aku memang tak mampu membedakan  raut bagaimana menjelma perempuan bodoh atau menahan cinta yang luar  biasa. tapi aku tidak akan sesederhana itu menjadi batu. berdiam dalam  gelap yang dingin. menahan saja segala rasa dan menjadi bisu. aku angin  yang amuknya bisa memporakporandakan ranting-ranting yang tampak kuat  itu dan dipercaya burung-burung memeluk sarangnya. 
kata-kata  yang sampai padaku mungkin saja tiba di ujung gang buntu. hingga aku  hilang arah, tak tahu kemana akan menuju. tapi aku bukan batu yang bodoh  membiarkan saja goresan-goresan terukir di sekujur tubuhnya, lalu  luruh, menjelma debu. aku bukan batu. yang menikmati kematian dalam  diam.
|  | 
| here | 
 
dan aku pun bukan batu yang mampu tertempa hujan sampai hancur berserak pelan-pelan :)
ReplyDeletesudah kodratnya batu menikmati kematian dalam diam. Mungkin ia senang dengan kondisi seperti itu. Kita manusia, mempunyai banyak pilihan untuk menikmati kodratnya... tetapi pada titik ini, bukan pilihan yang tepat untuk seperti batu...
ReplyDeleteapakah ini sebuah keluhan pada hamparan batu-batu kering kebencian??
perempuannn... ah, kenapa rasa begitu tak berhati? :)
ReplyDeleteAyu: Sama dong kita. aku kan juga bukan batu. :P
ReplyDeleteSam: Bukna keluhan. Jeritan! :)
Accilong: Ah, lelaki! Selalu...
Bahkan batu pun akan bolong jika terus diterjang air.
ReplyDelete