Ulang tahunnya sudah lewat beberapa bulan. Sebetulnya sudah dirayakan di Teater Salihara bulan Maret lalu. Namun, bukan menjadi kesalahan jika kami, murid-murid, kerabat, teman-teman terdekatnya ingin sekali merayakan untuk kedua kalinya; Perayaan 70 tahun Sapardi Djoko Damono.
"Selamat ulang tahun, Pak Sapardi. Tetap berkarya untuk sastra indonesia. Semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan yang baik kepadamu."
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
Bulan maret lalu saat perayaan ulang tahun Sapardi Djoko Damono (SDD) ke 70 di Teater Salihara saya tidak bisa hadir di sana. Rasanya menyesal ketika waktu itu Ena pulang dengan membawa cerita yang riang dan buku yang ditandatangani beliau. Tapi Tuhan memang maha adil. Ketidakhadiran saya waktu itu ternyata bisa terbalas kemarin. Acara ulang tahun tersebut diselenggarakan untuk kedua kalinya di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI). Waktu mendapat berita mengenai acara ini dari seorang teman dan karena acara kedua ini diselenggarakan saat weekend, saya langsung bilang "Saya HARUS datang!" Kali ini Ena yang uring-uringan, karena giliran dia yang tidak bisa hadir kali ini. Dia berada di Bali sejak hari rabu lalu untuk urusan pekerjaan. Sebetulnya, kemarin adalah hari dia kembali dari Bali ke Jakarta, tapi nasib oh nasib, pesawatnya sudah di issued jam 7 malam. Dia sempat menelpon travel tempat dia membeli tiket untuk menukar dengan flight paling pagi agar bisa datang ke acara ini, tapi dasar memang nasib sial, semua penerbangan paling pagi dari Bali ke Jakarta di hari kemarin sudah penuh.
Saya janjian sama Jajang dan untuk ke acara itu jam 11-an. Tapi akan ketemu sama Cia dan Kaka juga di sana. Paginya, saya sudah sukses bikin Anda sirik dengan cerita saya. Dia sekarang stay di Bali, mana mungkin langsung kabur ke Jakarta. Anda, betapa malang nasibmu. U're not a lucky bitch for this time, hahaha! Saya sudah sirik-sirikin dia terlebih dulu dengan bilang niat akan minta tandatangan dan foto bareng lagi dgn SDD.
Perayaan 70 tahun Sapardi Djoko Damono di FIB-UI, 16 Oktober 2010
Hari kemarin begitu istimewa. Saya sangat bersemangat sejak pagi, seperti yang dinanti-nanti akhirnya datang juga. Dalam perjalanan dari rumah ke kampus, ada sesuatu hal yang sungguh, bagi saya membuat takut, gugup, tapi juga excited dan senang tak terkira. Ketika itu saya masih di dalam patas AC menuju Depok, untuk menghilangkan jenuh saya asik buka-buka Facebook(FB) dan chatting dengan Jajang lewat YM. Blackberry(BB) saya ga berhenti-henti bunyi klenting... klenting... karena notifikasi yang masuk. Ketika patas AC sudah dekat dengan kampus saya sudah berniat memasukan BB saya kedalam tas, tapi kemudian persis sebelum saya masukan, bunyi notifikasi lagi dari FB. "Asep Sambodja commented on your status."
"Pak Asep???" pikir saya waktu itu. Ketika saya buka, tulisannya hanya, "Mentari, tolong bacain puisiku di panggung ya.... thanks!!!!" Ha? Ga salah ini? Ya ampun! Dada saya langsung berdebar-debar lebih cepat. Saya berharap Pak Asep cuma bercanda. Duh, ga mungkin deh kayanya. Saya kan cuma niat jadi penonton. Kenapa jadi begini? Belum juga selesai kagetnya, ada notifikasi lagi yang masuk di FB. Dari Pak Asep lagi. Beliau menulis di wall saya,
" Mentari yang baik, saya sungguh ingin memberikan kado buat guru saya SDD. Tapi karena saya masih di yogya saya nggak bisa hadir dalam acara yang penting itu. Saya minta tolong padamu untuk membacakan puisi saya di panggung buat beliau. Saya sangat berterima kasih jika permintaan saya ini kau kabulkan...."
