Tuesday, August 17, 2010

Langkah Pertama

Aku ingin menemuimu, di suatu sore menjelang senja. Kita duduk, berhadapan, mencium aroma teh hangat di depan kita. Berpandangan. Diam tanpa kata. Kita bertemu sore itu, lagu-lagu sendu masa lalu mengiang di telinga kita. Lagu-lagu tentang cinta.

Aku menatapmu lekat-lekat. Matamu, kegelapan itu, dalam tapi ada kehangatan. Lidahku rasanya kelu, getaram itu di dadaku, cemas tapi ada bahagia.

"Akhirnya ya."

"Ya!" kataku sambil mengangguk mantap.

"Apa kabar?"

"Aku baik. Kamu?"

"Selalu baik saat denganmu."

Ya Tuhan, laki-laki ini, selalu membuatku serba salah. Dalam hati saja Mei bergumam. Ada debaran yang terasa semakin cepat. Seperti ada mahluk di dalam dadanya yang memberontak inginn keluar. Tapi bersamaan ia juga merasakan nyaman yang ia rindukan. Ia menyeruput teh hangat di depannya, berharap itu bisa meredakan sedikit debaran yang ia rasakan. Ia menunduk, merasakan pipinya memerah. Lelaki itu masih memandanginya, tersenyum simpul, ikut meminum tehnya tanpa memalingkan tatapannya dari wajahnya.

"Berapa lama kamu akan berada di sini?" Tanya lelaki itu.

"Aku belum tahu. Mungkin hanya beberapa hari, mungkin seminggu, atau mungkin lebih dari itu."

"Kamu akan tinggal di mana jika lebih dari seminggu di sini?"

"Tak perlu risau, aku sudah mengaturnya. Ada teman lama yang menawarkan tempatnya selama aku tinggal di sini."

"Pekerjaanmu di Jakarta?"

"Aku mengambil cuti."

"Berapa lama? Apa sesuka hatimu kah tempat kerjamu bisa memberikan izin cuti?" Lelaki itu tertawa pendek.

Ia menatap wajah lelaki itu, "Memang sesuka-suka hatiku saja. Aku kan owner-nya."

"Hahaha...."

"Kenapa tertawa?"

"Ini yang selalu aku rindukan saat berbicara denganmu, candamu yang selalu ceplas ceplos, lepas begitu saja. Membuat aku tidak stres berbicara denganmu."

Ia ikut tertawa. Mereka tertawa bersama. Sudah lama rasanya Mei tidak bahagia seperti sore ini. Ia merindukan tatapannya. Tatapan yang menghangatkan hatinya, yang selalu jadi tempat nyaman baginya untuk bercerita.


"Sungguh pekerjaanmu tidak apa-apa ditinggalkan?"

"Sudahlah, jangan tanyakan tentang itu. Pekerjaanku di Jakarta akan baik-baik saja. Aku hanya butuh beberapa waktu untuk menenangkan pikiranku, menghilangkan bosan dari rutinitasku di Jakarta."

"Baiklah. Kamu mau jalan-jalan?"

"Kemana saja. Aku pasti ikut."



BERSAMBUNG...

1 comment: