Tuesday, May 24, 2011

Jogja's Story: Gotta Get Away!

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu. 
Masih seperti dulu.
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna.
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu.
Nikmati bersama suasana Jogja.
(Jogjakarta - KLA Project)


Akhirnya pergi juga saya ke Jogja hari Sabtu kemarin, dengan tiket pesawat yang super duper murah yang saya dapatkan beberapa bulan lalu. Total harga tiket pulang-perginya cuma Rp 150.000. Tiket ini sebetulnya di beli dengan tujuan mengunjungi rekan kerja lama kami, Grace, yang menikah di sana (21/5). Rencana awalnya ada empat orang yang akan berangkat, tapi akhirnya saya cuma pergi berduaan dengan Mbak Nova, supervisor saya di kantor lama. Mantan pacar saya tentu gagal ikutan ke Jogja setelah saya putus dengannya. Mita, juga gak jadi ikutan karena sudah keseringan request cuti sebelumnya dan minggu depan ada pernikahan sepupunya juga, jadi dia memilih untuk gak jadi ikutan. Meski cuma berdua liburan tetap harus terlaksana!

Saya menghubungi salah seorang kenalan saya di Borobudur, Suci, untuk membantu mencarikan penginapan dan menemani saya dan Mba Nova selama berada di Jogja. Sebelumnya penginapan yang sudah saya pesan telanjur dibatalkan, karena sempat berencana menginap di rumah neneknya Mbak Nova di dekat Candi Prambanan, namun mendadak ada perubahan, sehingga saya harus mencari penginapan lain lagi, dan hampir semua penginapan dekat dengan Malioboro yang saya telepon pasti sudah full booked. Suci berhasil mendapatkan kamar untuk saya akhirnya, dengan catatan tempatnya sederhana sekali.

Sabtu sore saya tiba di Jogja dan langsung menuju Wisma Hidayah di Jl. Agus Salim. Posisi penginapan cukup strategis, berdekatan dengan alun-alun utara, kalau mau jalan kaki ke Malioboro juga tidak jauh, sekitar 10 menit Tarif per malamnya hanya Rp 125.000 sudah termasuk AC dan Televisi, cuma memang benar-benar sederhana sekali tempatnya. Karena ini perjalanan backpacker abal-abal, buat saya gak masalah, toh cuma  dipakai untuk numpang mandi dan tidur.

Kira-kira 10 menit setelah kami sampai di penginapan, Suci tiba, tidak lama basa-basi kami langsung  menuju alun-alun utara, Mbak Nova ngidam mau makan Bakmi Pele, tapi begitu sampai di sana pedangangnya baru mau siap-siap menggelar dagangannya. Gagal makan mie akhirnya kami lanjut menuju Malioboro. Namun di perempatan Kantor Pos besar di pusat kota, dekat dengan Bank BNI, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Sebelas Maret, saya dan Mbak Nova berhenti dulu untuk makan bakwan malang di pinggir jalan. Karena saat itu tepat malam minggu suasananya ramai sekali. Daerah ini sepertinya menjadi tempat favorite anak-anak muda Jogja untung malem mingguan. Sepanjang jalan juga ramai dengan pedagang makanan.

Selesai makan di perempatan itu, kami mau mampir ke Benteng Vredeburg namun terlanjur tutup. Akhirnya tujuan dilanjutkan ke jalan Malioboro. Mbak Nova sempat mau cari penginapan lain di daerah Sastrowijayan, kami sempat mampir ke sebuah penginapan di sana, namun pihak hotel belum bisa memberi konfirmasi apakah besok siang bisa ada kamar yang kosong. Kami naik becak bertiga ke alun-alun selatan terus lanjut makan malam di Kopi Joss, dekat Statiun Tugu. Malam itu dihabiskan dengan menelusuri jalan Malioboro dari ujung-ke ujung dan pulang jalan kaki balik ke penginapan.


Jl. Malioboro



The Untold Story:

- Satu hal yang paling saya suka jika liburan ke daerah, terutama Jogja atau Solo, selain udara yang masih bersih adalah keramahan penduduknya masih begitu kental terasa. Mulai dari tukang becak, ibu-ibu yang berjualan di pinggir jalan, sampai petugas Trans Jogja yang tidak jutek seperti di Trans Jakarta. Mereka tidak seperti masyarakat Jakarta kebanyakan yang menjunjung tinggi individualisme.

- Jalanan di sekitar Malioboro saat malam minggu begitu ramai sekali dengan mobil dan motor, tentu juga dengan andong dan becak serta sepeda, bahkan sampai orang yang berjalan di trotoar saja berdesak-desakkan, tapi rasanya hampir-hampir saya tidak mendengar adanya bunyi klakson yang bising sama sekali seperti di Jakarta. Saya membayangkan jika keadaan seramai itu terjadi di Jakarta, mungkin saya memilih tidak keluar rumah sama sekali.

- Malam hari ketika saya jalan kaki pulang menuju penginapan dan melewati kembali perempatan besar di dekat Kantor Pos ada pertunjukan live musik bertajuk "Lupus Warisan Unik". Di perempatan ini katanya sering dijadikan tempat pagelaran seni dan budaya juga.

No comments:

Post a Comment