Duh, saya jadi makin mules dan lemes. Ternyata sungguh-sungguh diminta. Saya ini belum sampai, tapi sudah dikasih tugas yang berat sekali rasanya. Notifikasi terus-terusan masuk, sibuk mengomentari status saya yang ditulisi Pak Asep itu. Teman-teman saya. Ya, mereka memang ter-la-lu. Temannya masih dag dig dug, mereka sudah sibuk ikut ngompor-ngomporin.
Saya katakan, "Pak asep, kenapa permintaannya terasa susah sekali?! Puisi yang "Kepada Sapardi Djoko Damono" tadi? Bagaimana saya harus tiba-tiba naik ke atas panggung, Pak?"
"Itu panggung perayaan ulang tahun, Mentari, bukan panggung festival. BTW, terima kasih banyak ya....."
"Saya sangat ingin membantu, pak, sungguh! Tapi bagaimana saya bisa tiba-tiba naik ke atas panggung?"
"Coba Mentari mencari Pak Sunu Wasono, panitia acara ini. Bilang sama Pak Sunu, saya yang minta Mentari membacakan puisi saya.... terima kasih. Jasa baikmu tidak akan saya lupakan Mentari, terima kasih."
Duh, Pak Asep ini kenapa terus-terusan berterima kasih sih. Saya ini masih deg-degan, saya belum mengiyakan, saya baru bilang akan saya usahakan, sampai kampus juga belum, kenapa sudah berkali-kali berterima kasih? Bagaimana kalau nanti saya tidak bisa ketemu Pak Sunu? Bagaimana nanti kalau setiba di kampus rasa gugupnya jadi dua kali lipat?
Begitu sampai di kampus, saat ketemu Jajang, dia langsung ngeledekin saya karena disuruh baca puisi Pak Asep itu. Siaaal.... Kayanya Jajang puas banget bikin saya tambah gemeteran dan mules-mules. Saya minta tolong dia carikan Pak Sunu, karena saya lupa mukanya yang mana. Saya tidak pernah diajar beliau, Jajang iya. Setelah berkirim pesan dengan Pak Asep tadi, sebetulnya saya langsung mencari Facebook Pak Sunu di "Friends"-nya Pak Asep. Saya mau memastikan mukanya dulu, supaya bisa mengenali beliau nanti. Walau sebenarnya masih antara mau tidak mau tapi setidaknya saya mencari Pak Sunu dulu.
Seminar bersama Diah Arimbi, Hasif Amini dan Umar Muslim
Saya dan Jajang kemudian masuk ke Auditorium gedung 9, tempat perayaan itu dilaksanakan. Ampuuuun, semua tempat duduk penuh, sebagian menonton sambil berdiri. Sekitar lima baris paling depan semuanya diisi oleh orang-orang yang saya kira satu angkatan dengan SDD. Alias tuaaa...! Saya melihat banyak sekali dosen-dosen dari Sastra Indonesia yang saya kenal, dan para orang-orang yang berpenampilan seperti... hmmm, apa yah namanya... seniman. Mirip seperti gaya Pak Sapardi. Rambut yang sudah putih, sebagian dari mereka gondrong, berkacamata, memakai topi khas seperti pelukis. Suasana dan orang-orang yang hadir di dalam bikin saya tambah lemes. Saya ga mau sebenarnya membayangkan nanti saya harus berada di tengah panggung, membacakan puisi dihadapan orang-orang yang sungguh saya tau pasti hebat-hebat di bidang sastra. Ya Tuhan, dosa apa saya ini??? Hahaha!
