Karya sastra adalah sebuah karya fiksi. Seluruh aspek yang ada di dalamnya diberdayakan untuk membangun sebuah dunia imajiner. Mulai dari narasi, dialog, tema, plot hingga tokoh-tokohnya. Semuanya diupayakan agar yang hadir kemudian terasa seolah-olah benar dan nyata.
Seolah-olah karena kebenaran dalam sastra punya acuan tersendiri yaitu imajinasi. Kita tidak bisa mengatakan apa yang disuguhkan dalam sebuah karya sastra adalah fakta-yang menyiratkan "sesuatu yang sesungguhnya." Rene Wellek dan Austin Werren dalam bukunya Theory of Literature, mengatakan bahwa fakta adalah rangkaian ruang dan waktu terjadinya sebuah peristiwa. Bisa dikatakan bahwa fakta adalah peristiwa itu sendiri.
Pernyataan ini membawa kita pada pemahaman yang lebih jauh bahwa semua yang diceritakan ulang, baik lisan atau tulisan, atau juga gambar dan film, akan jatuh menjadi fiksi. Peristiwa yang kembali disajikan ulang tidak akan membeberkan keseluruhan peristiwa itu sendiri, pasti ada detail-detail yang hilang.
Dalam dunia jurnalistik pun kebenaran berdiri dalam pondasi yang rapuh. Dia akan sangat mudah tergelincir dalam kubangan dusta. Hal ini bisa terjadi karena himpunan data, posisi angle yang diambil si wartawan, atau data yang diberikan narasumber. Himpunan fakta dan data yang tersedia tidak serta merta menjadikan kenyataan yang dikabarkan, atau diceritakan ulang, menjadi sebuah kebenaran. Makanya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya Elements of Journalism mengatakan kebenaran dalam jurnalisme bersifat fungsional. Dia akan jatuh dalam dusta, tapi justru posisi ini yang mengharuskannya merevisi kembali fakta dan data yang disampaikan.
Charles Dickens, melalui Vincent Crummels, tokoh dalam novel ketiganya, Nicholas Nickleby mengatakan "art is not truth, art is a lie, that reveals the truth." Sastra adalah dusta, yang mengungkap kebenaran yang ditemukan oleh pembacanya. Kebenaran itu tidak berada dalam tubuh sastra, tapi kita harus melampauinya untuk menemukan kebenaran itu. Maka referensi pembaca akan sangat penting dalam membaca.
Namun demikian, kita tidak bisa juga serta merta mengatakan apa yang ditulis seorang sastrawan adalah sebuah dusta. Sebab mungkin saja apa yang dituliskannya merupakan sebuah kebenaran dari apa yang diambil dalam kehidupan nyata. Apalagi jika kita mengingat Aristoteles dan Plato yang pernah berfatwa bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.
Dikutip dari tulisan Gema Yudha.
No comments:
Post a Comment