Thursday, July 29, 2010

The Freaky Lord Voldemort

Ini cerita tentang laki-laki yang "aneh" yang biasa saya jumpai hampir setiap pagi saat berangkat kerja. Karena saya gak tahu namanya, saya menyebutnya "Voldemort." Saya gak suka ngeliat mukanya. Aneh dan jahat kelihatannya. Laki-laki itu berbadan tegap, botak, bibirnya pink, bukan pink alami (kayanya pake lipstick atau kaya orang abis minum Fanta terus tersisa warna merah yang gak hilang-hilang di bibirnya). Kepalanya yang bulat plontos bikin saya jijik. Saya memang alergi dari dulu liat orang botak, bisa gatel-gatel dan merinding sendiri. Jadi teringat dosen tamu dari Belanda dulu di kampus. Namanya Arthur, Arthur Verbiest. Saya suka malas diajar dia di kelas, bukan karena apa-apa, tapi saya bisa merinding dan geli sendirian sepanjang kelasnya berlangsung. Dosen ini favorite teman saya, Iboy. Botak tapi ganteng katanya. Gak deh, terima kasih. Ganteng tapi botak, maaf-maaf saja. Meneer Verbiest, het spijt me! Hehe!

Nama si Lordy Voldemort yang satu ini muncul karena dia botak, jadi saya teringat tokoh Voldemort di Film Harry Potter. Biar lebih imut kita panggil saja Lordy Voldy. Oke?

Satu hal yang paling membuat saya gak suka melihat Lordy ini adalah kepalanya. Botak, ya, BOTAK! Kepala si Lordy yang satu ini selalu dibedakin, saya betul-betul jijik liatnya. Saya pikir mungkin dia kena penyakit kutuan yang akut, sampai-sampai harus botakin seluruh kepalanya, tanpa rambut sehelai pun. Mungkin bedak itu juga bedak khusus untuk kutu yang masih bisa hidup di dalam kulit kepalanya. Yang hidup bergerombol di dalam kulitnya, memakan pelan-pelan daging di kepalanya, hingga borokan dan berdarah-darah. Keberadaan kutu-kutu itu mungkin sangat menggangu sehingga dia mencukur rambutnya. Kutu-kutu itu saya bayangkan tinggal didalam bonggol-bonggol di kepalanya yang muncul seperti perpaduan bisul dan kutil, yang jika coba kamu kelupas maka akan berlarian keluar, bergerombol. Seperti halnya kamu menyiramkan sarang semut dengan racun serangga. Gatalnya mungkin sudah tak terkira, sehingga ia terus menggaruk-garuk kepalanya tanpa henti. (Saya merinding sendiri ketika menulis ini, hiii...).

Saya tidak ingat persis kapannya saya mulai bahwa sosok Lordy ini muncul di dalam kehidupan saya. Saya cuma ingat, kalau tidak salah, pagi itu saat saya mau berangkat kerja, saya lihat sosok aneh dan menjijikan ini. Saya naik angkot waktu itu dari dekat rumah sampai terminal Pulo Gadung dan si mahluk ini berada di dalam angkot yang sama. Suara batuknya dia yang mengganggu saya awalnya. Pagi-pagi buta di dalam angkot yang penuh orang kerja dan sepi, karena kebanyakan orang melanjutkan tidurnya di dalam perjalanan, dia berdeham kencang sekali, guncangannya sampai terasa ke Sumatra Barat dan menyebabkan kota padang terkena gempa hari itu, hahahahhaha... (Lebay ya?!). Itu mungkin bukan berdeham, tapi dia batuk-batuk, bayangkan saja seperti orang batuk berdahak yang sudah akut, bunyi lendir di tenggorakannya yang bergemeriak krak..krak..cuiih.. Bagaimana saya tidak mau terusik dengan suara seperti itu. Sepertinya Lordy ini gak peduli. Saya melihat ke arahnya dengan tatapan sinis, sambil melirik ke Ena dengan tatapan yang pasti dia mengerti maksudnya.

Hal yang kemudian membuat saya merasa gak suka dengan Lordy ini, dia selalu membawa dua buah tas kerja, dua dan selalu. Semuanya penuh dan terlihat berat. Saya gak tahu apa yang dia bawa di dalamnya. Bayangkan saja seperti kalian berada di dalam toko yang menjual bed cover, kalian tahu kan bagaimana tempatnya? Di dalam plastik kotak yang menggembung besar dan terlihat berat. Tas si Lordy ini ya seperti itulah. Satunya seperti tas laptop, tapi saya juga punya laptop dan tas nya, sepertinya tidak sepenuh dan seberat itu. Apa mungkin ada CPU komputer yang dia masukan ke dalamnya? Saya rasa tidak. Mungkin juga dia antek-antek Amrozi yang selalu bawa tas besar, yang isinya rakitan bom dan kabel-kabel yang siap diledakan di suatu tempat. Jika tas-tas itu tidak mengusik saya seharusnya bukan menjadi masalah buat saya. Tapi hampir setiap saya berangkat kerja, dan naik angkot yang sama dengan dia, saya memperhatikan tas-tasnya itu yang segede balon mau meletus, salah satunya selalu dia berikan tempat duduk sendiri. Membuat orang lain yang duduk satu deret dengan dia menjadi kesempitan. Harusnya dia bayar angkot satu setengah harga, karena tasnya seharusnya kena charge juga. Saya selalu menghindar duduk satu deret dengan dia apalagi bersebelahan. Yaaaakk....!

