ketika awan mendung, aku akan berlari keluar, bertelanjang kaki dan menari bersama rinai hujan. Dalam basah akan kutemukan inspirasi, maka pada kata-kata ini kukristalkan dingin kisahnya
Saturday, October 30, 2010
Mati Rasa
bukanlah tangisku lagi.
karena hatiku batu yang tak mengalir airmata
jika matahari adalah terik, maka panasnya
bukanlah amarahku lagi
karena hatiku batu, mati rasa.
Thursday, October 28, 2010
Hujan Yang Menyambutmu
kucium wangimu di kotaku
menghapus debu-debu ibukota
supaya panas tak ada
supaya kau bukan fatamorgana
hujan turun pagi ini
meski hanya gerimis
dan awan mendung malu-malu
menyambutmu
biar teduh, biar rindang
bahagia hati kita
Wednesday, October 27, 2010
Happy 25th Wedding Anniversary
Bahagiakanlah...
Happy 25th Wedding Anniversary, Mama & Papa
I love you both!
Ketika Itu Kita Pernah Melihat Salju
ketika bahagia masih terbang setiap pagi
seperti kupu-kupu yang pernah kulihat
mengerumun madu di atas pohon ceri
ketika itu kita pernah melihat salju
di sebuah surga di tengah kota
dimana orang-orang berkumpul
dan senandung lagu suka cita bergema
di saat tahun hampir melipat kalender
mungkin diluar juga gerimis
namun kehangatan yang merayap
pada tubuhmu dan tubuhku
karena kita saling menggenggam erat
dalam senyum yang penuh
pada masa ini, cinta kita
seperti salju yang pernah kita lihat
jatuh memutih, bahagia, lalu lenyap
sesaat...
Tuesday, October 26, 2010
Monday, October 25, 2010
Saturday, October 23, 2010
China, so what? Beragam Juga Bukankah Indah?
DND!!!
Pergi dan Lakukan
Bukankah sebenarnya hari ini hatimu mendung
sungguh
ingat percakapan kita tadi pagi?
"Dia akan mencerahkan harimu."
maka
pergi dan lakukanlah!
17 Oktober 2010.
Friday, October 22, 2010
Gadis Kecil
kuncir kuda rambutnya
seragam merah putih
tas punggungnya bahkan lebih gemuk
daripada tubuhnya yang kurus kering
rautnya lelah
pandangnya 'ntah memikir apa
tiga lembar uang seribu rupiah digenggam erat
lusuh sudah
"Kiri, Bang!"
angkot berhenti. diberikan dua lembar
hartanya yang begitu dijaga sedari tadi
"Kembali gope," katanya.
"Dua ribu sekarang. Gak bisa!"
logatnya kental Sumatra.
"Biasanya kembali gope, Bang."
siapa peduli, pikir si abang
angkot itu berlalu dengan debu
menderu
dipandangnya selembar lusuh yang tersisa
masih digenggam sama eratnya
jalan masih panjang dan terik
tapi siapa yang peduli
gadis kecil berjalan lunglai
pada jalan yang masih panjang
berteman panas ibukota
jalan saja,
angkot berikutnya pasti bilang gope lagi
atau bahkan seribu lagi
Tuesday, October 19, 2010
Puisi sederhana untuk Begawan Cinta
Sebuah kacamata dan sepatu sandal tua
Rambut meluruh putih disisir rapi kuda
Duduk santai menyandar meja: "Selamat pagi Saudara-Saudara.
Ada pertanyaan hari ini?", lalu bergegas pergi ketika tak seorang
pun mahasiswanya yang bertanya
Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Begitu singkat kita pernah bersua
Tapi, begitu banyak pelajaran yang bisa tercerna
Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Terus mengasah ribuan kata menjelma makna, seperti Mpu Gandring
yang menajamkan keris ampuhnya
Lalu mengukir dan meramunya menjadi mantra elok para pemuja
cinta; melahirkan Ken Arok yang lihai menikam dan membunuh
dengan kata-kata
Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Yang tak pernah letih mengajari bagaimana seharusnya
memperlakukan cinta
"Mencintai angin harus menjadi siut."
