Ini cerita tentang laki-laki yang "aneh" yang biasa saya jumpai hampir setiap pagi saat berangkat kerja. Karena saya gak tahu namanya, saya menyebutnya "Voldemort." Saya gak suka ngeliat mukanya. Aneh dan jahat kelihatannya. Laki-laki itu berbadan tegap, botak, bibirnya pink, bukan pink alami (kayanya pake lipstick atau kaya orang abis minum Fanta terus tersisa warna merah yang gak hilang-hilang di bibirnya). Kepalanya yang bulat plontos bikin saya jijik. Saya memang alergi dari dulu liat orang botak, bisa gatel-gatel dan merinding sendiri. Jadi teringat dosen tamu dari Belanda dulu di kampus. Namanya Arthur, Arthur Verbiest. Saya suka malas diajar dia di kelas, bukan karena apa-apa, tapi saya bisa merinding dan geli sendirian sepanjang kelasnya berlangsung. Dosen ini favorite teman saya, Iboy. Botak tapi ganteng katanya. Gak deh, terima kasih. Ganteng tapi botak, maaf-maaf saja. Meneer Verbiest, het spijt me! Hehe!
Nama si Lordy Voldemort yang satu ini muncul karena dia botak, jadi saya teringat tokoh Voldemort di Film Harry Potter. Biar lebih imut kita panggil saja Lordy Voldy. Oke?
Satu hal yang paling membuat saya gak suka melihat Lordy ini adalah kepalanya. Botak, ya, BOTAK! Kepala si Lordy yang satu ini selalu dibedakin, saya betul-betul jijik liatnya. Saya pikir mungkin dia kena penyakit kutuan yang akut, sampai-sampai harus botakin seluruh kepalanya, tanpa rambut sehelai pun. Mungkin bedak itu juga bedak khusus untuk kutu yang masih bisa hidup di dalam kulit kepalanya. Yang hidup bergerombol di dalam kulitnya, memakan pelan-pelan daging di kepalanya, hingga borokan dan berdarah-darah. Keberadaan kutu-kutu itu mungkin sangat menggangu sehingga dia mencukur rambutnya. Kutu-kutu itu saya bayangkan tinggal didalam bonggol-bonggol di kepalanya yang muncul seperti perpaduan bisul dan kutil, yang jika coba kamu kelupas maka akan berlarian keluar, bergerombol. Seperti halnya kamu menyiramkan sarang semut dengan racun serangga. Gatalnya mungkin sudah tak terkira, sehingga ia terus menggaruk-garuk kepalanya tanpa henti. (Saya merinding sendiri ketika menulis ini, hiii...).
Saya tidak ingat persis kapannya saya mulai bahwa sosok Lordy ini muncul di dalam kehidupan saya. Saya cuma ingat, kalau tidak salah, pagi itu saat saya mau berangkat kerja, saya lihat sosok aneh dan menjijikan ini. Saya naik angkot waktu itu dari dekat rumah sampai terminal Pulo Gadung dan si mahluk ini berada di dalam angkot yang sama. Suara batuknya dia yang mengganggu saya awalnya. Pagi-pagi buta di dalam angkot yang penuh orang kerja dan sepi, karena kebanyakan orang melanjutkan tidurnya di dalam perjalanan, dia berdeham kencang sekali, guncangannya sampai terasa ke Sumatra Barat dan menyebabkan kota padang terkena gempa hari itu, hahahahhaha... (Lebay ya?!). Itu mungkin bukan berdeham, tapi dia batuk-batuk, bayangkan saja seperti orang batuk berdahak yang sudah akut, bunyi lendir di tenggorakannya yang bergemeriak krak..krak..cuiih.. Bagaimana saya tidak mau terusik dengan suara seperti itu. Sepertinya Lordy ini gak peduli. Saya melihat ke arahnya dengan tatapan sinis, sambil melirik ke Ena dengan tatapan yang pasti dia mengerti maksudnya.
Hal yang kemudian membuat saya merasa gak suka dengan Lordy ini, dia selalu membawa dua buah tas kerja, dua dan selalu. Semuanya penuh dan terlihat berat. Saya gak tahu apa yang dia bawa di dalamnya. Bayangkan saja seperti kalian berada di dalam toko yang menjual bed cover, kalian tahu kan bagaimana tempatnya? Di dalam plastik kotak yang menggembung besar dan terlihat berat. Tas si Lordy ini ya seperti itulah. Satunya seperti tas laptop, tapi saya juga punya laptop dan tas nya, sepertinya tidak sepenuh dan seberat itu. Apa mungkin ada CPU komputer yang dia masukan ke dalamnya? Saya rasa tidak. Mungkin juga dia antek-antek Amrozi yang selalu bawa tas besar, yang isinya rakitan bom dan kabel-kabel yang siap diledakan di suatu tempat. Jika tas-tas itu tidak mengusik saya seharusnya bukan menjadi masalah buat saya. Tapi hampir setiap saya berangkat kerja, dan naik angkot yang sama dengan dia, saya memperhatikan tas-tasnya itu yang segede balon mau meletus, salah satunya selalu dia berikan tempat duduk sendiri. Membuat orang lain yang duduk satu deret dengan dia menjadi kesempitan. Harusnya dia bayar angkot satu setengah harga, karena tasnya seharusnya kena charge juga. Saya selalu menghindar duduk satu deret dengan dia apalagi bersebelahan. Yaaaakk....!
Laki-laki ini, si Lordy Voldy... selalu menggunakan baju yang sama. Kemeja biru bergaris-garis. Selalu kemeja itu yang dia pakai setiap saya bertemu dia saat berangkat kerja. Biasanya setiap pagi ketika saya dan Ena hendak berangkat kerja, papa selalu mengantarkan kami ketempat yang paling dekat untuk naik angkot. Karena dari rumah terlalu jauh kalau harus jalan kaki dulu ke pangkalan angkot. Perjalanan dari rumah ke pangkalan angkot itu, saya selalu melihat si Lordy itu berjalan kaki, membawa dua tas yang segede tempat bed cover itu dan kemeja yang selalu sama, sepagi itu selalu sudah basah dengan keringat. Terlihat jelas basahnya di bagian punggung.
Pagi itu, kemarin...
Saya siaaaal sekali. Saya duduk bersebelahan dengan si Lordy Voldy. Tadinya saya sudah mau menunggu angkot yang berikutnya saja, tapi karena sudah kesiangan dari jam berangkat biasanya, saya mau gak mau duduk di sebelahnya. Ena cuma meringgis dari deretan bangku dihadapan saya. Gembel! Sesak rasanya duduk sebelah Lord yang satu ini, tas nya yang segede bed cover itu bikin sesak dan sempit, belum lagi persis disebelah kiri saya ibu-ibu gendut yang langsung tidur nyenyak begitu pantat baru nempel di kursi angkot. Sial! Saya kejepit ditengah-tengah mereka.
Belum lama angkotnya jalan menuju terminal pulo gadung, si Lordy mulai beriak lagi. Maksud saya, riak di tenggorokannya itu. Batuk-batuk yang super heboh. Karena kali ini saya ketiban sial duduk di sebelahnya, saya langsung saya menatap sinis ke arahnya. Dia melihat saya dengan pandangan seperti orang mau ngajak berantem. "Heeh, batuk lo tuh yang heboh! Jorok!" Pengen saja rasanya kalimat itu terucap dari mulut saya. Sepanjang perjalanan saya mencium bau apek dari tubuhnya. Mungkin si Lordy ini udah gak mandi 10 tahun. Amit-amit! Mungkin itu syarat dari dukun peletnya supaya cepet dapat jodoh kali.
Begitu sampai di Pulo Gadung, dia turun dengan terburu-buru (selalu begitu). Saya jadi teringat dulu, saya pernah ingat, dia diteriakin supir angkot gara-gara dia main turun aja dan langsung lempar uangnya dari jendela, karena dia turun di saat lampu lalu lintas sudah hijau. Sudah jelek, botak, gak tau aturan lagi! Balik lagi ke latar saat sudah samapi di Pulo Gadung, dia juga selalu naik busway yang searah dangan saya. Koridor 4 atau 6, dari Pulo Gadung ke arah Dukuh Atas atau Ragunan.
Karena sekarang naik busway sudah ada aturan baru, yaitu naik dipisahkan berdasarkan gender. Yang perempuan dari depan, pintu masuk yang jauh lebih lebar, sementara antrian laki-laki dari belakang dengan pintu masuk yang lebih kecil. Hari itu sudah turun gerimis dari subuh, wajar kalau kondisi jalan di terminal sedikit becek dan penuh genangan air. Si Lordy yang jelek itu jalan tergesa-gesa, kaya orang ketinggalan kereta. Otomatis lah segala cipratan air nempel di celana panjangnya. Saya dari jauh melihatnya saja sudah geli sendiri. Orang aneh!
Begitu sudah di dalam shelter busway, dia langsung duduk dan mengelap-ngelap celana panjangnya dengan punggung lengannya. Dia mengelapnya kencang-kencang dengan gerakan memutar yang aneh. Saya baru lihat ada orang mengelap celana dengan cara begitu. Semua orang di dalam shelter itu memperhatikan si Lordy dengan tatapan yang sama seperti saya. Freak! Dan dia gak peduli sepertinya. Begitu Busway nya datang, seperti biasa orang-orang seperti semut ngerubungin gula, langsung berebutan cari tempat duduk. Seperti biasa juga, saya setiap naik busway pasti selalu bisa dapat tempat duduk. Hehe!
Eeeh... baru saja saya duduk tiba tiba ... dari arah pintu belakang si Lordy Voldy menyerobot dan menabrak-nabrak orang-orang yang sudah berdiri. Jelas, pasti menabrak, dia dan tasnya saja sudah selebar ruang gerak di dalm busway itu. Dia langsung menuju ke arah depan, persis di belakang kursi supir. Biasanya di situ memang ada space kecil yang biasanya kalau kita berdiri di sana, tidak perlu takut tersenggol-senggol penumpang lain. Tapi dengan waktu yang hampir bersamaan juga ada seorang perempuan yang ingin berdiri di sana. Si Lordy terus melempar dua tasnya itu begitu saja kedalam space itu, si perempuan cuma bisa melonggo keheranan.
