Saya baru ingat kemarin adalah hari pengumuman UMPTN - tes ujian masuk perguruan tinggi negeri. Sejak pagi padahal teman kantor saya sudah sibuk ngomongin itu melulu, gara-gara sedih keponakannya cuma bisa keterima di UNAIR bukannya di UI, tapi saya malah lupa sama adik saya sendiri. Siang itu saya kirim sms ke adik saya, bunyinya cuma: "La, keterima ga umptn-nya?" Jawabannya singkat sekali, cuma "Gak." Lalu sms yang saya kirimkan berikutnya panjaaaaannggg lebaaaaaaarr.
Begini, adik saya sudah satu tahun sebetulnya kuliah di UI. Tahun lalu dia mendapatkan PMDK, jadi tanpa perlu mengikuti UMPTN lagi dia sudah diterima. Selama satu tahun ini dia kuliah di jurusan Sastra Jepang. Ini anak memang Japan Freak tapi sebetulnya dia lebih ingin masuk jurusan komunikasi. Permasalahannya adalah tahun lalu dia kalah cepat dengan teman satu sekolahnya yang juga mendapatkan PMDK. Temannya itu lebih dulu memilih jurusan Komunikasi UI, sementara peraturan yang diberikan UI kepada sekolahnya, dari sepuluh orang murid yang mendapatkan PMDK di UI, hanya boleh memilih jurusan yang berbeda-beda. Maksudnya jika salah satu jurusan sudah dipilih oleh seorang murid, maka murid tlain tidak bisa memilih jurusan yang sama. Oleh karena itu adik saya langsung memilih jurusan Sastra Jepang waktu itu.
Tahun ini dia mencoba untuk mengikuti UMPTN demi menghilangkan rasa penasarannya dengan memilih jurusan komunikasi. Tapi ternyata hasilnya tidak seperti yang dia harapkan. Jadi isi sms saya siang itu setelah mengetahui bahwa ia gagal diterima di jurusan Komunikasi UI adalah nasehat dan ocehan yang isinya tetap memberi semangat untuk tetap meneruskan kuliahnya di Sastra Jepang.
Saya katakan kurang lebih, "ya udah, lanjutin aja sastra jepangnya. sekarang lulusan sastra jepang juga banyak dicari. banyak perusahaan jepang di jakarta yang bagus-bagus."
Dan sms balasan dari adik saya, "bukan masalah perusahaan jepang banyak di jakarta, kak, gw mau jadi jurnalis!"
Jelas tambah panjanglah ocehan saya di sms saat itu. Saya bilang jurusan sastra juga banyak peluangnya kerja sebagai jurnalis. Saya katakan pilihlah mata kuliah-mata kuliah yang banyak mengajarkan tentang teknik-teknik penulisan dan ikut Pers Kampus. Ini belum terlambat, masih ada tiga tahun lagi waktunya di kampus, itu kesempatan untuk mencari pengalaman. Saya langsung mengirim sms ke seorang teman saya Ike, yang dulu pernah sempat ikutan di Suara Mahasiswa (Suma), pers kampusnya UI. Dari obrolan saya dengan Ike, saya katakan lagi kepada adik saya, jika nanti misalnya pun tidak lolos audisi untuk Suma, dia masih bisa coba untuk masuk di Senat atau BEM di bagian medianya.
Saya bilang kepadanya, "daftar di Suma aja, ini tahun ajaran baru pasti ada open recruitment-nya. aktif di pers kampus bisa dapat pengalaman jurnalistik yang banyak dan nanti pasti berguna kalau mau jadi jurnalis. pasti jadi pertimbangan besar kalau ngelamar kerjaan karena dianggap sudah ada pengalaman. kalau ga ikutan di senat atau BEM, ambil di bagian medianya, yang suka bikin-bikin majalah untuk dibagi-bagiin itu. mumpung masih kuliah, yang aktif di kampus, jangan ntar nyesel ga pernah ikutan apa-apa, kayak gw."
Sms saya yang lebih panjang lebar dari tulisan di atas itu, lagi-lagi cuma dibalas singkat oleh adik saya. "Sip, gw juga tau."
Well okay, saya ini memang suka cerewet nasehatin orang. Tapi kan niat saya baik Kalau adik saya merasa jengkel karena ocehan-ocehan saya, itu mah sudah biasa, hehe.... Saya hanya teringat penyesalan-penyesalan saya di masa dulu dan gak mau adik saya merasa seperti itu juga nanti. Kalau sekarang saya ingat-ingat saja suka kesel rasanya. Kenapa dulu saya gak pernah ikutan pers kampus? Padahal saya ingin sekali jadi wartawan, padahal saya cinta mati sama menulis. Kenapa dulu saya tidak ikutan di teater? Padahal saya senang teater dan sekarang terlebih-lebih lagi. Saya selalu kagum lihat orang yang pentas di atas panggung. Duh, banyak deh penyesalan saya. Masa-masa kuliah saya rasanya kok cuma aktif hahahihi saja. Huh!
Hmm, forget it about me. For all of this, all the best and all the luck for him, that's my wish.
Begini, adik saya sudah satu tahun sebetulnya kuliah di UI. Tahun lalu dia mendapatkan PMDK, jadi tanpa perlu mengikuti UMPTN lagi dia sudah diterima. Selama satu tahun ini dia kuliah di jurusan Sastra Jepang. Ini anak memang Japan Freak tapi sebetulnya dia lebih ingin masuk jurusan komunikasi. Permasalahannya adalah tahun lalu dia kalah cepat dengan teman satu sekolahnya yang juga mendapatkan PMDK. Temannya itu lebih dulu memilih jurusan Komunikasi UI, sementara peraturan yang diberikan UI kepada sekolahnya, dari sepuluh orang murid yang mendapatkan PMDK di UI, hanya boleh memilih jurusan yang berbeda-beda. Maksudnya jika salah satu jurusan sudah dipilih oleh seorang murid, maka murid tlain tidak bisa memilih jurusan yang sama. Oleh karena itu adik saya langsung memilih jurusan Sastra Jepang waktu itu.
Tahun ini dia mencoba untuk mengikuti UMPTN demi menghilangkan rasa penasarannya dengan memilih jurusan komunikasi. Tapi ternyata hasilnya tidak seperti yang dia harapkan. Jadi isi sms saya siang itu setelah mengetahui bahwa ia gagal diterima di jurusan Komunikasi UI adalah nasehat dan ocehan yang isinya tetap memberi semangat untuk tetap meneruskan kuliahnya di Sastra Jepang.
Saya katakan kurang lebih, "ya udah, lanjutin aja sastra jepangnya. sekarang lulusan sastra jepang juga banyak dicari. banyak perusahaan jepang di jakarta yang bagus-bagus."
Dan sms balasan dari adik saya, "bukan masalah perusahaan jepang banyak di jakarta, kak, gw mau jadi jurnalis!"
Jelas tambah panjanglah ocehan saya di sms saat itu. Saya bilang jurusan sastra juga banyak peluangnya kerja sebagai jurnalis. Saya katakan pilihlah mata kuliah-mata kuliah yang banyak mengajarkan tentang teknik-teknik penulisan dan ikut Pers Kampus. Ini belum terlambat, masih ada tiga tahun lagi waktunya di kampus, itu kesempatan untuk mencari pengalaman. Saya langsung mengirim sms ke seorang teman saya Ike, yang dulu pernah sempat ikutan di Suara Mahasiswa (Suma), pers kampusnya UI. Dari obrolan saya dengan Ike, saya katakan lagi kepada adik saya, jika nanti misalnya pun tidak lolos audisi untuk Suma, dia masih bisa coba untuk masuk di Senat atau BEM di bagian medianya.
Saya bilang kepadanya, "daftar di Suma aja, ini tahun ajaran baru pasti ada open recruitment-nya. aktif di pers kampus bisa dapat pengalaman jurnalistik yang banyak dan nanti pasti berguna kalau mau jadi jurnalis. pasti jadi pertimbangan besar kalau ngelamar kerjaan karena dianggap sudah ada pengalaman. kalau ga ikutan di senat atau BEM, ambil di bagian medianya, yang suka bikin-bikin majalah untuk dibagi-bagiin itu. mumpung masih kuliah, yang aktif di kampus, jangan ntar nyesel ga pernah ikutan apa-apa, kayak gw."
Sms saya yang lebih panjang lebar dari tulisan di atas itu, lagi-lagi cuma dibalas singkat oleh adik saya. "Sip, gw juga tau."
Well okay, saya ini memang suka cerewet nasehatin orang. Tapi kan niat saya baik Kalau adik saya merasa jengkel karena ocehan-ocehan saya, itu mah sudah biasa, hehe.... Saya hanya teringat penyesalan-penyesalan saya di masa dulu dan gak mau adik saya merasa seperti itu juga nanti. Kalau sekarang saya ingat-ingat saja suka kesel rasanya. Kenapa dulu saya gak pernah ikutan pers kampus? Padahal saya ingin sekali jadi wartawan, padahal saya cinta mati sama menulis. Kenapa dulu saya tidak ikutan di teater? Padahal saya senang teater dan sekarang terlebih-lebih lagi. Saya selalu kagum lihat orang yang pentas di atas panggung. Duh, banyak deh penyesalan saya. Masa-masa kuliah saya rasanya kok cuma aktif hahahihi saja. Huh!
Hmm, forget it about me. For all of this, all the best and all the luck for him, that's my wish.
picture from here |
hahaha...
ReplyDeletegitu ya mei... dlu wkt aku kuliah pernah mikir sekilas di otak pgn jd jurnalis, ga nyangka terwujud. pdhl kuliahnya hukum :)
ah, pengen jd jurnalis tho? msh byk cara utk tetap menulis selain jurnalis kan?
;)
nemu postingan kakak yang ini gara-gara lagi nyari 'lulusan sastra Jepang bisa jadi apa' ^_^
ReplyDeletenasehat kakak buat adiknya kakak jadi nasehat juga buat aku, hahaha. thanks kakak \^o^/ salam kenal, aku Rika.
Mba Enno: iya, masih banyak cara menulis tanpa perlu jadi jurnalis. aku juga dulu (sampe sekarang sih) pengen banget jadi jurnalis, tapi mungkin belum jalannya dibawa ke sana.
ReplyDeletesekarang kan jurusan kuliah tidak melulu menetukan pekerjaan nanti, ya gak, Mba Enno? hehe...
Rika: Sama-sama. Salam kenal juga. Terima kasih sudah berkunjung