menumbuhkan rimbun prasangka dalam dada
dan tak henti membenamkanku dalam banjir airmata,
namun segera bagimu aku menjelma penyihir
yang merapal kutukan-kutukan tak berkesudahan
aku merasa seperti tanpa jeda
kau goreskan duri-duri,
menghujam belati
tanpa pernah betul-betul membunuhku
terseok-seok aku mensejajarimu
terengah-engah tanpa bisa mencapaimu
terkubur dalam kecewa dan serupa
pengkhianatan yang berulang-ulang
bagaimana aku mampu membaca gemuruh dan debur ombak
di dalam dadamu itu?
sementara aku debu
dan dalam diammu aku begitu buta dan mati rasa
pic from here |
Bekasi, 18 September, 2011
No comments:
Post a Comment