Saya baru lihat ada orang seperti ini. Saya tidak bermaksud menghakimi dengan tulisan ini, ini hanya pendapat saya pribadi.
Hye Lordy, Jangan kutuk saya dengan Avadakedavra, ok!
Gambar ini saya ambil dari posisi saya duduk. Tidak terlalu jelas memang, soalnya malu kalau ketahuan orang saya mengambil foto si Lordy diam-diam, takut dikira nge-fans.
ketika awan mendung, aku akan berlari keluar, bertelanjang kaki dan menari bersama rinai hujan. Dalam basah akan kutemukan inspirasi, maka pada kata-kata ini kukristalkan dingin kisahnya
Thursday, July 29, 2010
Here it is...
Saya sebelumnya pernah menuliskan tentang meja kerja saya di kantor yang baru. Saat itu saya menulis tanpa memberikan gambar, karena saya kira gambarnya hilang. I founded it, yesterday!!!
So, please welcome...
Meja Bantar Gebang, kondisi meja kerja saya di hari pertama masuk. Warisan dari seseorang sebelumnya, hehehe
Dan ini meja yang sekarang saya tempati...
Saya mengambilnya benar-benar pada saat baru tiba di kantor lho.. hehehe
So, please welcome...
Meja Bantar Gebang, kondisi meja kerja saya di hari pertama masuk. Warisan dari seseorang sebelumnya, hehehe
Dan ini meja yang sekarang saya tempati...
Saya mengambilnya benar-benar pada saat baru tiba di kantor lho.. hehehe
Wednesday, July 28, 2010
Saya Muak!
Saya Muak!!!
Saya muak kepada kamu yang selalu cemburuan.
Saya muak ditanya-tanya terus mengenai hal yang itu-itu lagi.
Saya muak menjelaskan kepada kamu, sebab apa yang saya jelaskan tak ada guna. Kamu hanya memandang saya dengan tatapan mencemooh dan tidak percaya.
Ya sudahlah.
Saya muak mendengar kamu terus bertanya-tanya.
Dengan alasan apa pun yang kamu buat. Saya terlanjur kecewa, terlanjur marah.
Tidak perlu berbasa-basi lagi dengan saya.
Saya tidak butuh orang seperti kamu!
Saya tidak butuh orang pencemburu, pencuriga dan egois seperti kamu untuk mendampingi saya.
Karena saya butuh seseorang yang bisa menemani saya sampai mati. Dan saya tak mau terus-terusan pula muak sampai mati.
Kamu, pergi saja sana jika tak percaya saya!
Saya tidak ingin dihubungi.
Saya muak kepada kamu yang selalu cemburuan.
Saya muak ditanya-tanya terus mengenai hal yang itu-itu lagi.
Saya muak menjelaskan kepada kamu, sebab apa yang saya jelaskan tak ada guna. Kamu hanya memandang saya dengan tatapan mencemooh dan tidak percaya.
Ya sudahlah.
Saya muak mendengar kamu terus bertanya-tanya.
Dengan alasan apa pun yang kamu buat. Saya terlanjur kecewa, terlanjur marah.
Tidak perlu berbasa-basi lagi dengan saya.
Saya tidak butuh orang seperti kamu!
Saya tidak butuh orang pencemburu, pencuriga dan egois seperti kamu untuk mendampingi saya.
Karena saya butuh seseorang yang bisa menemani saya sampai mati. Dan saya tak mau terus-terusan pula muak sampai mati.
Kamu, pergi saja sana jika tak percaya saya!
Saya tidak ingin dihubungi.
Monday, July 26, 2010
Monolog 1
Dialog 1
July 24, 2010
"jangan memaksa lagi kita nyata. nanti ada yang terluka. biarkan kita maya. jangan tanya mengapa."
"kau terlalu cemas."
"aku memang cemas."
"singkirkan lah!"
"dadaku nyeri memikirkan kamu. dalam dimensiku yang nyata, yang tak ada kamu, bahkan aku mengingatmu. bagaimana aku tak cemas?"
"aku suka kamu. aku tak tahu mengapa sekarang sering kangen kamu."
"sudahlah! jangan lanjutkan lagi. aku takut."
"jika aku memang pisau, tapi berjarak. bagaimana melukaimu?"
"bagaimana kau tahu aku tidak terluka? aku takut. takut mengaku kalau aku juga kangen kamu."
"mengapa?"
"aku tidak ingin dada ini nyeri saat bersamamu. tidak ingin getaran ini menjelma rasa takut."
"bernafaslah dengan lega, seperti biasa. jika kau cemas, aku juga cemas."
"tenanglah! akan kusingkirkan."
"Alhamdulillah."
"kau bersyukur?"
"ya, jika kau tidak cemas lagi."
"tetaplah seperti biasa, ya! tempat nyaman aku bercerita. jika aku berlari kepadamu, tangkap aku dengan pelukmu yang biasa, yang memberi rasa lega."
"jangan memaksa lagi kita nyata. nanti ada yang terluka. biarkan kita maya. jangan tanya mengapa."
"kau terlalu cemas."
"aku memang cemas."
"singkirkan lah!"
"dadaku nyeri memikirkan kamu. dalam dimensiku yang nyata, yang tak ada kamu, bahkan aku mengingatmu. bagaimana aku tak cemas?"
"aku suka kamu. aku tak tahu mengapa sekarang sering kangen kamu."
"sudahlah! jangan lanjutkan lagi. aku takut."
"jika aku memang pisau, tapi berjarak. bagaimana melukaimu?"
"bagaimana kau tahu aku tidak terluka? aku takut. takut mengaku kalau aku juga kangen kamu."
"mengapa?"
"aku tidak ingin dada ini nyeri saat bersamamu. tidak ingin getaran ini menjelma rasa takut."
"bernafaslah dengan lega, seperti biasa. jika kau cemas, aku juga cemas."
"tenanglah! akan kusingkirkan."
"Alhamdulillah."
"kau bersyukur?"
"ya, jika kau tidak cemas lagi."
"tetaplah seperti biasa, ya! tempat nyaman aku bercerita. jika aku berlari kepadamu, tangkap aku dengan pelukmu yang biasa, yang memberi rasa lega."
Sajak Kamar Mandi
Selalu begitu
Kubuka pintu itu, yang berlantai basah dan dingin.
Kata-kata bilang "Selamat datang, siap-siap aku menyerang!"
Sementara aku tak bawa kertas atau telepon genggam yang ada notesnya untuk mencatat.
Tapi kata-kata tak mau menunggu.
Datang untuk khayalan-khayalan yang ini dan itu.
Dan selalu begitu.
Saat kublang "Tunggu dulu!"
Kata-kata berlalu.
Selamat tinggal, kau kehilangan.
Sial!
Siapa sih yang mengetuk pintu?
Kubuka pintu itu, yang berlantai basah dan dingin.
Kata-kata bilang "Selamat datang, siap-siap aku menyerang!"
Sementara aku tak bawa kertas atau telepon genggam yang ada notesnya untuk mencatat.
Tapi kata-kata tak mau menunggu.
Datang untuk khayalan-khayalan yang ini dan itu.
Dan selalu begitu.
Saat kublang "Tunggu dulu!"
Kata-kata berlalu.
Selamat tinggal, kau kehilangan.
Sial!
Siapa sih yang mengetuk pintu?
Saturday, July 24, 2010
Hilang Arah
Aku di titik sesat
Aku buta
Aku tak tau arah
Aku tak tahu harus kemana melangkah
Aku bimbang
Aku tak tahu apa yang kutuju
Aku tak tahu apa yang kutunggu
Aku kosong
Aku hampa
Dilema
Hidupku, cintaku, mimpiku
Aku tak tahu
Apa yang aku mau
Sebenarnya
Aku di titik ragu
Dimana aku tidak bergerak kemana-mana
Aku hanya berfikir tapi takut melangkah
Dan aku tak tahu mau kemana
Aku di titik nol
Bosan, jemu
Aku kosong
Aku hampa
Aku hilang arah
July 23, 2010
Apa Aku Tidak Cantik, Ya?
Pagi ini di kamar mandi, kutemukan;
Lulur Bali yang mungkin bisa membuat kulit halus dan ayu seperti perempuan-perempuan Bali.
Shampoo dan conditioner Dove, yang mungkin bisa mencegah rambut rontok.
Sabun cair Citra, yang membuat kulit wangi, halus dan lembut, katanya.
Loreal Re-nutrition dengan royal jelly, membantu menghaluskan dan mengilaukan rambut anda.
Lulur Kocok Ratu Mas Mustika Ratu, menghaluskan kulit biar kaya puteri keraton.
Body crub extract zaitun, membantu mengangkat sel-sel kulit mati, biar kulit mulus kaya ratu-ratu Mesir.
Pond's Oil Control Facial Foam, yang mencegah kulit berminyak.
Setelah mandi, di dalam kamar, kutemukan;
Rudy Hadisuwarno Hair Spray dengan ekstrak gingseng, biar rambut tetap kuat dan mudah ditata.
Pond's Flawless White, menghilangkan noda hitam dan membantu mencerahkan kulit anda hanya dalam 7 hari. Padahal aku sudah pakai berbulan-bulan.
Berbotol-botol minyak wangi, Bath & Body, yang harum dan segar.
Rexona Clean Shower, mencegah bau badan dan memberikan kesegaran sepanjang hari seperti habis mandi.
Dove serum Hair Fall Theraphy, mengurangi rambut rontok dan mencegah kerusakan.
Bedak Myabelline Perfect Matte, yang katanya mampu mencegah kulit berminyak, yang tahan hingga 8 jam.