"Mencintai air harus menjadi ricik."
"Mencintai gunung harus menjadi terjal."
"Mencintai api harus menjadi jilat."
"Mencintai cakrawala harus menebas jarak."
"MencintaiMu harus menjelma aku." *)
Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Masih kekar ia kabarnya
Tapi, adakah dia gelisah di sana?
Ketika di negeri yang katanya penuh cinta dan warna ini kata-kata
sudah malap teperdaya
terlikung dan terbuai suka-suka
atau, sudahkah ia kini kehilangan kata-kata?
Laki-laki tua itu sudah 70 tahun rupanya
Hingga satu saat nanti kita akan kehilangan dan melepasnya
(mungkin) dengan sederhana...
SELAMAT ULANG TAHUN PAK SAPARDI DJOKO DAMONO
*) diambil dari "Sajak-Sajak Kecil Tentang Cinta"
Puisi Suhud Sudarjo dalam buku pengantar Perayaan 70 tahun SDD guru - sahabat kami.
Kepada Sapardi Djoko Damono
kupu-kupu terbang rendah
menyebar cinta yang resah
aku merindu-rindu padamu
kau selalu marah-marah padaku
matahari pagi yang sembunyi sedari tadi
menyimpan rindu yang laknat
aku sungguh ingin mencintaimu
tapi kau selalu menganggapku debu
kini aku tertatih-tatih mengejarmu
kau semakin menjauh dari harapanku
kau semakin mengabur dalam bayang
meski cintaku padamu semakin dalam
Tanggulangin, Gunung Kidul
16 Oktober 2010
--------------------------------------
PS: Ini puisi Pak Asep yang saya bacakan saat perayaan 70 tahun SDD di FIB-UI.
Too Good To Be True
-----------------------------------------------
Hari kemarin begitu istimewa. Saya sangat bersemangat sejak pagi, seperti yang dinanti-nanti akhirnya datang juga. Dalam perjalanan dari rumah ke kampus, ada sesuatu hal yang sungguh, bagi saya membuat takut, gugup, tapi juga excited dan senang tak terkira. Ketika itu saya masih di dalam patas AC menuju Depok, untuk menghilangkan jenuh saya asik buka-buka Facebook(FB) dan chatting dengan Jajang lewat YM. Blackberry(BB) saya ga berhenti-henti bunyi klenting... klenting... karena notifikasi yang masuk. Ketika patas AC sudah dekat dengan kampus saya sudah berniat memasukan BB saya kedalam tas, tapi kemudian persis sebelum saya masukan, bunyi notifikasi lagi dari FB. "Asep Sambodja commented on your status."
Saya dan Jajang kemudian masuk ke Auditorium gedung 9, tempat perayaan itu dilaksanakan. Ampuuuun, semua tempat duduk penuh, sebagian menonton sambil berdiri. Sekitar lima baris paling depan semuanya diisi oleh orang-orang yang saya kira satu angkatan dengan SDD. Alias tuaaa...! Saya melihat banyak sekali dosen-dosen dari Sastra Indonesia yang saya kenal, dan para orang-orang yang berpenampilan seperti... hmmm, apa yah namanya... seniman. Mirip seperti gaya Pak Sapardi. Rambut yang sudah putih, sebagian dari mereka gondrong, berkacamata, memakai topi khas seperti pelukis. Suasana dan orang-orang yang hadir di dalam bikin saya tambah lemes. Saya ga mau sebenarnya membayangkan nanti saya harus berada di tengah panggung, membacakan puisi dihadapan orang-orang yang sungguh saya tau pasti hebat-hebat di bidang sastra. Ya Tuhan, dosa apa saya ini??? Hahaha!
Dalam hati saya, terseraaah deh lo semua mau bilang apa, gue takuuuuutttt!!! Lemes setengah mati, deg-degan, mules, pusing, pokoknya mendadak penyakit saya kambuh semua secara akut. Saya memang senang membaca puisi, saya juga menulis puisi, tapi sungguh saya bukan pembaca puisi yang baik. Apalagi harus di depan orang banyak. Namun Shanti dan Anda, yang saat itu menjadi sangat banyak omong, banyak tingkah, yang ikut-ikutan memburu-buru saya, menjadi teman-teman yang begitu mengerti dan memberi support yang begitu besar kepada saya.That's why I love them both soooo muuucccchhh!!!! Seandainya mereka berdua juga ada di sini sekarang, mungkin saya sudah dijorok-jorokin dari tadi untuk segera nyamperin Pak Sunu.
Kata-kata Shanti, "Let's go for it. Once in a lifetime." membuat rasa percaya diri saya muncul mendadak entah dari mana. Betul, kapan lagi saya bisa dapat kesempatan ini? Kapan lagi saya berdiri di atas panggung, membaca puisi khusus untuk Pak Sapardi? Kapan lagi saya bisa mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau secara langsung? Kapan lagi saya mendapat kehormatan seperti ini? Lagipula ini bukan pertama kali saya membaca puisi di atas panggung, di depan orang banyak. Saya bahkan pernah tampil membaca puisi di tempat yang sama, di atas panggung yang sama, hanya saja dengan kalangan penonton yang berbeda, sekitar 3 tahun lalu. So, just do it!!!
Setelah acara makan siang, acara pun dilanjutkan. Dimulai lagi dengan pertunjukan drama "Ditunggu Dogot" oleh Teater Pagupon, dilanjutkan Talkshow dengan orang-orang terdekat SDD, pembahasan mengenai lukisan-lukisan SDD, pembacaan cerpen, musikalisasi puisi dan pembacaan puisi. Acara pembacaan puisi dan pembacaan cerpen diselang-selingi dengan musikalisasi puisi. Sebelum musikalisasi puisi oleh Sasina tampil, tiba-tiba MC acara tersebut memanggil saya ke atas panggung.
Saya tahu, banyak orang di sini, yang menatap saya di atas panggung juga turut memberikan doa terbaiknya untuk Pak Asep. Dalam perayaan yang bahagia ini, dua sosok yang begitu dicinta dan dipuja, yang mencinta dan memuja, berada dalam kondisi yang begitu berbeda. Saya begitu salut kepada Pak Asep, bahwa dalam kondisi sakit yang teramat, ia masih mampu memberikan kado yang begitu indah kepada gurunya. Saya berharap semoga Tuhan juga memberikan beliau kado yang begitu tak ternilai, kesembuhan dari penyakitnya. Setelah turun dari panggung, ada rasa lega dan bahagia. Tugas saya sudah selesai.
Ketika acara itu selesai, saya masih sempat melihat lelaki tua itu berjalan meninggalkan auditorium, sendiri. Seperti biasanya....
PS: Terima kasih, Pak Asep, telah meminta dan mempercayai saya untuk memberikan kado itu kepada beliau. Saya tidak akan pernah menjadi begitu bahagia di hari itu jika bapak tidak pernah memintanya.
Friday, October 15, 2010
That's The Way It Is
and I see what you're going through yeah
It's an uphill climb, and I'm feeling sorry
But I know it will come to you yeah
don't surrender coz' you can win
In this thing called love
When you want it the most there's no easy way out
When you're ready to go and your heart's left in doubt
Don't give up on your faith
Love comes to those who believe it
And that's the way it is
When you question me for a simple answer
I don't know what to say, no
But it's plain to see, if we stick together
You're gonna find the way
So don't surrender coz' you can win
In this thing called love
When you want it the most there's no easy way out
When you're ready to go and your heart's left in doubt
Don't give up on your faith
Love comes to those who believe it
And that's the way it is
When life is empty with no tomorrow
And loneliness starts to call
Baby don't worry, forget your sorrow
'Cause love's gonna conquer it all, all!
When you want it the most there's no easy way out
When you're ready to go and your heart's left in doubt
Don't give up on your faith
Love comes to those who believe it
And that's the way it is
Don't give up on your faith
love comes to those who believe it
and that's the way it is.
Thursday, October 14, 2010
Berlalu 2
tanya itu sudah lenyap, terjawab,
tanpa kata yang terucap
sudahlah. selesai.
tak ada yang berdering. kabar tak datang.
teringat hujan sore itu. begitu tak karuan.
hari ini langit terang. cerah.
mengapa hati masih tetap sama tak karuannya?
yang ditengadah sama-sama langit;
satu biru, satu abu-abu.
Alamat
Wednesday, October 13, 2010
Sumpah!!!
SUMPAH!
Look at the face of that Lucky Bitch! Nyeeeet, girang banget muka lo...!
Pementasan Teater Amal Untuk Asep Sambodja "Limbuk Njaluk Married"
(Senja di Hati - Asep Sambodja)
-----------------------------------------------------------------------------
Dua kali pementasan dalam sehari pukul 15:00 dan 19:30
Pementasan ini terselenggara atas kerjasama Ikatan Keluarga Besar Sastra Indonesia FIB UI dengan Teater Bejana, Teater UI dan Gedung Kesenian Jakarta.
Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi:
Lembu: 0856 108 6741 / 0878 8877 01149 / 02198777165
Opank: 0856 95 111 633
Monday, October 11, 2010
Friday, October 8, 2010
Cerita Perempuan Pada Suatu Sore
Ia masih saja menyukai hujan. Cinta yang tak berkesudahan. Meskipun datangnya sering membuat daun-daun gelisah atau langit menjadi muram. Dan beberapa orang bilang, hujan hanya tangis jatuh yang kemudian menghilang ke muara.
Hatinya tak tentu arah. Tak beralur. Ia sedang bimbang dengan pikirannya sendiri, juga perasaannya. Hujan yang turun sore itu membuatnya merinding. Hari ini, mungkin, ia sedang tidak terlalu menyukai hujan yang turun, yang bersetubuh dengan langit jingga senja. Khayalnya melayang pada sosok lelaki itu. Ada kabar yang ingin disampaikan. Gelisah yang ingin dibagi. Tapi, apa kisahnya masih menjadi tuan pada lelaki itu? Tidakkah sang lelaki sedikit berubah sekarang?
Bukankah tanya selalu hadir pada tiap penantian? Seperti hujan yang selalu berulang, mengetuk mengalun, tetap datang meski dengan pujian atau makian. Ah, kisah yang tak berarah. Biarlah. Perempuan yang sedang tidak terlalu menyukai hujan senja ini hanya ingin bercerita tentang gelisahnya.
Nanti jika hujan datang lagi saat senja, pada suatu hari, mungkin ia sedang bergembira dan tertawa sambil duduk memandang keluar jendela. Dan lelaki itu duduk dihadapannya, menghirup aroma kopi sambil membaca tawanya.
Wednesday, October 6, 2010
Tuesday, October 5, 2010
Nyawa dan Raga
- Kartini; entah kepada siapa -
-------------------------------
aku juga, Kartini. Aku barangkali sudah berkali-kali mati jika mereka tak ada. Mereka belahan jiwa, luahan rasa, dan pelampiasan.
beberapa orang pernah mengatakan sekaligus bertanya, "mengapa suka sekali membaca?"
kenapa harus tidak suka membaca?
aku ini kurang membaca, tidak menulis bagus. sebab itu aku masih terus membaca dan terus menulis.
Mereka ialah nyawa dan raga. tidak terpisahkan.
Membaca adalah nyawa, menghidupkan segala gairah kata. Menulis adalah raga, wujud, rupa dari segala nyawa yang ada.
Menulis Pagi
dalam nyanyian Dua Ibu: Reda dan Tatyana. kamu, entah kapan kau bisa kutangkap? Kumohon jangan berlari.
kamu bilang, aku kamu miliki hanya saat malam. kenapa tidak setiap-setiap masa, kapanpun aku menginginkanmu. kenapa hanya pada malam ku kau miliki? Selalu kamu nyanyikan lagu itu.
"Kubiarkan cahaya bintang memilikimu, kubiarkan langit yang pucat dan tak habis-habisnya gelisah tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu ...."
kenapa kamu biarkan yang lain memiliki dan merebutku darimu?
kamu selalu mampu membaca aku. terlalu seringkah aku memberi isyarat itu? malam kita kan begitu sekejapnya. sementara banyak kata yang masih ingin kuucap sampai pagi muncul kembali.ketika embun membias nyawa. aku hanya mengenangmu dalam rasa yang gundah. menanti gelap lagi, agar segera bisa kucium wangi dekapmu dalam ilusi.
pagi ini mendung, gerimis datang kepagian. aku rindu kamu. kangen percakapan kita. kamu dimana? mengapa hilang? padahal aku ingin memelukmu. pada nyaman hangat dadamu. Hidup begitu indah ya? dan karena hidup itu indah aku menangis sepuas-puasnya.
suratmu sampai pagi ini;
"Mei, maaf ya. aku tahu kamu rindu. percayalah, aku pun masih memandangmu dalam suatu jarak. kamu tahu aku ada."
Kotamu
Monday, October 4, 2010
Malaikat Penjaga
Terima kasih ya, karena masih selalu ada. Tidak bosan-bosannya menemani dan mensehati aku yang sering membodoh-bodohkan diri sendiri ini. Kamu yang selalu siang malam siap mendengarkan segala cerita, keluhan-keluhanku, dan menyediakan waktu untuk kisah yang isnya curhat melulu.
Senang rasanya bisa memiliki kamu. Yang sejak dulu tak jemu mendengarkan cerita-cerita aku. Yang senantiasa mengajari dan membimbing aku. Kamu begitu baik. Sementara aku senangnya mengeluh melulu, ya.
Kamu mampu berlaku seperti bapak yang baik, yang bisa dengan sabar mendengar cerita-ceritaku, sekaligus mampu marah dengan bijaksana jika aku ini terlalu kelewat bodoh. Kamu bisa jadi sahabat yang rela diajak curhat, yang kadang bisa ngalor ngidul ngobrol tak keruan, menghilangkan stres. Kamu juga seperti kakak yang kadang menyebalkan namun siaga melindungi. Kamu juga guru, yang tak berhenti sedia mengajari. Kamu juga seperti kekasih, bisa diajak mesra-mesraan, romantis-romantisan. Haha!
Kamu laksana malaikat penjaga. Walau tak bertatap mata dan tak bertukar suara, kamu ada. Untuk segalanya aku berterima kasih.
Aku akan ingat selalu pesanmu malam itu;
“Sehat-sehat ya, dan terus berusaha bahagia. Dalam situasi apa pun.”
It's PMS
.1. Kenapa sih harus teriak-teriak? Aku gak tuli! Kalau minta tolong bilang baik-baik. Aku bukan Cinderella tau, disuruh ini itu sambil diteriak-teriakin. Lagian itu bukan kerjaanku, kenapa aku yang harus diburu-buru mengerjakan supaya kamu bisa pulang ontime. Seenak jidat bilang gak ada yang bantuin kerjaanmu? Lha, tiap hari jam lima sore langsung kabur sementara aku baru pulang jam delapan malam karena ngurusin kerjaanmu. Apa itu namanya bukan dibantuin, he???
2. Gak usah ngintip-ngintip, ganggu tau gak?! Aku lagi nulis, gak usah nanya melulu “Nulis apa, Mbak?” Mau tau aja, terserah gue dong mau nulis apa. Nyuci piring aja sana, dasar OB rese!
3. Bisa gak sih kalau anaknya pulang di diamkan dulu? Biarin napas dulu. Masih penat karena sepanjang jalan macet, pakai bertanya segala kenapa jam segini baru sampai rumah. Memangnya jam berapa sih? Baru juga hampir setengah 11 malam. Memangnya aku yang mau pulang malam-malam? Salahin jalanan Jakarta sekali-sekali, kenapa macet melulu!
4. Cereweeettt!!! Kerjaanku bukan cuma pegang handphone seharian doank tau! Sms lama dibalas aja pakai acara ngamuk. Bodo, ah, mau tidur!
5. “Kenapa lagi tuh status YM lo? Marah-marah melulu. Eh, lupa, lupa … lo juga tiap hari ngamuk melulu bawaannya. Dasar Nenek Lampir. Hahaha!”
“Berisiiikkk !!!”