Tuesday, May 31, 2011

Mmwwwhhh!

Oleh: Seno Gumira Ajidarma


“Jadi apa yang akan kita lakukan kalau bertemu nanti?”

”Kita akan berciuman.”

“Berciuman?”

“Ya, habis mau apa lagi?”

“Bisa kan nggak usah pakai ciuman?”

”Ya bisa.”

“Tapi kenapa harus pakai ciuman?”

”Ya, nggak harus, tapi paki ciuman nggak apa-apa kan?”

“Nggak apa-apa?”

“Ya nggak apa-apa. Kenapa? Takut hamil?”

“Nggak.”

“Jadi kenapa?”

“Nggak apa-apa, seneng aja.”

”Nggak takut hamil?”

”Ciuman doank ya nggak pakai hamil-lah yaw!”

”Bisa aja kalau diterusin.”
 
“Ya nggak usah diterusin. Janjinya ciuman  doank.”

“Bisa aja keterusan.”

“Ya nggak apa-apa. Emang kenapa kalau keterusan?”

”Kamu bisa hamil.”

“Emang kenapa kalau hamil? Sudah punya suami ini!”



***


Mereka berciuman begitu rupa, lengket seperti ketan, tak peduli angin tak peduli hujan tak peduli badai tak peduli air bah melanda setinggi pohon kelapa. Ratusan ribu balatentara bergerak menyapu desa menyapu kota menyapu negara banjir darah tak terkira mengalir naik turun bukit mengempaskan dukalara kemana-mana. Banjir dari segala banjir menghanyutkan sejuta rumah sejuta sapi sejuta gerobak dan berjuta-juta pengungsi yang berteriak minta tolong dengan sia-sia tak bersuara ketika mega-mega seperti menari-menari melihat orang-orang mengambang menggapai-gapai sia-sia sia-sia sia-sia sia-sia sia-sia melambai-lambai entah untuk apa diatas genting di atas gedung di puncak stupa di puncak gunung air bah tetap melanda.


Mereka masih terus menerus berciuman dengan asyik dengan getol dengan kemesraan terhambur begitu cepat padat seperti kilat berkerjap menggemparkan langit menggemparkan semesta sampai bintang-bintang berjatuhan seperti hujan terhambur menggebu-gebu mendesing-desing seperti roket o hujan meteor tercurah menyapu bumi melewati pasangan berciuman yang tak perduli betapa langit berkedip-kedip seperti mata maha raksasa yang mengerjap-ngerjap dahsyat menggila tiada berhahahihi tak kusangka dia begitu tega menjadi lupa kepada cinta kepada siapa saja yang berjanji di bawah pohon beringin sungsang agar tetap setia sampai mapus tiada tara o ciuman yang dahsyat yang menggelegak berabad-abad dengan bunyi kecipak seekor ikan bersayap yang begitu muncul dari dalam air langsing terbang ke angkasa.




Ciuman yang begitu dahsyat membuat langit merah terbakar dan dari segala sudut patung yang berciuman itu tetap tampak seperti siluet bagaikan matahari ikut berputar bersama mata yang memandangnya ke sribusatu sisi aduhai bayangkanlah sepasang patung berciuman bergerak-gerak patung batu bergerak-gerak bagaikan sepasang insan beneran berciuman dengan bibir-bibir batu yang telah lengket berlumut menjamur jauh melebihi ketan jauh melebihi ketan sungguh-sungguh lengket begitu lengket rekat mereka tak lepas kebas seperti berabad-abad bibir bertemu bibir membatu di tengah hujan meteor yang memusnahkan dinosaurus menghanguskan rimba raya menyisakan pulau-pulau karang berbukit batu dengan fosil sepasang manusia berciuman di dasar lautan pasir yang begitu gersang begitu merangsang menghangatkan badan sehingga ciuman tiada pernah lepas membatu tanpa lipstik di bibir-bibir yang semula terpisah separuh semesta dan saling menabrak seperti halilintar membakar-bakar.


Manusia-manusia purba dari segala penjuru berdatangan membawa pentung rotan pentung kayu pentung batu dan saling meraba pipu meraba rambut meraba mata meraba hidung meraba bibir meski jari tiada steril tak kenal bakteri tak kenal kuman tak kenal bibit penyakit mekantar-kantar o tubruk-menubruk cium-mencium gulat-menggulat bergeliat mengaum meraung harimau loreng harimau kumbang grrrhhh saling mengancam demi ciuman sepanjang sejarah tanpa catatan tanpa buku tanpa perpustakaan yang melarang pasangan berciuman diantara rak-rak memanjang meski huruf-huruf mengosongkan halaman berbaris keluar jalan mencari bukit batu di pulau karang asal bisa berciuman di bawah langit senja yang merah membakar tanpa saksi harapan mata yang saling memandang penuh cinta penuh harapan sebelum akhirnya kelak kecewa dalam pengkhianatan aaarrggghhh!!!!


***


“Berapa lama kita kan berciuman?”

“Sampai kebas.”

“Apa itu kebas?”

“Sampai mati rasa.”

“Berapa lama kita akan berciuman sampai mati rasa?”

“Kenapa emang?”
“Jam berapa gitu aku mesti pulang?”

“Kenapa mesti pulang?”

“Yah,tahu sendirilah.”

“Nggak, aku nggak tahu.”

“Payah, kamu sendiri seorang istri,kan? Apa nggak  pernah pura-puranya mengharap suamimu pulang?"

“Pura-puranya sih selalu.”

“Hahahaha!”

“Hihihihihi!”

“Hehehehe!”

“Hohohoho!”

No comments:

Post a Comment