Berbotol-botol Nail polis Face Shop dan Wild & Crazy berbagai warna, mempercantik kuku kaki dan tangan anda.
Berpalet-palet pemulas mata berbagai merk dan warna.
Lebih dari 5 warna lipstick berbeda, dari Oriflame dan Maybelline, dengan kandungan air lebih banyak, hingga menjaga kelembutan bibir anda.
Mascara Maybelline volume Express, melentikan bulu mata anda 5x lipat, katanya.
Revlon Blush On, yang mencerahkan pipi anda agar merah bersemu.
Apa aku tidak cantik, ya?
Padahal kata sang pacar, "Baumu saat bangun tidur saja itu sudah paling ngangenni aku."
Lalu, kenapa peralatan lenongku banyak sekali???
Lulur Bali yang mungkin bisa membuat kulit halus dan ayu seperti perempuan-perempuan Bali.
Shampoo dan conditioner Dove, yang mungkin bisa mencegah rambut rontok.
Sabun cair Citra, yang membuat kulit wangi, halus dan lembut, katanya.
Loreal Re-nutrition dengan royal jelly, membantu menghaluskan dan mengilaukan rambut anda.
Lulur Kocok Ratu Mas Mustika Ratu, menghaluskan kulit biar kaya puteri keraton.
Body crub extract zaitun, membantu mengangkat sel-sel kulit mati, biar kulit mulus kaya ratu-ratu Mesir.
Pond's Oil Control Facial Foam, yang mencegah kulit berminyak.
Setelah mandi, di dalam kamar, kutemukan;
Rudy Hadisuwarno Hair Spray dengan ekstrak gingseng, biar rambut tetap kuat dan mudah ditata.
Pond's Flawless White, menghilangkan noda hitam dan membantu mencerahkan kulit anda hanya dalam 7 hari. Padahal aku sudah pakai berbulan-bulan.
Berbotol-botol minyak wangi, Bath & Body, yang harum dan segar.
Rexona Clean Shower, mencegah bau badan dan memberikan kesegaran sepanjang hari seperti habis mandi.
Dove serum Hair Fall Theraphy, mengurangi rambut rontok dan mencegah kerusakan.
Bedak Myabelline Perfect Matte, yang katanya mampu mencegah kulit berminyak, yang tahan hingga 8 jam.
Berbotol-botol Nail polis Face Shop dan Wild & Crazy berbagai warna, mempercantik kuku kaki dan tangan anda.
Berpalet-palet pemulas mata berbagai merk dan warna.
Lebih dari 5 warna lipstick berbeda, dari Oriflame dan Maybelline, dengan kandungan air lebih banyak, hingga menjaga kelembutan bibir anda.
Mascara Maybelline volume Express, melentikan bulu mata anda 5x lipat, katanya.
Revlon Blush On, yang mencerahkan pipi anda agar merah bersemu.
Apa aku tidak cantik, ya?
Padahal kata sang pacar, "Baumu saat bangun tidur saja itu sudah paling ngangenni aku."
Lalu, kenapa peralatan lenongku banyak sekali???
Penebusan Dosa
Pagi ini aku terbangun. Ada rak buku di depan kasurku.
Penuh. Berjejer-jejer penuh debu.
Seketika aku merasa penuh dosa.
Aku berdoa:
Tuhan, ampunilah dosa-dosaku. Dosa terhadap buku, yang tak tersentuh, yang tak terbaca, karena alasan tak ada waktu.
Tuhan, maafkan aku. Jika kuhiraukan rak buku itu, diselimuti debu.
Padahal setiap hari, setiap waktu selalu dapat kusinggahi.
Tuhan, ampunkan lah dosa-dosaku. Sebab membeli buku, namun selepas itu aku hanya berlalu.
Rak buku ku...
Maafkan ya, membiarkanmu penuh, dengan debu. Tak tersentuh kulitmu dengan jari-jariku. Tak sempat ku memaknai arti dirimu.
Pagi ini aku terbangun. Ada rak buku di depan kasurku. Penuh. Beberapa masih tersampul, belum terjamah maknanya.
Kupandangi lekat-lekat rak buku itu. Ada buku yang hampir dua tahun lalu kubeli, namun sampul plastiknya saja masih rapih.
Bagaimana bisa?
Pagi ini aku terbangun.
Ada rak buku di depan kasurku.
Aku merasa berdosa, seketika.
Tuhan, ampunilah dosa-dosaku!
"Aku mandi dulu, hari ini untuk Clara Ng saja dulu. Yang lain, aku janji, akan menyusul."
Saya Ingin kuliah Lagi!
Saya ingin kuliah lagi!
Saya kangen menulis.
Saya kangen membaca.
Saya kangen dipaksa membuat makalah, yang memaksa otak saya untuk tetap bekerja.
Saya kangen berpapasan dengan para orang-orang hebat itu-penulis, sastrawan, pemain teater- di koridor-koridor kampus seperti dulu.
Saya kangen berdebat dengan orang-orang hebat.
Saya kangen melongo duduk di kelas mendengar cerita-cerita dosen tercinta.
Saya kangen untuk tetap membaca sastra.
Saya kangen pergi ke Depok, melewati jalanan kober.
Saya kangen makan di Kansas sambil memandang beberapa penyair duduk di sana.
Saya kangen Teater Daun, ketika semua pemula dan tetua bermain peran di sana.
Saya kangen jurusan di Gedung 2, bertemu dosen, curhat berbagi cerita dan mendengar pengalaman mereka.
Saya kangen Auditorium Gedung 9.
Saya kangen menonton pertunjukan teater, puisi, nyanyi dan tari.
Saya kangen acara Reboan dulu, terkagum-kagum pada mereka yang saling melontar kata membahas hasil karya.
Saya kangen duduk seharian di depan komputer, berfikir, mencari kata.
Saya ingin kuliah lagi!
Saya tidak ingin lupa sastra.
Saya tidak ingin lupa kata-kata.
Saya tidak ingin lupa dimana meletakan titik dan koma.
Saya tidak ingin berhenti berfikir, bekerja, dan berkarya.
Saya tidak ingin lupa bagaimana cara membaca.
Saya ingin kuliah lagi!
Saya kangen menulis.
Saya kangen membaca.
Saya kangen dipaksa membuat makalah, yang memaksa otak saya untuk tetap bekerja.
Saya kangen berpapasan dengan para orang-orang hebat itu-penulis, sastrawan, pemain teater- di koridor-koridor kampus seperti dulu.
Saya kangen berdebat dengan orang-orang hebat.
Saya kangen melongo duduk di kelas mendengar cerita-cerita dosen tercinta.
Saya kangen untuk tetap membaca sastra.
Saya kangen pergi ke Depok, melewati jalanan kober.
Saya kangen makan di Kansas sambil memandang beberapa penyair duduk di sana.
Saya kangen Teater Daun, ketika semua pemula dan tetua bermain peran di sana.
Saya kangen jurusan di Gedung 2, bertemu dosen, curhat berbagi cerita dan mendengar pengalaman mereka.
Saya kangen Auditorium Gedung 9.
Saya kangen menonton pertunjukan teater, puisi, nyanyi dan tari.
Saya kangen acara Reboan dulu, terkagum-kagum pada mereka yang saling melontar kata membahas hasil karya.
Saya kangen duduk seharian di depan komputer, berfikir, mencari kata.
Saya ingin kuliah lagi!
Saya tidak ingin lupa sastra.
Saya tidak ingin lupa kata-kata.
Saya tidak ingin lupa dimana meletakan titik dan koma.
Saya tidak ingin berhenti berfikir, bekerja, dan berkarya.
Saya tidak ingin lupa bagaimana cara membaca.
Saya ingin kuliah lagi!
240710
Kita jangan bertatap muka ya.
Aku takut.
Kita buat janji saja.
Tunggu di persimpangan, di ujung jalan itu.
Kalau kau lebih dulu menemui punggungku, lihat saja, jangan memanggil.
Begitu juga aku.
ketika aku melihat punggungmu, maka hanya akan kutatap tanpa mendekat.
Kita sudah bertemu.
Kau dan aku tahu, kita ada.
10 Buku Puisi
Aku habis dari toko buku hari ini.
Di dalam tas plastik yang kubawa ada 10 buku puisi.
Puisi tentang cinta
Puisi tentang negara
Puisi tentang alam
Puisi tentang perjuangan
Puisi tentang Tuhan
Puisi tentang kehidupan
Puisi "sastra wangi"
Puisi perlawanan
Puisi humor jenaka
Puisi "sastra lekra"
Sebab kata dosenku, bagaimana kamu menulis puisi, bagaimana kamu mengerti puisi, jika membacanya saja kamu memilah.
Thursday, July 22, 2010
Kritis
rasaku di ambang batas.
aku bimbang.
aku ragu terhadap rasa.
aku letih dengan kamu.
menghadapi kamu yang selalu begitu.
aku tak mau.
rasaku hampir mati jika kita terus-terusan begini.
mungkin terbesit aku tak sanggup lagi.
aku keras kepala, engkau juga.
kau ingin selalu memegang erat, sementara aku pemberontak.
"jangan pegang aku, sayang, aku tidak ingin digenggam. lepas saja, biarkan. bimbing aku dari dekat, itu saja. jika aku salah arah, tarik sedikit, tunjkan kembali jalannya."
aku kritis. dadaku sesak. pikiranku mumet hanya memikirkan kamu melulu.
aku bimbang. aku ragu. aku takut.
aku tidak berani ngaku bahwa sepertinya cinta kita di ujung tanduk.
ak ingin berteriak.
aku ingin menangis.
tidak, tidak ingin menagis.
aku hanya sesak.
aku hanya hampa.
menangis, aku sudah letih, bosan.
sayang, mampukah aku bertahan? atau aku harus melepaskan. aku tidak mau taruhan. taruhan dengan masa depan, dengan kehidupan.
cinta ini perjuangan. hubungan kita sudah kau tahu kan sejak dulu, berat sekali perjuangannya. aku bertahan. aku menahan makian dari belakang. aku tahan malu dari hinaan. kau tak perlu tahu, aku memang rahasiakan. sebab aku hanya ingin berjalan dengan kamu saat itu.
tapi sekarang?
aku kritis. kita kritis.
aku tak sanggup lagi. ini bukan yang aku mau.
badanku lunglai tak napsu makan, memikirkan kamu.
nadiku lemah, darah tak mengalir, memikirkan kamu.
otakku letih, penuh debat, memikirkan kamu.
dadaku sesak, jantung tak berdetak, memikirkan kamu.
mataku kosong, hilang harapan, memikirkan kamu.
kenapa aku memikirkan kamu ya? aku ingin aku memikirkan aku. aku ingin aku bahagia, aku ingin lepas, aku ingin tiada lagi rasa sesak dan terus berdebat.
kita memang berbeda, sayang. tapi berbeda namun menghormati itu yang benar.
kita beda paham namun saling mengerti itu yang seharusnya.
kita berdebat beda pandangan tapi saling mengalah, itu lebih baik.
kita egois tapi tak memaksa kehendak, itu menghargai.
kita beda jalan tapi satu tujuan, harusnya bisa membawa kita pada tempat yang sama.
tapi kau terlanjur kritis. aku ragu.
takut padamu.
aku merenung.
aku sadari rasa ini pudar perlahan.
aku kritis.
aku hampa.
Sayang, aku ingin sendiri.
PS: Mampukah kau pupuk kembali rasaku, agar aku tak ragu?
aku bimbang.
aku ragu terhadap rasa.
aku letih dengan kamu.
menghadapi kamu yang selalu begitu.
aku tak mau.
rasaku hampir mati jika kita terus-terusan begini.
mungkin terbesit aku tak sanggup lagi.
aku keras kepala, engkau juga.
kau ingin selalu memegang erat, sementara aku pemberontak.
"jangan pegang aku, sayang, aku tidak ingin digenggam. lepas saja, biarkan. bimbing aku dari dekat, itu saja. jika aku salah arah, tarik sedikit, tunjkan kembali jalannya."
aku kritis. dadaku sesak. pikiranku mumet hanya memikirkan kamu melulu.
aku bimbang. aku ragu. aku takut.
aku tidak berani ngaku bahwa sepertinya cinta kita di ujung tanduk.
ak ingin berteriak.
aku ingin menangis.
tidak, tidak ingin menagis.
aku hanya sesak.
aku hanya hampa.
menangis, aku sudah letih, bosan.
sayang, mampukah aku bertahan? atau aku harus melepaskan. aku tidak mau taruhan. taruhan dengan masa depan, dengan kehidupan.
cinta ini perjuangan. hubungan kita sudah kau tahu kan sejak dulu, berat sekali perjuangannya. aku bertahan. aku menahan makian dari belakang. aku tahan malu dari hinaan. kau tak perlu tahu, aku memang rahasiakan. sebab aku hanya ingin berjalan dengan kamu saat itu.
tapi sekarang?
aku kritis. kita kritis.
aku tak sanggup lagi. ini bukan yang aku mau.
badanku lunglai tak napsu makan, memikirkan kamu.
nadiku lemah, darah tak mengalir, memikirkan kamu.
otakku letih, penuh debat, memikirkan kamu.
dadaku sesak, jantung tak berdetak, memikirkan kamu.
mataku kosong, hilang harapan, memikirkan kamu.
kenapa aku memikirkan kamu ya? aku ingin aku memikirkan aku. aku ingin aku bahagia, aku ingin lepas, aku ingin tiada lagi rasa sesak dan terus berdebat.
kita memang berbeda, sayang. tapi berbeda namun menghormati itu yang benar.
kita beda paham namun saling mengerti itu yang seharusnya.
kita berdebat beda pandangan tapi saling mengalah, itu lebih baik.
kita egois tapi tak memaksa kehendak, itu menghargai.
kita beda jalan tapi satu tujuan, harusnya bisa membawa kita pada tempat yang sama.
tapi kau terlanjur kritis. aku ragu.
takut padamu.
aku merenung.
aku sadari rasa ini pudar perlahan.
aku kritis.
aku hampa.
Sayang, aku ingin sendiri.
PS: Mampukah kau pupuk kembali rasaku, agar aku tak ragu?
Saya Berikan Kamu Rasa Yang Nyata (Nanti, Lihat Saja!)
Seandainya kamu tahu betapa berusahanya saya mencintaimu.
Seandainya kamu tahu betapa besarnya daya juang saya untuk bertahan bersama kamu.
Seandainya kamu tahu betapa sulitnya saya menjaga rasa.
Namun kamu tak ubahnya batu yang terus menempa dengan curiga, rasa tak percaya. Kamu khawatir sendiri, kamu menyiksa diri sendiri.
Saya tidak ada guna menjawab pertanyaan yang harus memberikan "iya" yang dipaksa.
Saya percuma menjelaskan dengan segala upaya jika yang ada di otakmu hanya curiga.
Saya tak kuasa.
Saya marah!
Terhadap kamu. Saya kecewa sebab selalu dicecar curiga.
Kamu yang cemburu buta!
Tolong, percaya saya setia dan menjaga rasa untuk kita.
Tapi jika kamu terus-terusan curiga dan cemburu, tak ada percaya, masa rasakan saja sendiri!
Saya setia tapi kamu tak percaya.
Saya menjaga rasa tapi kamu curiga.
Kamu tahu sakitnya dituduhi begitu?
Begini saja...
Karena saya setia tapi kamu tak percaya.
Saya berikan saja kamu rasa yang betul-betul nyata.
Saya tak akan setiai kamu!
Jangan salahkan saya ya, kamu yang minta.
Saya menjaga setia saja tapi kamu ribut terus merasa didua.
Saya berikan contoh yang nyata nanti.
Tunggu saja!
Biar kamu tahu nanti seperti apa rasanya yang betul-betul dikhianati.
Saat itu kamu boleh sebut saya, pengkhianat!
Rahasia
Mau kubagi sebuah rahasia yang tidak akan pernah kukatakan kepada orang lain. hanya kepadamu rahasia ini pun kubagi. Karena aku percaya, engkau juga akan merahasiakannya, sehingga menjadi rahasia kita.
Nanti, suatu saat, ketika kau marah, tau jemu, ingatlah rahasia ini. Nnati, ketika aku telah tak ada lagi, juga kenanglah rahasia ini. Tapi, meski aku telah tak ada, jangan pernah katakan pada orang lain. Saat itu, biarlah rahasia itu hanya jadi milikmu.
Rahasia ini belum lama kusimpan tapi sungguh semakin lamu kusimpan, aku merasa rahasia itu memakan diriku, menciderai fisik dan mentalk. Karena itu, rahasia ini harus kubagi padamu, biar aku tetap dapat imbang di dalam menjalani kehidupan. Biar rahasia itu memiliki dua tuan. Dan malam ini kukira waktu yang teapt untuk membuka rahasia itu. Tolong, meski bagimu ini bukan hal yang berharga, dan akan membuatmu tertawa, tapi tetap rahasia kan ya? Dan simpan saja, jangan kita jadikan percakapan. Sehabis aku katakan, kau dengar, jangan catat. Karena kalau engkau catat, nanti ada bukti, dan rahasia itu bisa saja diketahui orang lain. Mau?
Baiklah, ini rahasia itu:
...
Aku janji tidak akan catat rahasia itu. Biar tak ada bukti, biar tak ada orang lain yang tahu.
Tuesday, July 20, 2010
Cerita Pendek Untuk Iboy
Beberapa hari yang lalu saya chatting sama seorang temen kuliah dulu, Iboy namanya. Iboy sekarang kerja jadi wartawan di salah satu media online. Saya sering banget ngiri sama Iboy, dia bisa kerja sebagai wartwan. Beruntung banget!
Obrolan sore lalu itu dimulai saat Iboy tanya apa saya sudah selesai baca Paulo Coelho, karena seharian itu status YM saya bertuliskan "DND-It's time to read, today is for Paulo Coelho." Namun sore hari itu saat saya rehat sebentar dari membaca buku itu, saya ganti status YM dengan tulisan "Let's chat, anyone?"
Dan Iboy orang pertama yang menegur saya di sana.
Obrolan kami berlanjut tentang keinginan saya (lagi-lagi) untuk jadi penulis. Kemudian entah kenapa iboy menanyakan alamat blog saya, dia bilang dia mau follow. Pembicaraan sempat terhenti sebentar, saya tau Iboy pasti lagi buka blog saya.
Gak lama setelah itu dia cuma bilang wow wow aja, anjrit anjritan sendiri. (lebaaaayyy deh booy) :D
Saya selalu senang setiap ada yang baca tulisanku, kemudian mengomentari, atau memuji, apa sajalah. Dulu saya pernah meraskan juga kok dimaki-maki oleh penulis besar karena tulisan saya. Yang ini adanya di Facebook, tapi makian dari seseorang itu sudah tidak bisa dilihat lagi, karena sudah dihapus, bukan oleh saya lho. Saya juga gak tau siapa yang hapus persisnya, orang yang memaki saya atau dosen saya yang punya Facebooknya itu. Kalau mau baca lebih lengkapnya silahkan baca tulisan saya yang berjudul "Kepada Saut Situmorang"
Tapi kali ini saya mau bicarakan tentang Iboy. Iboy orangnya selalu riang, easy going, cuek, dan selalu telaaaattt (hehehehe,, maaf ya boy). Iboy juga senang nulis, saya suka baca tulisan-tulisan Iboy di blognya, blak-blakan, dan kalau penilaian saya pribadi, Iboy bukan orang yang malu kalau bikin salah, justru dari salahnya itu dia belajar lebih. Iboy masih sering nulis di blog pakai bahasa Belanda, dan kalau grammarnya salah dia ga pusing mikirin yang penting dia nulis. Saya salut! Saya mungkin udah ga bisa lagi kalau disuruh bikin cerita dalam bahasa belanda (maaf ya, ini bukan kuliah schrijven lagi,hehe.. )
Esok harinya setelah obrolan saya dan Iboy sore itu, saya buka blog lagi dan ada tulisan terbaru dari Iboy. Saya langsung buka dan baca tulisannya. Saya baca sambil senyum-senyum dan ketawa-ketawa sendiri. Iboy ngomongin saya di dalam tulisannya yang berjudul "You Have Your Own Style, Kiky!"
Pesan saya untuk Iboy:
Iboy, kita kan sama-sama senang nulis. Bersyukur bangetlo bisa punya pekerjaan yang mewajibkan lo untuk menulis hampir setiap hari. Sementara, gw rasa lo tau betapa kepinginnya gw untuk bekerja dibidang yang seperti lo tekuni sekarang. Seperti yang lo bilang sendiri kan, boy, tiap orang punya gaya penulisan masing-masing. Tetap bangga lah dengan penulisan lo, hanya saja terus belajar dan seperti kata bokap lo bilang JANGAN MALAS BACA!!!
Lo ga usah ngiri gak bisa menulis puitis kaya yang gw tulis, gw sendiri seneng baca tulisan lo kok, boy. Raditya Dika versi cewe kan?! hehe...
Gw pun belum apa-apa, Boy, masih mualaf menulis. Jadi kita tetap belajar terus ya! Gw yakin seorang Iboy pun pasti menghasilkan tulisan-tulisan bagus dengan kekhasannya sendiri. :)
Obrolan sore lalu itu dimulai saat Iboy tanya apa saya sudah selesai baca Paulo Coelho, karena seharian itu status YM saya bertuliskan "DND-It's time to read, today is for Paulo Coelho." Namun sore hari itu saat saya rehat sebentar dari membaca buku itu, saya ganti status YM dengan tulisan "Let's chat, anyone?"
Dan Iboy orang pertama yang menegur saya di sana.
Obrolan kami berlanjut tentang keinginan saya (lagi-lagi) untuk jadi penulis. Kemudian entah kenapa iboy menanyakan alamat blog saya, dia bilang dia mau follow. Pembicaraan sempat terhenti sebentar, saya tau Iboy pasti lagi buka blog saya.
Gak lama setelah itu dia cuma bilang wow wow aja, anjrit anjritan sendiri. (lebaaaayyy deh booy) :D
Saya selalu senang setiap ada yang baca tulisanku, kemudian mengomentari, atau memuji, apa sajalah. Dulu saya pernah meraskan juga kok dimaki-maki oleh penulis besar karena tulisan saya. Yang ini adanya di Facebook, tapi makian dari seseorang itu sudah tidak bisa dilihat lagi, karena sudah dihapus, bukan oleh saya lho. Saya juga gak tau siapa yang hapus persisnya, orang yang memaki saya atau dosen saya yang punya Facebooknya itu. Kalau mau baca lebih lengkapnya silahkan baca tulisan saya yang berjudul "Kepada Saut Situmorang"
Tapi kali ini saya mau bicarakan tentang Iboy. Iboy orangnya selalu riang, easy going, cuek, dan selalu telaaaattt (hehehehe,, maaf ya boy). Iboy juga senang nulis, saya suka baca tulisan-tulisan Iboy di blognya, blak-blakan, dan kalau penilaian saya pribadi, Iboy bukan orang yang malu kalau bikin salah, justru dari salahnya itu dia belajar lebih. Iboy masih sering nulis di blog pakai bahasa Belanda, dan kalau grammarnya salah dia ga pusing mikirin yang penting dia nulis. Saya salut! Saya mungkin udah ga bisa lagi kalau disuruh bikin cerita dalam bahasa belanda (maaf ya, ini bukan kuliah schrijven lagi,hehe.. )
Esok harinya setelah obrolan saya dan Iboy sore itu, saya buka blog lagi dan ada tulisan terbaru dari Iboy. Saya langsung buka dan baca tulisannya. Saya baca sambil senyum-senyum dan ketawa-ketawa sendiri. Iboy ngomongin saya di dalam tulisannya yang berjudul "You Have Your Own Style, Kiky!"
Pesan saya untuk Iboy:
Iboy, kita kan sama-sama senang nulis. Bersyukur bangetlo bisa punya pekerjaan yang mewajibkan lo untuk menulis hampir setiap hari. Sementara, gw rasa lo tau betapa kepinginnya gw untuk bekerja dibidang yang seperti lo tekuni sekarang. Seperti yang lo bilang sendiri kan, boy, tiap orang punya gaya penulisan masing-masing. Tetap bangga lah dengan penulisan lo, hanya saja terus belajar dan seperti kata bokap lo bilang JANGAN MALAS BACA!!!
Lo ga usah ngiri gak bisa menulis puitis kaya yang gw tulis, gw sendiri seneng baca tulisan lo kok, boy. Raditya Dika versi cewe kan?! hehe...
Gw pun belum apa-apa, Boy, masih mualaf menulis. Jadi kita tetap belajar terus ya! Gw yakin seorang Iboy pun pasti menghasilkan tulisan-tulisan bagus dengan kekhasannya sendiri. :)
Friday, July 16, 2010
Hujan, selalu cerita tentang kamu
Pagi ini mendung. Gerimis mengiring perjalanan pagi ini ke kantor. Aku membaca pesanmu, ia. Aku ragu apa yang aku rasa. Tapi mengapa ada sedih melintas dalam hati ini. Hujan gerimis semakin deras, di ujung jalan aku masih bisa melihat kabut, padahal ini sudah setengah tujuh lewat.
Hujan lagi, suasana begini yang selalu mendatangkan inspirasi padaku. Aku sulit menjelaskannya, jika kalian pun yang membaca tulisan ini mampu mengerti, aku salut. Hujan selalu membawa dan mengingatkanku pada kata-kata, sastra, imajinasi dan sakit hati. Semua tulisan dan puisiku tidak pernah tentang rasa ceria atau bahagia yang melimpah. Hujan selalu tentang ia, tentang kamu, sakit hati dan cintaku pada kata-kata.
Seorang kawan pernah menyadarinya. Ia, aku kira, sudah sering membaca tulisan dan puisiku. Sehingga ia mampu bilang "ga pernah jauh-jauh tulisan lo dari hujan, gerimis, dan mendung. Kenapa selalu tentang kesedihan?"
Ya, aku hanya bisa menulis di saat suasana yang sedih-mellow. Saaat bahagia datang aku bisa menjamin tak mampu satu puisi pun tercipta. Aku ketika suatu masa berfikir, apakah aku harus terus hidup dengan kesedihan dan sakit hati bertahun-tahun atau mungkin jika keinginan menulisku tidak pernah (aku tidak ingin) berhenti, maka harus bersedih-sedih hati sampai mati. Oh Tuhan, tidak! Tapi inilah aku.
Inspirasi yang datang padaku untuk membuatku mampu merangkai ratusan kata atau mencipta puisi hanya bisa datang dengan cara itu. Aku menyadari sejak tiga tahun lalu. Dengan hujan, sedih dan sakit hati dan ketika aku membaca buku, hanaya dengan itu inspirasi datang melimpah ruah. Bisa dalam sekejap aku merasa harus menulis tentang ini, tentang itu dan tentang ini dan itu lagi.
Hujan, mendung, ia ,semuanya bisa tercampur baur jadi satu dalam ruang pikiranku dan mendadak rasanya ribuan kata ingin terlahir dalam goresan. Suasana begini yang selalu aku cari untuk menulis. Aku tidak bisa menahan lebih lama lagi. Pagi ini, begitu mendapat tempat duduk di busway, aku langsung menuliskan isi pikiranku pada notes di telepon genggam. Nanti jika sudah di depan komputer dan ada waktu luang baru aku publish-kan di dalam blog.
Yang kerap kali membuat aku kesal adalah tidak adanya waktu luang untuk melakukan itu, untuk memasukan semua tulisan-tulisanku ke dalam blog. Sehingga sering semua tulisan itu tertunda untuk di publish. Itu belum seberapa dibanding beberapa tahun lalu, ketika hampir dua tahun blog-ku mati suri.
Tapi hujan, selalu membawaku pada cerita dan kisah yang sama. Hujan dengan komposisinya yang berulang dan hujan selalu tentang kamu.
A Picture Says Thousand Words
Beberapa hari lalu baru saja saya membaca sebuah tulisan di dalam salah satu blog kesukaan saya. Ada beberapa kalimat dalam tulisan itu, dimana penulisnya mengatakan bahwa setiap memilih gambar untuk di masukan ke dalam tulisannya ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam demi menemukan gambar yang tepat dengan sang cerita.
Aku juga begitu! Aku bahkan tertawa sendiri saat membaca artikel tersebut, karena aku merasa ternyata ada juga ya yang sama denganku. Sebagian besar tulisanku selalu aku sertakan dengan gambar, tapi rata-rata tidak untuk puisi. Gambar biasanya aku sertakan hanya untuk cerita saja.
Untuk puisi, biasanya saya membiarkan tanpa gambar. Karena saya ingin siapa pun yang membaca bisa menginterpretasikan sendiri maksudnya. Puisi tidak perlu dipaksa arah kisahnya seperti sebuah cerita, menurut saya. Biarkan para pembaca mencari maknanya sendiri.
Saya juga orang yang setipe dengan penulis blog di atas. Saya bisa berjam-jam tidak menemukan gambar yang saya kira cocok untuk tulisan saya. Biasanya kalau sudah merasa depresi terpaksa saya mem-publish tulisan dulu baru nanti gambarnya menyusul kalau sudah ketemu. Atau saya menyimpan tulisan dalam draft dulu sambil menunggu gambarnya.
Sebuah gambar mampu memberi banyak arti. Saya kadang sering kagum melihat gambar-gambar di beberapa website yang sering saya gunakan untuk pencarian gambar. Kalian bisa berimajinasi bebas terhadapnya. Lihat saja dua website yang saya cantumkan di dalam blog saya ini. Website yang menarik untuk pencarian gambar.
The Words is My World
"Saya selalu ingin menulis. Tidak perlu punya title pekerjaan sebagai penulis. Saya hanya ingin menulis, memikirkan apa yang ingin saya tulis dan aku sungguh-sungguh menulis. Dengan itu saya sudah cukup bangga menyebut diri saya penulis, walaupun orang lain tidak melihatnya."
Memang terdengar begitu bijak rasanya. Awalnya saya berpikir begitu. Dulu. Saat saya selalu ditolak oleh perusahaan-perusahaan media cetak.
Tapi... saya ingin menjadi penulis!!! Punya title pekerjaan sebagai penulis, editor majalah, wartawan, atau pokoknya yang berhubungan dengan jurnalistik dan dunia tulis menulis!!! Ini cita-cita dan saya hanya ingin terwujud. Sekali saja saya ingin merasakan. Alasan konyolnya, saya tidak mau nanti jika mati lalu saya menjadi arwah penasaran yang ingin reinkarnasi terus-menerus hanya untuk menjadi penulis besar atau seorang sastrwan hanya karena cita-cita saya yang tidak terwujud.
Saya tidak muluk-muluk kok, saya hanya ingin bekerja ditempat semacam itu.
Keinginan saya untuk terus menulis dan bekerja di bidang media massa sudah ada sejak dibangku kuliah. Sudah dua kali saya pindah kerja dan dua-duanya sama sekali tidak bersentuhan dengan bidang media, jurnalistik, atau tulis menulis. Dulu awal lulus dari universitas pekerjaan yang saya lamar selalu di bidang itu. Saya mengirimkan lamaran ke majalah, koran, televisi, semua yang saya tahu pasti berhubungan dengan dunia jurnalistik. Tapi mungkin inilah yang disebut belum nasibnya, semua selalu putus ditengah jalan. Saya bahkan sampai putus asa dan menyerah kalau memang itu bukan jalannya, ya sudahlah.
Pekerjaan pertama yang saya dapat justru bergerak di bidang perhotelan dan pekerjaan yang sekarang adalah bidang yang dari dulu sebetulnya tak pernah saya sukai, marketing. Ini mungkin jalannya Tuhan, aku sendiri tidak mengerti kenapa.
Rasa iri selalu muncul saat aku berkumpul dengan teman-teman kuliah dulu yang sekarang bekerja sebagai wartawan di televisi, di media online, di majalah. SAYA MAU!!!! Dulu, ada teman kuliah yang juga ingin sekali bekerja sebagai wartawan, sudah berkali-kali mencoba tidak pernah berhasil tapi sekitar hampir setahun lalu mungkin, dia akhirnya berhasil dapat pekerjaan sebagai wartawan di majalah anak. Memang cuma majalah anak, tapi tetap saja judulnya wartawan. Dan cita-citanya terkabul. Lalu saya?
Kadang ditengah rasa depresi yang melanda ini, saya selalu membesarkan hati sendiri. "Sudahlah mei, mungkin memang bukan takdirnya kamu untuk bekerja pada bidang itu, mungkin memang Tuhan punya rencana lain, mungkin begini dan mungkin begitu. Toh, kamu tetap menulis, walaupun hanya dituliskan di dalam blog pribadi."
Untuk sesaat saya bisa merasa puas saja. Toh, kenyataannya saya tetap produktif untuk menghasilkan tulisan yang untuk dibaca diri saya sendiri, menjadi kepuasaan batin tersendiri, dan selalu senang sekali jika ada yang mau membaca atau mengomentari, dipuji atau dimaki.
Menulis bagi saya adalah kepuasaan. Kata-kata adalah cinta dan hidup saya. Sama seperti musik, yang ingin saya dengar, saya lantunkan, saya pikirkan setiap hari. Menulis itu jiwa, yang terus berdenyut dalam nadi saya, bergema setiap hari dalam telinga-telinga saya.
Salah satu hal kenapa saya ingin sekali bekerja di bidang ini adalah adanya sesuatu yang akan "memaksa" saya untuk tetap menulis, yang memaksa otak saya terus berfikir, menggali kata-kata agar lebih kaya. Walaupun terkadang paksaan menjadi terasa berat, pada akhirnya saya akan merasa puas, karena dari paksaan itu saya tetap berhasil menulis.
Saya merupakan orang yang punya penyakit malas kronis.Kalau malas saya sudah kumat bisa-bisa dua abad saya malas untuk berfikir dan menulis. Rasa ingin tetap ada, namun gerakan tangan untuk mulai memulai kata pertama atau reaksi otak untuk memikirkan kata berikutnya terhambat rasa malas yang sudah akut itu.
Itulah sebabnya. Saya tidak ingin penyakit malas ini terus-terusan kambuh. Sekarang saya sudah lulus kuliah, sudah tidak ada lagi tugas-tugas membuat laporan, membuat cerita, atau apa pun. Kalau begini siapa lagi yang bisa memaksa saya untuk menulis jika bukan diri saya sendiri yang mendorong untuk tetap berproduksi. Dulu, ada dosen yang siap ngomelin atau kalau tidak mau repot tinggal kasih nilai buruk. Kalau saya bisa bekerja dibidang tulis menulis, saya akan menulis, pasti! Dipaksa atau tidak, saya pasti menulis. Saya hanya tidak ingin berhenti menulis. Saya harus terus mencari inspirasi, dari pribadi, kisah masa lalu, yang kini, kisah-kisah teman atau ngarang sendiri. Dan masa-masa seperti ini, masa-masa saat depresi saya kumat lagi. Keinginan saya menjadi seperti orang gila, saya sakau! Dada saya sesak, pikiran saya hanya kepda kata-kata, saya menulis, memikirkan apa saja yang bisa saya tulis, saya kerasukan membaca buku agar menemui inspirasi.
Saya ingin dapat pekerjaan itu! Saya kembali mengumpulkan alamat-alamat redaksi majalah. Saya akan kirimkan lamaran lagi. Bahkan beberapa hari lalu saya berfikir untuk berhenti kerja dari tempat yang sekarang lalu fokus memulai kembali seperti baru lulus kuliah dulu, mengumpulkan semua lowongan di media, kemudian mengirimkannya, menunggu ada panggilan, interview, dan pada akhirnya saya ingin berteriak I GOT IT!!!!!
Tuhan, yang maha mendengar setiap doa, berikanlah aku kesempatan. Sekali saja, aku mohon. Bagaimana pun caranya kau membimbingku ke arah sana, berikanlah jalannya. Kau yang maha tahu, kau tahu apa yang aku inginkan, seberapa bersungguh-sungguhnya aku. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya, kau tahu, setiap hari, setiap aku membaca, setiap aku mengingat teman-temanku itu, bahkan saat bangun tidur aku terkadang ingat untuk menulis, di dalam busway sekali pun. Kau tahu Tuhan, aku ingin. Maka, kumoho mudahkan lah, jauhi rintangannya, dan buat hatiku untuk terus berusaha mencoba. Kabulkan lah.
Gerimis Pagi Ini, "But it's not even like London!"
Silahkan tertawakan saja kalau kau mau.
Ini konyol!
Aku suka hujan. Selalu suka hujan. Bukan banjir dan beceknya. Aku dan Ena juga suka London-walaupun kami belum pernah menginjakan kaki di tanah raya itu.
Aku suka hujan dan London, tapi aku tak tahu pasti apa Ena juga suka hujan. Tapi, yang pasti jika hujan datang, gerimis-gerimis yang agak deras tepatnya, kami sering-sering kali mengeluarkan celetukan "eh ujan, kaya di London ya." Setelah itu kami suka cekikikan sendiri.
Sok tauuuu banget! Ngerasain hujan di London aja belum pernah. Tapi itu lah, celetukan itu hampir selalu keluar setiap hujan datang. Biasanya aku atau Ena yang bilang "Gak usah pake payung tau, biar kaya di London."
Membayangkan pakai boot hitam selutut dengan rain coat terus berjalan di tengah kota London sambil hujan-hujanan dengan gerimis. Aku tau Ena juga senang dengan imajinasi itu. Hahaha... Kami memang gila!
Pagi ini mendung, hujan, tapi tanpa rain coat dan boot. Ini bahkan bukan seperti London sama sekali.
Di London saat hujan begini gak mungkin ribut dengan suara klakson mobil dan motor yang gak sabar pengen jalan duluan. Di London saat hujan begini gak mungkin jalanannya penuh sama asap dari knalpot motor yang busuk. Di London saat hujan begini gak mungkin becek-becekan penuh lumpur di kaki terus berebutan dan desak-desakan naik busway.
Di London saat hujan pasti trotoar jalannya tetap bersih, sehingga berjalan jauh sambil hujan pun gak jadi masalah. Di London saat hujan pasti bisa berjalan tenang sambil menghirup udara pagi yang bersih. Di London saat hujan pasti bisa tetap gaya dengan rain coat dan boot.
Wuuuuuiiiii.... London & Rain i'm falling in love with you! :D
Ini konyol!
Aku suka hujan. Selalu suka hujan. Bukan banjir dan beceknya. Aku dan Ena juga suka London-walaupun kami belum pernah menginjakan kaki di tanah raya itu.
Aku suka hujan dan London, tapi aku tak tahu pasti apa Ena juga suka hujan. Tapi, yang pasti jika hujan datang, gerimis-gerimis yang agak deras tepatnya, kami sering-sering kali mengeluarkan celetukan "eh ujan, kaya di London ya." Setelah itu kami suka cekikikan sendiri.
Sok tauuuu banget! Ngerasain hujan di London aja belum pernah. Tapi itu lah, celetukan itu hampir selalu keluar setiap hujan datang. Biasanya aku atau Ena yang bilang "Gak usah pake payung tau, biar kaya di London."
Membayangkan pakai boot hitam selutut dengan rain coat terus berjalan di tengah kota London sambil hujan-hujanan dengan gerimis. Aku tau Ena juga senang dengan imajinasi itu. Hahaha... Kami memang gila!
Pagi ini mendung, hujan, tapi tanpa rain coat dan boot. Ini bahkan bukan seperti London sama sekali.
Di London saat hujan begini gak mungkin ribut dengan suara klakson mobil dan motor yang gak sabar pengen jalan duluan. Di London saat hujan begini gak mungkin jalanannya penuh sama asap dari knalpot motor yang busuk. Di London saat hujan begini gak mungkin becek-becekan penuh lumpur di kaki terus berebutan dan desak-desakan naik busway.
Di London saat hujan pasti trotoar jalannya tetap bersih, sehingga berjalan jauh sambil hujan pun gak jadi masalah. Di London saat hujan pasti bisa berjalan tenang sambil menghirup udara pagi yang bersih. Di London saat hujan pasti bisa tetap gaya dengan rain coat dan boot.
Wuuuuuiiiii.... London & Rain i'm falling in love with you! :D
Aku Menanti
Mei...
Kau ada? Untukku?
Kadang kau pergi
Memberi harap, membakar harap
Aku teraniaya sendiri
Aku sudah menanti, seperti yang kau pinta
Menanti, menegur, berharap
Tapi kau tak ada, yang sudah ditunggu begitu lama
Maaf semalam aku tak ada
Aku juga sudah menanti
Tapi kantuk semalam lebih kuat menyerang sebelum kau datang
Mungkin lain kali aku tidak perlu meminta ya
Jadi kau tidak perlu menanti, menegur, berharap
Maaf jika sampai membuatmu begitu
Aku meminta sebab aku tidak pernah tau kapan kau ada
Wednesday, July 14, 2010
Surat-Suratmu
Dulu, ada hari dimana aku mengaburkan semua tentangmu. Menghilangkan jejak-jejak yang selama ini kusimpan, untuk kukenang-kenang sendiri. Ada hari dimana aku menengokmu sekejap di belakang. Ada kisah kita yang tetinggal, dan aku tahu akan tetap lekat jika semua itu masih kusimpan dalam-dalam secara nyata.
Kita yang hanya bertemu dalam maya dan kata-kata, hanya pada itu aku menyimpan cinta yang selalu kuharap-harap nyata. Di dalam laci itu kau tahu, ada ribuan kata dan makna yang selalu kucari-cari sendiri artinya. Kata-kata yang menjalin kisah kita. Yang selalu aku simpan dalam diam.
Sampai hari itu tiba. Aku menengokmu kebelakang, hanya sekejap saja. Dan dalam detik yang tak terasa aku memutuskan, ini sudah usai. Kita.
Aku tidak bisa menyimpannya lebih lama lagi.
Surat-suratmu yang selama ini kusimpan rapih, yang selalu kubaca ulang setiap aku merinduimu. Kau tidak pernah tau aku menyimpannya, menganggapnya begitu sakral seperti kata-kata yang menghubungkan kita selama ini. Tapi ini sudah usai. Sudah selesai.
Aku tidak membakarnya. Aku tidak mampu membiarkan lalap api menghabisi semua kata-kata yang pernah menjalin cerita kita. Kubiarkan itu dilaksanakan air. Biar ia yang merendamnya, membungkusnya hingga lebur. Hilang dan luntur perlahan seperti cintaku kepadamu.
Tuesday, July 13, 2010
Kita Suatu Hari Nanti
Friday, July 9, 2010
It's Been a Month
Genap sebulan sudah. Ya, sudah sebulan saya bekerja di tempat yang baru sejak saya meninggalkan Kempinski. Rasanya sudah cukup adil untuk saya menilai tempat kerja saya yang baru, lingkungan dan teman-temannya.
Sebenarnya saat baru tiga hari bekerja di sini, sudah ingin sekali saya menceritakan bagaimana kondisi di sini, termasuk bagaimana suasana hati saya yang tidak keruan saat itu.
Saya ingat pagi itu. Pagi pertama saya menginjakan kaki di kantor itu. Hari itu saya datang kepagian sekali. Kantor yang baru memulai aktifitasnya jam 08:30, tapi kalau tidak salah jam 07:12. Saat saya naik ke atas, saya bertemu Director-nya di dalam lift. Dia langsung ingat nama saya. Tiba diatas sudah hampir setengah sembilan kurang sepuluh, tapi keadaan di sana masih hampir sunyi senyap. Baru ada sekitar 3 orang yang datang. Si Boss langsung menunjuk meja saya, katanya "That's your table. Yeah, it's lil bit messy."
WHAT??? lil bit?? Buta kali matanya!!! Saya spertinya seumur hidup ga pernah liat meja kerja seberantakan itu. Saya hanya tersenyum saat si Boss bilang begitu. Dalam hati saya, kok bisa-bisanya orang yang posisinya saya gantikan bekerja dengan kondisi meja yang seperti Bantar Gebang. Saya ga tau ada berapa kilo sampah yang numpuk di mejanya.
Sebenarnya saya ingin sekali memasukan gambar meja itu di dalam tulisan saya ini. Saya sudah sempat ambil fotonya. Tapi pagi ini waktu saya lihat di handphone saya gambar itu sudah gak ada. Kecewa rasanya! Karena memang waktu itu saya sudah berniat sekali ingin foto meja itu dan di postingkan di blog ini, agar yang membaca tau betul bagaimana "heboh"-nya meja Bantar Gebang itu.Tapi memang beberapa waktu lalu handphone saya ada sedikit masalah, jadi terpaksa diutak-atik lagi sehingga ada beberapa gambar yang hilang, dan saya baru sadar sekarang gambar itu ikutan hilang.
Saya sudah ambil foto kondisi meja saya yang sekarang. Totally different! Saya ga akan betah kalau punya meja Bantar Gebang itu. Saya ingat waktu saya merapihkan meja itu saat penghuni lamanya sudah dapat meja baru. Sampah yang dibuang sampai tiga plastik besar plus satu kardus Aqua gelas. Benar-benar Bantar Gebang kan?!
Beberapa hari setelah meja saya rapih, banyak banget yang komentar, "mejanya sekarang rapih ya," "wah, mejanya lega ternyata," "kaya meja buffet, bisa makan bareng-bareng di sini," dll. Saya cuma senyumin aja.
Itu baru tentang meja saya. Ada hal lain yang ingin saya ceritakan. Lingkungan kerja di sini dan orang-orangnya. Masuk minggu ketiga kerja di sini saya masih merasa ga betah! Hari selasa minggu kedua saya bekerja, saya sempat ga masuk dengan alasana sakit, padahal saya ga sakit sama sekali, saya hanya terlalu malas datang ke kantor.
Lingkungan di tempat kerja yang baru sangat berbeda sama tempat kerja yang lama. Terasa tidak friendly, sepi, individualisme begitu terasa, dan beberapa "orang hutan" yang ngomongnya kalau ga teriak ga afdol.
Tapi ini sudah minggu keempat, saya sudah mulai kerasan walaupun kadang rasa malas masih datang. Orang-orang nya sudah mulai akrab dengan saya, walaupun ada satu orang brengsek yang rasanya sampai saya resign dari tempat ini ga akan saya akrabi. Saya tidak mau membahas panjang tentang orang ini.
Saya hanya berharap saya bisa semakin betah bekerja di sini, mencoba untuk menyesuaikan diri dengan tempat baru yang saya memang tahu betul pasti berbeda dengan suasana tempat lama. Bekerja di Front Office hotel tak akan bisa disamakan dengan kerja kantoran bidang marketing.
Sebenarnya saat baru tiga hari bekerja di sini, sudah ingin sekali saya menceritakan bagaimana kondisi di sini, termasuk bagaimana suasana hati saya yang tidak keruan saat itu.
Saya ingat pagi itu. Pagi pertama saya menginjakan kaki di kantor itu. Hari itu saya datang kepagian sekali. Kantor yang baru memulai aktifitasnya jam 08:30, tapi kalau tidak salah jam 07:12. Saat saya naik ke atas, saya bertemu Director-nya di dalam lift. Dia langsung ingat nama saya. Tiba diatas sudah hampir setengah sembilan kurang sepuluh, tapi keadaan di sana masih hampir sunyi senyap. Baru ada sekitar 3 orang yang datang. Si Boss langsung menunjuk meja saya, katanya "That's your table. Yeah, it's lil bit messy."
WHAT??? lil bit?? Buta kali matanya!!! Saya spertinya seumur hidup ga pernah liat meja kerja seberantakan itu. Saya hanya tersenyum saat si Boss bilang begitu. Dalam hati saya, kok bisa-bisanya orang yang posisinya saya gantikan bekerja dengan kondisi meja yang seperti Bantar Gebang. Saya ga tau ada berapa kilo sampah yang numpuk di mejanya.
Sebenarnya saya ingin sekali memasukan gambar meja itu di dalam tulisan saya ini. Saya sudah sempat ambil fotonya. Tapi pagi ini waktu saya lihat di handphone saya gambar itu sudah gak ada. Kecewa rasanya! Karena memang waktu itu saya sudah berniat sekali ingin foto meja itu dan di postingkan di blog ini, agar yang membaca tau betul bagaimana "heboh"-nya meja Bantar Gebang itu.Tapi memang beberapa waktu lalu handphone saya ada sedikit masalah, jadi terpaksa diutak-atik lagi sehingga ada beberapa gambar yang hilang, dan saya baru sadar sekarang gambar itu ikutan hilang.
Saya sudah ambil foto kondisi meja saya yang sekarang. Totally different! Saya ga akan betah kalau punya meja Bantar Gebang itu. Saya ingat waktu saya merapihkan meja itu saat penghuni lamanya sudah dapat meja baru. Sampah yang dibuang sampai tiga plastik besar plus satu kardus Aqua gelas. Benar-benar Bantar Gebang kan?!
Beberapa hari setelah meja saya rapih, banyak banget yang komentar, "mejanya sekarang rapih ya," "wah, mejanya lega ternyata," "kaya meja buffet, bisa makan bareng-bareng di sini," dll. Saya cuma senyumin aja.
Itu baru tentang meja saya. Ada hal lain yang ingin saya ceritakan. Lingkungan kerja di sini dan orang-orangnya. Masuk minggu ketiga kerja di sini saya masih merasa ga betah! Hari selasa minggu kedua saya bekerja, saya sempat ga masuk dengan alasana sakit, padahal saya ga sakit sama sekali, saya hanya terlalu malas datang ke kantor.
Lingkungan di tempat kerja yang baru sangat berbeda sama tempat kerja yang lama. Terasa tidak friendly, sepi, individualisme begitu terasa, dan beberapa "orang hutan" yang ngomongnya kalau ga teriak ga afdol.
Tapi ini sudah minggu keempat, saya sudah mulai kerasan walaupun kadang rasa malas masih datang. Orang-orang nya sudah mulai akrab dengan saya, walaupun ada satu orang brengsek yang rasanya sampai saya resign dari tempat ini ga akan saya akrabi. Saya tidak mau membahas panjang tentang orang ini.
Saya hanya berharap saya bisa semakin betah bekerja di sini, mencoba untuk menyesuaikan diri dengan tempat baru yang saya memang tahu betul pasti berbeda dengan suasana tempat lama. Bekerja di Front Office hotel tak akan bisa disamakan dengan kerja kantoran bidang marketing.
Wednesday, July 7, 2010
Dan Malam Itu Aku Cemburu
"Kangeeeeeenn...."
"Halah, kemarin malam aku tunggu gak muncul-muncul juga. Katanya mau ngobrol,aku tunggu sampai jam 2 pagi tau."
"Maaf banget ya, aku mendadak ada acara farewell teman, sampai jam 3 pagi."
"Mesti sama pacar, aku dicuekin. Sudah jam 2 pagi ga nongol juga akhirnya aku menyerah. Pasti sampai pagi ga akan muncul. Ternyata kalah sama pacarnya."
"Maaf ya, aku kira kamu ga online juga. Pagi-pagi waktu aku online lagi, ga ada pesan yang tertinggal sama sekali, jadi aku pikir pasti kamu juga ga online."
"Aduh, selalu begitu. Mana mungkin aku tidak tinggalkan pesan. Aku tulis kok!"
"Aku ga terima, makanya aku kira mungkin dirimu ga online juga."
"Mana mungkin aku ga menunggu kamu."
"Aku ga bisa online kalau sedang bersama dia, kan tau."
"Foto teman-temanmu manis-manis juga."
"Foto dimana? Liat dimana? Memang senang sama yang manis-manis kan? Huu..."
"Lha itu, foto di tampilan YM-mu. Yang bertopang dagu siapa namanya?"
"Oh, mita. Baru putus dia."
"Maauuuu...."
"Dasaaaarr..."
"Habis mengejar dirimu tak pernah dapat."
"Tidak pernah aku merasa dikejar"
"Ada Facebook nya? Biar bisa lebih lama kupandangi. Kukekalkan di hatiku."
".... Aku malas jadi mak comblang! Cari saja sendiri!"
"Kalau mei gak ikhlas aku tidak akan lakukan."
"Lakukan saja! Aku ikhlas."
":)"
"Nyebeliiiiin.... Aku mau tidur aja. Cari saja namanya "Marhamy Paramita. Biar bisa dilihat lebih lama dan dikekalkan di dalam hati!!"
"Lho, kok jadi serius gitu? Mei... aku bercandaaaaaa. Ya tuhaaann!"
"Aku puasa ngomong."
"Mei.. kok gitu siy? Kok jadi serius gini? Tegaaaaa..."
"Males ngomong, bikin bete!"
"Tadi aku cuma bercanda, kok jadi serius gitu. Kaya gak kenal aku saja."
"Justru kenal. Makanya gak heran."
"Aku mau bikin kopi dulu, sambil menyusut airmataku."
"Aku juga mau bikin kopi dulu, sambil ngepelin lantai yang basah karena airmataku."
"Mei malam ini sensitif sekali. Kenapa?"
"Memang selalu begitu. Seperti tidak kenal saja."
"Mei kenapa?"
"Gak papa. Bikin kesel. Dasar gombal, penggoda."
"Kapan aku menggoda? Menggodamu saja tidak pernah. Tidak berani merindu dan menyayangmu."
"Memang bukan aku tapi perempuan-perempuan lain."
"Mei, apa tidak ingat dulu aku selalu yang menasehatimu dengan marah-marah ketika kau bercerita dengan lelaki itu. Memarahimu seperti orantua.Bukan kah aku yang selalu melarangmu? Tidak kah kau bisa lihat di situ ada sakit hati dan cemburu. Karena aku takut kehilanganmu."
"Maaf ya."
"Maaf untuk apa? Tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku yang salah, bercanda di waktu yang tidak tepat."
"Maaf karena kata-kataku tadi."
Malam ini, aku tidur dengan airmata.
Thursday, July 1, 2010
Piala Dunia & 4 Tahun Kisah Kita
Ini moment yang sama. Malam ini, percakapan kita. Tapi kita sudah berbeda kan?
Aku tertawa sepanjang perjalanan hari ini. Sama seperti dulu bahagianya ketika pertama bertemu. Dalam ketidaksengajaan, dalam kata-kata, dan dalam maya.
Kita bercerita lagi...
Menengok ke belakang, melihat kembali kita di masa-masa terdahulu.
Rasanya seperti jatuh cinta.
Tidak terasa ya...
Empat tahun sudah berlalu dan kita masih tetap terjaga dalam maya.
Entah dengan apa kita bisa terus saling menjaga selama ini.
Rasanya seperti selalu ada jembatan yang mengikat jarak kita.
Pada terpisahnya waktu, tatapan-tatapan mata kita karena lautan yang membentang.
Piala dunia kali ini, membawa kita pada romantisme masa-masa lalu.
Team favorite kita masih sama. Dan kenangan-kenangan dulu.
Sebuah kalimat "yang tak patut didengar" yamg membawamu kepadaku.
Aku ingin tertawa.
Mengenangnya saja bersamamu malam ini, kata-kata itu, semua surat-surat itu dan obrolan-obrolan panjang kita malam-malam dulu, membuatku bahagia.
Empat tahun berlalu...
Kau bilang aku sudah besar sekarang. Gadis yang kau lihat menjadi matang walaupun hanya dalam gambar. Bukan gadis sensitif dan perajuk lagi. Huu, kau perlu tahu, dulu kau pun begitu.
Kau juga sekarang berbeda. Tak kau sadari kah, semua jauh berbeda.
Empat tahun yang lalu ketika kau hadir dalam diriku yang patah hati ditinggalkan cinta yang kukira sejati. Kau kah yang dikirim pada kemarau itu? Kau yang bersama wanita itu, dulu, mengisi hari-hariku dengan harapan meski ku tahu selalu hampa.
Percakapan kita berbeda kan sekarang. Dulu kita masih saling senang menggoda. Bermimpi-mimpi akan jumpa kita yang nyata. Malam ini, rencana-rencana hidup ke depan yang kita bicarakan. Pernikahanku dan nya dan mu dengannya, dalam rencananya yang tahun depan.
Tak terasa ya...
Persahabatan ini berjalan.
Dan kisah kita akan selalu sama.
Seperti yang aku bilang, dalam persahabatan kita akan selalu ada cerita yang akan dibagi. Selalu ada kisah yang diceritakan.
"Aku masih akan melihatmu tumbuh menjadi seorang istri dan ibu," katamu.
Aku pun juga sebaliknya. Masih akan melihatmu menjadi suami dan ayah.
"Melihatmu sebagai seorang kakek?"
"Entahlah" jawabku sendiri.
Malam ini aku katakan kepadamu. "Kamu perlu tahu satu hal yang paling penting dalam persahabatan kita. Jika suatu hari nanti ada masanya dimana kita tidak pernah lagi berbagi cerita dan tak ada lagi kata-kata antara kita, bukan berarti aku telah melupakanmu. Ingatlah, bahawa aku akan terus mengingatmu sampai tanah memanggilku kembali. Terlalu tak masuk diakal rasanya melupakan dirimu dan persahabatan ini.
Dulu, ketika kita saling diam-diam tau bahwa ada rasa yang jauh lebih dalam diantara kita, tapi kita menahan, bukan, demi persahabatan ini. Aku betul-betul merasa bahagia sekarang. Kita betul-betul saling menjaga. Jauh-jauh lebih setia dibanding jika dulu kita memaksa cinta. Kau tahu kan, pernah ada masanya kita menjadi renggang, cerita yang masing-masing kita simpan saja karena takut menyakiti jika diceritakan. Ada masa-masa dimana kita bertengkar yang sebab saling tak tahu bagaimana mengungkap rasa, menunjukan cemburu sementara pada maya kita saling bilang baik-baik saja.
Malam ini, mengenang 4 tahun kebersamaan kita pada maya dan kata-kata, kita tertawa dan bahagia. Bersyukur ya, dulu kita tidak memaksa cinta hadir. Aku sungguh-sungguh mendoakanmu dengannya. Dan doakan aku juga ya...
Malam ini, kita lebih saling mengerti, inilah arti sahabat sesungguhnya. Dan berjanjilah, sekuat yang kau mampu jangan lupakan yang telah kita lalui.
"Aku sudah sampai di rumah. Akhirnya..."
Tak terasa pejalanan yang hampir dua jam ini kulewati bersamamu lagi. Percakapan kita malam ini, disudahi dulu ya. Pertandingan Italia sudah mau mulai, berdoalah agar menang!"
June 28, 2010 for July 5, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)