Perempuan itu terlalu sering berlari sambil menangis. Sebab mimpi-mimpinya lebih sering menjadi puing sebelum hinggap di langit. Atau jika suatu sore ia hanyutkan mimpi itu di perahu, pada sebuah sungai, ia mungkin lebih dulu luruh sebelum bertemu Neptunus.
Tapi ia tak pernah bosan. Menuliskannya lagi dalam selembar kertas, melipatnya dengan rapih, dan menerbangkannya menjelma burung-burung yang terbang menuju surga. Atau juga melarungnya pada sungai yang ia yakin pasti bertemu muara.
Mimpi juga memiliki perjalanan, yang tidak selalu mulus, ia tahu betul itu.Maka ia tak bosan menatap langit sambil berbaring, memohon dan berbicara kepada Tuhan.
“Mimpi kecilku, wujudkanlah, Tuhan, meski lamat-lamat.” bisiknya pada setiap hela.
Jakarta, 13 Mei, 2011
No comments:
Post a Comment