Saya langsung mengirim BBM ke Anda, saya ceritakan apa yang Pak Asep minta kepada saya. Dia terus-terusan bilang, cepat temuin Pak Sunu, bilang apa kata Pak Asep. Pokoknya Anda ngomong banyak banget saat itu, saya sampai lupa. Tapi, intinya dia meminta saya lakuin apa yang Pak Asep minta. Dia ga tau mules saya dari tadi belum hilang-hilang. Tapi Anda kasih support yang bikin saya jadi berani dan percaya diri. Ga lama setelah saya BBM-an dengan Anda, Shanti kirim BBM juga.
"Heeeeeeeehhh, Pak Asep minta lo bacain puisinya untuk Sapardi di panggung ya? Boooowww, do it! Let's go for it, once in a lifetime. Mei, Pak Asep coz he knows you did it well!"
Peluncuran buku terbaru SDD: Membaca Sapardi
Dalam hati saya, terseraaah deh lo semua mau bilang apa, gue takuuuuutttt!!! Lemes setengah mati, deg-degan, mules, pusing, pokoknya mendadak penyakit saya kambuh semua secara akut. Saya memang senang membaca puisi, saya juga menulis puisi, tapi sungguh saya bukan pembaca puisi yang baik. Apalagi harus di depan orang banyak. Namun Shanti dan Anda, yang saat itu menjadi sangat banyak omong, banyak tingkah, yang ikut-ikutan memburu-buru saya, menjadi teman-teman yang begitu mengerti dan memberi support yang begitu besar kepada saya.That's why I love them both soooo muuucccchhh!!!! Seandainya mereka berdua juga ada di sini sekarang, mungkin saya sudah dijorok-jorokin dari tadi untuk segera nyamperin Pak Sunu.
Kata-kata Shanti, "Let's go for it. Once in a lifetime." membuat rasa percaya diri saya muncul mendadak entah dari mana. Betul, kapan lagi saya bisa dapat kesempatan ini? Kapan lagi saya berdiri di atas panggung, membaca puisi khusus untuk Pak Sapardi? Kapan lagi saya bisa mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau secara langsung? Kapan lagi saya mendapat kehormatan seperti ini? Lagipula ini bukan pertama kali saya membaca puisi di atas panggung, di depan orang banyak. Saya bahkan pernah tampil membaca puisi di tempat yang sama, di atas panggung yang sama, hanya saja dengan kalangan penonton yang berbeda, sekitar 3 tahun lalu. So, just do it!!!
Jajang memberi tahu saya bahwa dia sudah melihat Pak Sunu. Beliau ternyata duduk di barisan paling depan, hanya beda dua kursi dari tempat Pak Sapardi duduk. Ketika break makan siang, sudah tidak ragu lagi saya langsung menghampiri Pak Sunu. Saya katakan semua yang diminta Pak Asep dan beliau mengiyakan. Pak Sunu menanyakan nama saya dan dia bilang nanti dia akan sampaikan kepada pembawa acaranya. Rasa gugup masih tersisa saat saya makan siang namun sudah sangat jauh berkurang dibandingkan ketika saya baru datang tadi. Sekarang yang pikirkan hanya bagaimana nanti membacakan puisi tersebut sebaik mungkin di atas panggung.
Teater "Ditunggu Dogot" oleh Teater Pagupon
Setelah acara makan siang, acara pun dilanjutkan. Dimulai lagi dengan pertunjukan drama "Ditunggu Dogot" oleh Teater Pagupon, dilanjutkan Talkshow dengan orang-orang terdekat SDD, pembahasan mengenai lukisan-lukisan SDD, pembacaan cerpen, musikalisasi puisi dan pembacaan puisi. Acara pembacaan puisi dan pembacaan cerpen diselang-selingi dengan musikalisasi puisi. Sebelum musikalisasi puisi oleh Sasina tampil, tiba-tiba MC acara tersebut memanggil saya ke atas panggung.
Rasa deg-degannya muncul lagi. Sekarang tapi percaya dirinya juga bertambah, hehe! Di atas panggung sebelum membacakan puisi karya Pak Asep itu saya memberikan sedikit speech yang intinya mengatakan bahwa keberadaan saya di atas panggung ini atas permintaan seseorang yang begitu ingin hadir juga di dalam acara hari ini, namun karena kesehatannya dia tidak dapat berada di sini. Di atas panggung itu, entah kenapa saya merasa sedikit haru. Haru yang pedih namun juga bangga. Secara bersamaan saya mengingat Pak Asep dengan kondisinya yang sekarang, kesehatannya yang saya tahu sungguh tidak baik sekaligus memandang Pak Sapardi dengan penuh kebahagiaan. Pak Sapardi, beliau menatap saya dan menganggukan kepala sekaligus mulutnya mengucap terima kasih, yang saya bisa lihat dari atas panggung dengan jelas.
Lukisan SDD dibuat langsung oleh Jeihan -sahabat karib SDD sejak SMA- di atas panggung.
Saya tahu, banyak orang di sini, yang menatap saya di atas panggung juga turut memberikan doa terbaiknya untuk Pak Asep. Dalam perayaan yang bahagia ini, dua sosok yang begitu dicinta dan dipuja, yang mencinta dan memuja, berada dalam kondisi yang begitu berbeda. Saya begitu salut kepada Pak Asep, bahwa dalam kondisi sakit yang teramat, ia masih mampu memberikan kado yang begitu indah kepada gurunya. Saya berharap semoga Tuhan juga memberikan beliau kado yang begitu tak ternilai, kesembuhan dari penyakitnya. Setelah turun dari panggung, ada rasa lega dan bahagia. Tugas saya sudah selesai.
Hari ini memang istimewa, bahkan menjadi terlalu istimewa bagi saya. Ketika acara usai, ketika saya menghampiri Pak Sapardi dan menyampaikan salam Pak Asep kepadanya, beliau yang awalnya sibuk menyalami mahasiswa-mahasiwa baru yang mengerubunginya minta salaman dan tanda tangan, yang mulanya tatapannya tunduk saja pada tangan-tangan dan buku-buku, akhirnya menatap saya dan kemudian berbicara kepada saya, mengucapkan terima kasih lagi, menitipkan salam kembali untuk Pak Asep dan sedikit bercerita.
Saya jadi teringat hampir 3 tahun lalu, di tempat yang sama, bahkan pertemuan saya dengan Pak Sapardi begitu sekejapnya. Saya dan Anda mengejar-ngejar beliau keluar auditorium dengan kamera yang baterainya sudah sekarat, hanya demi bisa foto bersama, itu pun dapat bonus dijutekin panitianya. Ia berhenti, berdiri dan tersenyum ketika di foto, kemudian berlalu. Tapi hari ini saya membaca puisi untuknya di atas panggung, berjabatan tangan dengannya, foto bersama, mendapat tandatangannya, berbicara dengannya, bahkan duduk disebelahnya ketika Iboy mewawancarainya.
Ketika acara itu selesai, saya masih sempat melihat lelaki tua itu berjalan meninggalkan auditorium, sendiri. Seperti biasanya....
---------------------------------------------
PS: Terima kasih, Pak Asep, telah meminta dan mempercayai saya untuk memberikan kado itu kepada beliau. Saya tidak akan pernah menjadi begitu bahagia di hari itu jika bapak tidak pernah memintanya.
PS: Terima kasih, Pak Asep, telah meminta dan mempercayai saya untuk memberikan kado itu kepada beliau. Saya tidak akan pernah menjadi begitu bahagia di hari itu jika bapak tidak pernah memintanya.
lucky bitch!!!!
ReplyDeletehahaha.. so proud of you, dungdung.
xxxx
from Ubud