mengintip. memandangmu dari kejauhan.
di ujung jalan yang suram ia resah.
menanti-nanti kapan kau singgah.
angin malam menyapa di sela-sela dadanya,
gelinjang gairah di antara paha.
wanita itu merapatkan kerudung di kepalanya,
mayang berselendang itu.
dalam sepi yang gigil, banyak cerita
ingin disampaikan padamu.
rindu menggodamu
atau rindu digoda dan diraba-raba.
terkadang juga ia ingat rumah.
kikik ceria anak-anaknya yang bernyanyi.
cahaya hangat, tempat kemana rasa selalu ingin pulang.
tapi juga laki-laki itu, yang menunggu di meja makan;
sosok kaku tak romantis.
membuatnya ingin berlari dari kenyataan.
sebab dekapnya serupa hari-hari di musim dingin.
di antara detik-detik ia menantimu,
puisi-puisi dan nyanyian lirih disenandungkan.
seperti burung sekarat di atas pohon,
kehilangan hampir separuh nyawa.
bahkan setengah gila.
dalam gelepar rindu ia berwudhu
merapal doa-doa, menyebut nama tuhannya.
merapatkan lagi kerudungnya makin erat.
menangis. tanpa pernah ada yang tahu
airmata yang turun sebab merasa dosa
atau rindu nikmat yang laknat.
mungkin harapnya, tuhan bisa sedikit lupa atas dosanya.
atau tuhan sekejap buta ketika ia mengerang
dan menjambak-jambak kerudungnya
sambil menyebut nama seorang lelaki.
di lorong gelap ia masih menunggu
dekat gorong-gorong tempat tikus mencicit,
ia menjerit; mungkin orgasme
atau gila; lupa ingatan bahwa ia seorang ibu.
dalam malam yang semakin gelap
ia terseok di ujung jalan buntu.
terkapar sekarat dan kedinginan.
dilepaskan kerudung hitamnya
dengannya, ia tutupi dada serta pahanya
mencari-cari rasa hangat dan selamat.
pic from here |
1st visit... what a poetry...
ReplyDeleteThanks for visit, Fatulrachman. :)
ReplyDelete