Friday, March 2, 2012

He Took The Challenge

Ini cerita tentang teman kuliah saya, namanya Acit. Terakhir bertemu dia kira-kira sebulan yang lalu, memang sempat terdengar cerita bahwa dia ingin mengundurkan diri dari tempat kerjanya yang sekarang. Waktu ditanya alasannya, dia bilang sebab merasa tak bisa berkembang, tak bisa menggali kemampuannya lebih jauh jika terus-terusan di tempat itu. Satu lagi --terserah disebut naif atau tidak-- dia merasa "makan uang rakyat."

Ya, Acit bekerja sebagai PNS di sebuah lembaga tinggi negara, dan dikantorkan di Cisarua. Acit baru bekerja kurang dari dua tahun. Dan kemarin, tepat mengawali Maret, dia resmi mengundurkan diri. Hah? Resign jadi PNS? Kok? Mungkin kalian yang baca akan bertanya-tanya penuh keheranan. Banyak orang memimpikan bisa kerja jadi PNS, karena mengingat tunjangan pensiun yang nanti akan didapat, dan banyak alasan lainnya, sementara yang satu ini malah mengundurkan diri. Saya yakin sebagian besar yang dekat dengan Acit pasti akan bertanya kenapa? Saya juga menanyakan itu. Sebagian pasti juga menasehati dengan kata-kata harus bersabar dulu, dan bla, bla, bla....

Saya sendiri juga sempat kaget saat Acit cerita mau mundur dari PNS. Karena saya masih ingat dulu ketika dia harus menunggu berbulan-bulan sampai jengkel sendiri untuk segera masuk bekerja. Kemudian ketika sudah bekerja, secara perlahan secara finansial juga turut berubah. Yang awalnya coman* nenteng BB Gemini, sekarang bawaannya Onyx 2 dan iPad. Yang dulunya pas kuliah coman makan di "piring ijo" karena murah meriah plus bisa ngutang dulu, sekarang mainannya Pancious Pancake atau Nanny's Pavillon. Hobby barunya setelah kerja pun jadi nambah yaitu nraktir teman-temannya makan.Saya sih seneng aja kebagian yang satu ini. :D

Sebenernya, yang menjadi ketertarikan saya tentang hal yang dilakukan Acit ini adalah ketika dia bilang merasa "makan uang rakyat." "Kerjaan gue cuma jagain mesin fax, fotokopi tapi bisa dapet uang segitu. Belum lagi kalau keluar kota. Terus, ada juga tuh yang tandatangan bersama tiap akhir tahun, untuk, ya lo tahu lah untuk apa. Faisal pasti juga tahu deh," kurang lebih itu yang diucapkan Acit. Dan, kalimat terakhir itu saya masih ingat sekali diucapkannya ke Tia ketika kami ketemuan di Djakarta Teater terakhir kali. Tia juga bersuamikan PNS yang kerja di Departemen Luar Negeri.

Ngomongin PNS mungkin selalu ada aja celanya. Saya jadi ingat Ena yang paling anti sama PNS, dia selalu bilang mana ada PNS yang gak korupsi, meski cuma seribu perak juga. Hehehe. Memang sih seharusnya tidak bisa menyamaratakan semua PNS begitu, tapi juga tidak bisa disalahin kalau akhirnya orang banyak berpikiran seperti itu karena citra PNS di masyarakat kita ya moyoritas memang cuma kerja ungkang-ungkang kaki sambil makanin duit rakyat.

Saya ingat cerita Ena tentang Christo, mantan pacarnya yang sekarang jadi PNS di Manado. Kata Christo di kantornya orang-orang pada dipaksa tanda tangan untuk bikin acara tahun baruan di sana, budget yang dimasukan ke proposal begitu besar, eh ujung-ujungnya cuma pasang petasan sama kembang api plus dibagiin nasi kotak. Sisa budgetnya? Ya jelas masuk ke kantong masing-masing.

Kembali pada kisah Acit, saya kira keputusannya untuk mundur dari PNS cukup berani, dan saya salut sama Acit. Sebagian orang mungkin cuma ingin bermain di zona aman. Sudah dapat pekerjaan bagus, gaji lumayan, mau apa lagi, kan? Tapi Acit meninggalkan zona aman-nya dan memulai sesuatu yang lebih punya tantangan. Pasti ke depannya bakal banyak yang dihadapinya. Mungkin juga rasa bosan lagi, mungkin juga ketidakpuasan, dan masalah-masalah lain. Tapi saya kira Acit pasti akan menghadapinya. 


Pesan saya untuk Acit: Hadapain yang baru dengan semangat, jangan cepet ngeluh kalau ada masalah, kalau ada cobaan, dan kalau ternyata yang dihadapi sekarang tidak bisa seenak yang dulu, just face it!


*Coman = cuma. Kata itu khas banget Acit yang setiap bilang kata cuma selalu berubah jadi coman. :D


pic from here



1 comment: