Monday, April 11, 2011

Two Days In A Row - Weekend at TIM

Kemarin ibu saya tanya, “sekarang seringnya main di TIM ya, Kak?” Saya asal jawab saja, “iya, nyari seniman.” Hahaha…!


Rasanya sih gak sering-sering banget saya main ke TIM belakangan ini. Cuma kebetulan saja mungkin. Saya yang sedang malas main ke Mall kalau weekend, sekarang memang mencoba mencari aktivitas lain yang gak perlu nemplok di Mall. Saya lagi senang lihat pertunjukan teater, pergi jalan-jalan ke museum dengan teman-teman walaupun cuma untuk foto-foto, nonton film (cari bioskop yang letaknya bukan di Mall), cari-cari buku di tempat jual buku bekas, ke perpustakaan atau ke kampus. Kalau dibilang kegiatan baru itu bersangkutan dengan TIM kayanya gak, kecuali tentang teater dan pencarian buku-buku. Pertanyaan itu terlontar mungkin karena dua hari berturut-turut saya pergi ke TIM, itu saja.


Jumat malam saya ke TIM, gak ada agenda yang pasti mau ngapain sebetulnya. Saya hanya janjian ketemu Mbak Novi. Hari Jumat di PDS HB Jassin, masih di komplek TIM, ada peluncuran buku Rieke Diah Pitaloka, “Sumpah Saripah”. Acara itu mulai jam empat sore, niatnya kalau acara itu berlangsung sampai malam saya mau datang. Kebetulan petang itu saya ada Company Dinner di Warung Daun, persis di depan TIM. Jadi sebetulnya hanya iseng saja cari kegiatan malam itu daripada langsung pulang ke rumah.  Karena akhirnya Mbak Novi juga datang ke TIM, selesai acara kantor saya ketemuan dia di sana. Sempat berpapasan dengan Pak Martin Aleida waktu kami mau masuk ke TIM, beliau bilang acara Rieke-nya sudah selesai, tapi masih ada yang main-main musik di bawah tangga PDS, masih dalam rangka peluncuran bukunya Rieke juga.

Tapi saya, Mbak Novi dan temannya (teman sih katanya, hehehe :D) milih nongkrong di dekat parkiran gerbang masuk TIM. Makan bakso malang di pinggir jalan samping TIM, kemudian duduk-duduk sambil cerita-cerita dan ngopi-ngopi di plataran gapura masuk TIM. Kalau malam banyak yang jualan kopi dan teh sambil gelar tikar. Banyak pengamen, bapak-bapak yang duduk-duduk sambil ngobrol, anak-anak muda (mungkin mahasiswa IKJ) yang main gitar sambil ngerokok, malam itu juga ada pengajian di parkiran (menjelang acara Kenduri Cinta), dll. Saya sering berkunjung malam hari ke TIM hanya untuk liat teater tapi tidak pernah sebelumnya nongkrong-nongkrong begini. Seru juga ternyata memperhatikan tingkah laku orang-orang di sana. (bahkan ada laki-laki gimbal yang sejak saya duduk di sana sampai mau pulang cuma asik merekam anjing kampung yang menggongong di dekat motornya dengan Handycam yang dia bawa).

Suasana malam hari di depan TIM
 
***

Sabtu siang saya janjian dengan beberapa teman di Rawamangun untuk menjenguk teman kuliah dulu yang sedang sakit. Selesai dari rumahnya kami pergi cari makan ke daerah Cikini. Karena tadinya Dabu ngajakin untuk nonton bintang di Planetarium. Kami makan di Es Teler 77 di Hotel Formule 1, persis disamping TIM. Selesai makan, saat kami ke TIM ternyata Planetariumnya tutup, gak jadi nonton bintang akhirnya. Terus mampir sebentar ke PDS HB Jassin, cuma nemenin Acit yang pengen liat wujudnya PDS katanya, karena hari Sabtu PDS tutup jadi cuma numpang melipir aja di sana, karena Acit minta difotoin di depan papan bertuliskan PDS HB Jassin (sigh…). Dari sana terus berlanjut ke Toko Buku Bengkel Deklamasi, masih di dalam komplek TIM juga. 


Toko buku itu letaknya dipojokan, sejajar dengan XXI dan Graha Bakti Budaya. Niat saya awalnya adalah mencari CD musikalisasi puisi “Nyanyian Laut” tapi ternyata gak ada juga. Pandangan saya saat masuk ke toko buku itu langsung tertuju pada seorang bapak tua yang sedang duduk di dalam, dengan tekun mengelem sampul-sampul buku yang terlepas. Saya berfikir terus sambil melihat –lihat buku, “Duh, itu bapak siapa ya namanya? Sepertinya gak asing mukanya.” Beberapa pigura terpasang di dalam toko, menampakkan sosok bapak yang sedang mengelem buku itu dengan beberapa orang. Yakinlah pikiran saya pasti dia seseorang yang punya nama. Tapi namanya tidak juga keluar-keluar dari otak saya. Lalu penjaga tokonya, lelaki berusia sekitar 40-an, mendekati saya dan tiba-tiba bertanya,

“Kamu yang main Ali Topan ya?”

“He? Bukan, Pak.” kata saya sambil ketawa.


“Ooh, bukan ya. Saya kira pemainnya. Mirip, hehe!”

“Iya, bukan. Hehe! Saya cuma lagi iseng aja ke main TIM.”
(setelah dibilang Mirip Ayu Utami sama Mbak Novi kemarin malam, siapa lagi ini yang bilang gw mirip pemain Ali Topan??? Mirip motornya kali ya?!)

“Mahasiswa ya?”

“Dari UI. Tapi udah lulus.”

“Oh, UI, iya, iya.”

“Pak, itu bapak yang di dalam siapa ya? Mukanya kaya pernah saya liat.” tanya saya spontan saja.”

“Oh, itu Bang Yos. Yang punya toko ini. Tuh, ada foto-fotonya. Kemarin teaternya baru menang di Jerman. Dia ngajar teater, dosen.”

“Oh, iya. Di IKJ kan?”

“Iya. Kamu jurusan apa di UI?”

“Sastra.”

“Wah, cocok tuh ngobrol sama Bang Yos. Sastra, kan?!”



Saya sudah tahu sejak lama ada toko buku di sana, tapi saya gak pernah tahu kalau toko buku itu ternyata miliknya Jose Rizal Manua. Geblek! Saya juga kenapa gak kenalin mukanya beliau itu ya?! Dia masih saja serius mengelemi sampul-sampul buku yang sudah copot itu. Waktu saya ngintip ke dalam, bapak yang tadi mengajak saya ngobrol nyeletuk lagi, “masuk aja, gak apa-apa.” Saya cuma nyengir sambil melipir masuk ke rak-rak buku di dalam. Karena saya gak dapat CD Musikalisasi “Nyanyian Laut” itu akhirnya saya cuma beli Murakami, “Dengarlah Nyanyian Angin.” Buku ini pernah direkomendasikan Mas Ia untuk saya baca.  


Selesai dari TIM, saya, Iboy, Dabu dan Acit memutuskan untuk pergi ke Djakarta Teater untuk nonton film terbarunya Hanung Bramantio, “Tanda Tanya”. Selesai dari nonton weekend kali ini diakhiri dengan makan di Burger King, Sarinah.

Foto Bang Yos yang saya ambil diam-diam, hehe...

2 comments:

  1. Hahahahaha kenapa kita ga foto bareng di TIM ya Mei :p btw norak ih ga kenal Bang Jose :p

    ReplyDelete
  2. huuu, bukan ga tau, tapi gak kenalin mukanya pas di toko buku itu...

    ReplyDelete