu mampu membaca aku. terlalu seringkah aku memberi isyarat itu? malam kita kan begitu sekejapnya. sementara banyak kata yang masih ingin kuucap sampai pagi muncul kembali.ketika embun membias nyawa. aku hanya mengenangmu dalam rasa yang gundah. menanti gelap lagi, agar segera bisa kucium wangi dekapmu dalam ilusi.

pagi ini mendung, gerimis datang kepagian. aku rindu kamu. kangen percakapan kita. kamu dimana? mengapa hilang? padahal aku ingin memelukmu. pada nyaman hangat dadamu. Hidup begitu indah ya? dan karena hidup itu indah aku menangis sepuas-puasnya.

suratmu sampai pagi ini;

"Mei, maaf ya. aku tahu kamu rindu. percayalah, aku pun masih memandangmu dalam suatu jarak. kamu tahu aku ada."

Kotamu

mungkin kita terjarak sejengkal kenangan.
sebab hadir dan wangimu begitu kentara, jiwaku kembara.
tajam, tercium di setiap sudut kota.
pada tikungan, di lampu-lampu merah,
jalan menanjak dan petunjuk jalan itu: ...

Aku hanya tak mencapaimu.

Monday, October 4, 2010

Malaikat Penjaga

Terima kasih ya, karena masih selalu ada. Tidak bosan-bosannya menemani dan mensehati aku yang sering membodoh-bodohkan diri sendiri ini. Kamu yang selalu siang malam siap mendengarkan segala cerita, keluhan-keluhanku, dan menyediakan waktu untuk kisah yang isnya curhat melulu.

Senang rasanya bisa memiliki kamu. Yang sejak dulu tak jemu mendengarkan cerita-cerita aku. Yang senantiasa mengajari dan membimbing aku. Kamu begitu baik. Sementara aku senangnya mengeluh melulu, ya.

Kamu mampu berlaku seperti bapak yang baik, yang bisa dengan sabar mendengar cerita-ceritaku, sekaligus mampu marah dengan bijaksana jika aku ini terlalu kelewat bodoh. Kamu bisa jadi sahabat yang rela diajak curhat, yang kadang bisa ngalor ngidul ngobrol tak keruan, menghilangkan stres. Kamu juga seperti kakak yang kadang menyebalkan namun siaga melindungi. Kamu juga guru, yang tak berhenti sedia mengajari. Kamu juga seperti kekasih, bisa diajak mesra-mesraan, romantis-romantisan. Haha!

Kamu laksana malaikat penjaga. Walau tak bertatap mata dan tak bertukar suara, kamu ada. Untuk segalanya aku berterima kasih.

Aku akan ingat selalu pesanmu malam itu;

“Sehat-sehat ya, dan terus berusaha bahagia. Dalam situasi apa pun.”

It's PMS

.1. Kenapa sih harus teriak-teriak? Aku gak tuli! Kalau minta tolong bilang baik-baik. Aku bukan Cinderella tau, disuruh ini itu sambil diteriak-teriakin. Lagian itu bukan kerjaanku, kenapa aku yang harus diburu-buru mengerjakan supaya kamu bisa pulang ontime. Seenak jidat bilang gak ada yang bantuin kerjaanmu? Lha, tiap hari jam lima sore langsung kabur sementara aku baru pulang jam delapan malam karena ngurusin kerjaanmu. Apa itu namanya bukan dibantuin, he???

2. Gak usah ngintip-ngintip, ganggu tau gak?! Aku lagi nulis, gak usah nanya melulu “Nulis apa, Mbak?” Mau tau aja, terserah gue dong mau nulis apa. Nyuci piring aja sana, dasar OB rese!

3. Bisa gak sih kalau anaknya pulang di diamkan dulu? Biarin napas dulu. Masih penat karena sepanjang jalan macet, pakai bertanya segala kenapa jam segini baru sampai rumah. Memangnya jam berapa sih? Baru juga hampir setengah 11 malam. Memangnya aku yang mau pulang malam-malam? Salahin jalanan Jakarta sekali-sekali, kenapa macet melulu!

4. Cereweeettt!!! Kerjaanku bukan cuma pegang handphone seharian doank tau! Sms lama dibalas aja pakai acara ngamuk. Bodo, ah, mau tidur!

5. “Kenapa lagi tuh status YM lo? Marah-marah melulu. Eh, lupa, lupa … lo juga tiap hari ngamuk melulu bawaannya. Dasar Nenek Lampir. Hahaha!”

“Berisiiikkk !!!”