Laki-laki ini, si Lordy Voldy... selalu menggunakan baju yang sama. Kemeja biru bergaris-garis. Selalu kemeja itu yang dia pakai setiap saya bertemu dia saat berangkat kerja. Biasanya setiap pagi ketika saya dan Ena hendak berangkat kerja, papa selalu mengantarkan kami ketempat yang paling dekat untuk naik angkot. Karena dari rumah terlalu jauh kalau harus jalan kaki dulu ke pangkalan angkot. Perjalanan dari rumah ke pangkalan angkot itu, saya selalu melihat si Lordy itu berjalan kaki, membawa dua tas yang segede tempat bed cover itu dan kemeja yang selalu sama, sepagi itu selalu sudah basah dengan keringat. Terlihat jelas basahnya di bagian punggung.

Pagi itu, kemarin...
Saya siaaaal sekali. Saya duduk bersebelahan dengan si Lordy Voldy. Tadinya saya sudah mau menunggu angkot yang berikutnya saja, tapi karena sudah kesiangan dari jam berangkat biasanya, saya mau gak mau duduk di sebelahnya. Ena cuma meringgis dari deretan bangku dihadapan saya. Gembel! Sesak rasanya duduk sebelah Lord yang satu ini, tas nya yang segede bed cover itu bikin sesak dan sempit, belum lagi persis disebelah kiri saya ibu-ibu gendut yang langsung tidur nyenyak begitu pantat baru nempel di kursi angkot. Sial! Saya kejepit ditengah-tengah mereka.

Belum lama angkotnya jalan menuju terminal pulo gadung, si Lordy mulai beriak lagi. Maksud saya, riak di tenggorokannya itu. Batuk-batuk yang super heboh. Karena kali ini saya ketiban sial duduk di sebelahnya, saya langsung saya menatap sinis ke arahnya. Dia melihat saya dengan pandangan seperti orang mau ngajak berantem. "Heeh, batuk lo tuh yang heboh! Jorok!" Pengen saja rasanya kalimat itu terucap dari mulut saya. Sepanjang perjalanan saya mencium bau apek dari tubuhnya. Mungkin si Lordy ini udah gak mandi 10 tahun. Amit-amit! Mungkin itu syarat dari dukun peletnya supaya cepet dapat jodoh kali.

Begitu sampai di Pulo Gadung, dia turun dengan terburu-buru (selalu begitu). Saya jadi teringat dulu, saya pernah ingat, dia diteriakin supir angkot gara-gara dia main turun aja dan langsung lempar uangnya dari jendela, karena dia turun di saat lampu lalu lintas sudah hijau. Sudah jelek, botak, gak tau aturan lagi! Balik lagi ke latar saat sudah samapi di Pulo Gadung, dia juga selalu naik busway yang searah dangan saya. Koridor 4 atau 6, dari Pulo Gadung ke arah Dukuh Atas atau Ragunan.

Karena sekarang naik busway sudah ada aturan baru, yaitu naik dipisahkan berdasarkan gender. Yang perempuan dari depan, pintu masuk yang jauh lebih lebar, sementara antrian laki-laki dari belakang dengan pintu masuk yang lebih kecil. Hari itu sudah turun gerimis dari subuh, wajar kalau kondisi jalan di terminal sedikit becek dan penuh genangan air. Si Lordy yang jelek itu jalan tergesa-gesa, kaya orang ketinggalan kereta. Otomatis lah segala cipratan air nempel di celana panjangnya. Saya dari jauh melihatnya saja sudah geli sendiri. Orang aneh!

Begitu sudah di dalam shelter busway, dia langsung duduk dan mengelap-ngelap celana panjangnya dengan punggung lengannya. Dia mengelapnya kencang-kencang dengan gerakan memutar yang aneh. Saya baru lihat ada orang mengelap celana dengan cara begitu. Semua orang di dalam shelter itu memperhatikan si Lordy dengan tatapan yang sama seperti saya. Freak! Dan dia gak peduli sepertinya. Begitu Busway nya datang, seperti biasa orang-orang seperti semut ngerubungin gula, langsung berebutan cari tempat duduk. Seperti biasa juga, saya setiap naik busway pasti selalu bisa dapat tempat duduk. Hehe!

Eeeh... baru saja saya duduk tiba tiba ... dari arah pintu belakang si Lordy Voldy menyerobot dan menabrak-nabrak orang-orang yang sudah berdiri. Jelas, pasti menabrak, dia dan tasnya saja sudah selebar ruang gerak di dalm busway itu. Dia langsung menuju ke arah depan, persis di belakang kursi supir. Biasanya di situ memang ada space kecil yang biasanya kalau kita berdiri di sana, tidak perlu takut tersenggol-senggol penumpang lain. Tapi dengan waktu yang hampir bersamaan juga ada seorang perempuan yang ingin berdiri di sana. Si Lordy terus melempar dua tasnya itu begitu saja kedalam space itu, si perempuan cuma bisa melonggo keheranan.

Saya baru lihat ada orang seperti ini. Saya tidak bermaksud menghakimi dengan tulisan ini, ini hanya pendapat saya pribadi.


Hye Lordy, Jangan kutuk saya dengan Avadakedavra, ok!



Gambar ini saya ambil dari posisi saya duduk. Tidak terlalu jelas memang, soalnya malu kalau ketahuan orang saya mengambil foto si Lordy diam-diam, takut dikira nge-fans.

1 comment: