Acara kopi darat dan diskusi dimulai sejak pukul 16:00, sementara konser dimulai pukul 19:30. Pertama kali saya mengetahui acara ini melalui Twitter, kebetulan saya mem-follow ketiga akun tersebut, maka sering ramailah timeline saya dengan obrolan mengenai acara ini. Alasan utama saya ingin datang hari Jumat lalu adalah karena salah satu pengisi acaranya, Ari-Reda, yang sudah dikenal sebagai penyanyi yang memusikalisasi puisi-puisi Sapardi Djoko Damono.
Beberapa hari sebelum acara saya menghubungi Lina Bayun yang dulunya teman maya saya, (karena sudah pernah ketemu, saya gak bilang masih teman maya) dan merupakan salah satu panitia acara ini dan mengajak Mbak Novi (dulu juga teman maya, sekarang juga gak maya lagi) untuk datang kesana. Sama seperti saya, Mbak Novi datang juga karena mau lihat penampilan Ari-Reda. Pulang kerja jalanan Jakarta sudah sepi, mungkin karena sudah banyak yang libur untuk tahun baru. Rencana awal saya akan berangkat ke BBJ dengan Gema dan ketemu Lina dan Mbak Novi langsung di sana. Tapi karena Gema masih harus liputan dan juga karena gerimis dan bawa helm cuma satu, akhirnya saya nyusulin Mbak Novi yang abis gila-gilaan dengan diskon akhir tahun ke Senayan City.
Jalanan menuju Senayan City macet banget ditambah ujan gerimis. Perjalanan dari Senayan yang harusnya tinggal ngesot aja jadi lama gara-gara supir taksi yang saya naiki muter-muter gak karuan. Saya dan Mbak Novi tiba di BBJ ketika para panitia sedang makan malam dan bersiap untuk konser, saya langsung menemui Lina, hasilnya bisa makan Mie Kangkung Bakso gratisan dulu, hehe!
Diskusi sore tadi di BBJ yang tidak sempat saya hadiri membahas mengenai sastra di dunia maya. Akun-akun seperti @koinsastra, @fiksimini, dan @sajak_cinta adalah beberapa diantaranya yang aktif mengembangkan sastra dengan cara masing-masing melalui dunia maya. Saya kira perkembangan sastra
cyber sudah mulai marak sejak awal tahun 2000-an. Perkembangan blog dan ramainya jejaring sosial di internet memudahkan siapa saja untuk menyalurkan ekspresinya. Menulis puisi tidak lagi harus menunggu penerbit yang mau membuatkan kita buku, membuat essay dan opini tidak harus tunggu masuk koran dulu. Siapa saja bisa dengan mudah membuat itu semua melalui blog, facebook, twitter, dll.
Mengutip ucapan Mbak Zeventina, penulis yang buku keduanya "Nyai Duesseldorf" diluncurkan pada acara malam itu mengatakan,
"Cyberworld itu amazing!" Yes, so agree with that. It's truely amazing! Saya merasakan sendiri bagaimana dunia maya begitu menakjubkan. Jika kita pandai juga cermat memanfaatkan kemajuan teknolgi, dunia maya bisa menjadi sebuah sarana yang baik di kehidupan dan memperoleh banyak keuntungan dari itu.
Dulu saya begitu sebal memandang teman-teman saya di bangku SMP yang gila
chatting berjam-jam di depan komputer cuma untuk kenal-kenalan dengan cowok. Kurang kerjaan dan kesepian, saya pikir. Tapi sekarang lewat dunia maya saya berkenalan dengan banyak orang, berbicara dengan mereka, berbagi cerita, bahkan merasa dekat meski belum pernah bertemu. Lalu saya akhirnya bertemu sebagian dari mereka, dan menjadi akrab. Namun tetap saya tidak mau sembarangan mengenal orang-orang melalui dunia maya, terus sembarang ketemu-ketemuan. Kasus penculikan atau penipuan melalui internet, saya kira salah satu penyebabnya adalah pelaku tidak awas dalam memilih orang yang mereka kenal. Sembarang kenal, sekali dua kali ngobrol terus langsung mau aja diajak ketemu. Saya paling anti deh begitu!
Seperti saya pernah katakan dulu pada salah satu tulisan saya mengenai teman maya, saya paling ga mau
approve orang, contohnya di Facebook, kalau
mutual friend-nya ga jelas. Ada
mutual friend tapi tidak dekat atau tidak kenal baik, jangan harap saya
approve. Saya masih terima kalau mungkin
mutual friend-nya tidak kenal dekat, tapi seputar orang-orang dalam lingkup sastra. Saya juga sering nge-
add orang di Facebook, tapi keseringan pasti ada hubungannya dengan sastra. Kalau kirim-kirim pesan cuma sapa-sapa gak penting, hai-hei-hoi doang, males saya ladenin!
Teman-Teman Maya
Kembali ke acara Jumat malam lalu. Waktu saya bertemu Lina sebelum konser mulai, Lina sempat bilang, "
Mei, aku tadi banyak ketemuan orang yang baru kenal di Twitter lho. Pada nge-tweet mention aku, bilang udah di BBJ terus ketemu jadinya." Lalu
Mbak Zeventina juga. Saat dia selesai dengan penampilan monolognya bersama
Yohanna May yang membuat sekaligus menyanyikan
soundtrack untuk novelnya tersebut bercerita, bahwa ini pertama kalinya ia berkolaborasi dengan Yohanna May. Mereka kenal di Twitter, lalu terjadilah kerjasama itu. Lihatlah apa yang telah terjadi dengan Zeventina dan Yohanna May. Sebuah perkenalan via Twitter menghasilkan kerjasama, melahirkan karya dan menumbuhkan persahabatan di antara mereka.
|
Penampilan dari Zeventina dan Yohanna May |
Saya jadi mengingat bagaimana saya dulu kenal Lina hanya melalui sebuah email yang dikirimkan di suatu subuh. Email dari Lina tentang Koin Sastra.
Lina, --merupakan seorang relawan koin sastra di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDSHBJ)-- kala itu mencari informasi tentang orang-orang yang pernah menggalang dana untuk PDSHBJ atas nama Koin Sastra, secara tidak sengaja menemukan blog saya. Menghubungi saya via email. Bertanya dan menceritakan rencananya dan kawan-kawan lain yang peduli PDSHBJ untuk menggelar konser Koin Sastra kedua di Jogja. Saya tidak pernah menggalang dana untuk PDSHBJ, tapi saya menulis beberapa berita dan laporan cerita pengalaman saya saat datang ke Konser Koin Sastra bulan April 2011 lalu di blog. Saya mengenalkan Lina dan memberi kontak beberapa orang penulis/penyair/seniman yang saya tahu bisa membantu dalam hal semacam ini, salah satunya
Endik Koeswoyo, seorang penulis asal Jogja.
Saya mengenal Mas Endik lewat Twitter, tidak pernah bertemu muka, saya mem-
follow akunnya karena saya tau dia penulis. Dulu entah karena apa saya lupa, Mas Endik pernah meminta pin BB saya, lalu saya ingat bagaimana pertama kami ngobrol-ngobrol di BBM, tentang gombalan-gombalan yang lucu banget dan langsung curhat-curhatan tentang cinta. Saya ingat bulan maret ketika itu, saya dan dia ternyata sama-sama baru putus cinta. Saya memutuskan laki-laki yang dua tahun saya pacari dan Mas Endik diputuskan perempuan yang sudah empat tahun dipacarinya.
Saat saya mengenalkan Lina dengan Mas Endik, saya hanya BBM Mas Endik dan bilang ada teman yang butuh bantuan untuk bikin konser sastra di Jogja. Mas Endik langsung mengizinkan saya memberikan nomor teleponnya ke Lina, bahkan belum apa-apa ketika itu, Mas Endik bilang kalau nanti di Jogja butuh
basecamp, dia rela kosannya dipakai. Beberapa minggu kemudian Lina pergi ke Jogja, bertemu beberapa orang yang direncanakan akan membantu acara Konser Koin Sastra kedua tersebut, salah satunya Mas Endik. Lucu, saya kira. Saya sendiri saat itu belum pernah bertemu keduanya, tapi saya mengenalkan mereka dan mereka bertemu. Sejak itu saya dan Lina jadi sering berkomunikasi. Beberapa kali saya berencana bertemu tapi selalu gagal, padahal kami sama-sama di Jakarta, lokasi pun tidak berjauhan.
Akhirnya, pertemuan pertama saya dan Lina terjadi beberapa bulan lalu di Taman Ismail Marzuki (TIM). Mas Endik kebetulan ada di Jakarta saat itu dan tanpa saya ketahui Lina mengajak dia ikut dalam pertemuan kami. Jadi hari itu saya bertemu untuk pertama kali dengan Lina dan Mas Endik. Saat saya cerita ke Mas Endik bahwa hari itu pertama kali juga saya bertemu Lina, dia kaget setengah mati. Sebab dia kira saya sudah mengenal dan berteman lama dengan Lina. Saya sudah tiga kali bertemu Lina, dengan Mas Endik baru sekali itu. Mas Endik sekarang sedang di Makassar. Bayangkan, hanya dari Twitter dan blog pertemanan kami ini terjalin sampai sekarang. Belum ada setahun saya mengenal mereka berdua, tapi rasanya sudah akrab sekali.
Selain Lina dan Mas Endik, saya juga sudah bertemu Mbak Novi dan Mbak Ayu, cerita perkenalan dengan mereka di dunia maya bisa dibaca di
sini. Ada pula Mbak Yuni Sambodja, yang satu ini saya ga tau apa dikategorikan teman maya atau ga, tapi saya rasa iya. Ia istri almarhum dosen saya di kampus dulu, Asep Sambodja. Saya ga pernah ketemu beliau, ga pernah kenal, ga pernah tahu bahkan yang mana istrinya Pak Asep, kecuali namanya Yuni. Saya mengenal sosok Mbak Yuni sejak Pak Asep sakit, hampir dua tahun lalu. Setelah Pak Asep meninggal justru saya baru mulai berkomunikasi dengannya, lewat Facebook. Hanya lewat Facebook. Saat pernikahan saya tanggal 10 Desember, 2011 kemarin, dia datang, sendiri. Di sanalah pertama kali saya bertemu muka dengannya. Saya mengirim undangan kepadanya, tapi tidak mengira dia akan datang. Saya hampir tidak mengenalinya, ketika di atas pelaminan, dia menyalami saya dan berkata, "saya Yuni," saya baru sadar dia Mbak Yuni. Sungguh terharu sekali. Di atas pelaminan itu juga saya langsung mengenalkan Mbak Yuni dengan ibu saya yang sudah sering saya ceritakan tentang Pak Asep. Saya jadi ingat ucapan Mbak Ayu, pertemanan ini (dengan Mbak Novi, Mbak Ayu dan Mbak Yuni) semua gara-gara Asep Sambodja. Saya mengenal mereka semua di saat Pak Asep sudah tiada. Tapi kepergian beliau mengirimkan tiga orang teman sekaligus kakak untuk saya. Betapa indahnya, bukan?
Lalu, Suci. Ini dia bocah ngocol, gila, sekaligus pendengar yang baik saat dibutuhkan untuk curhat, hehe! Perkenalan saya dengan Suci terjadi menjelang akhir 2010, beberapa minggu setelah Gunung Merapi meletus. Perkenalan kami bukan lewat blog, Facebook atau Twitter, melainkan BBM. Ranang, teman baik saya di Magelang, yang mengenalkan saya secara tidak langsung dengan Suci. Dulu ceritanya, Ranang butuh segera dikirimkan gambar kondisi Borobudur pasca meletusnya Merapi. Suci tinggal di Borobudur (anak lurah Borobudur gitu lhoo...). Namun email di Blackberry (BB) Suci waktu itu tidak bisa dipergunakan. Alhasil, Ranang meminta pin BB saya untuk diberikan kepada Suci. Gambar-gambar dari Suci yang dibutuhkan Ranang, dikirim via BBM kepada saya, dan saya melanjutkan mengirim gambar-gambar tersebut ke email Ranang. Selesai itu, sudah. Tidak ada komunikasi lagi antara saya dan Suci selama kira-kira sebulan, tapi kontak BBM-nya masih tersimpan. Kemudian lupa pastinya bagaimana saya dan Suci mulai sering bertegur sapa singkat di BBM, akhirnya malah jadi curhat, terus sekarang malah sering BBM cuma untuk ngata-ngatain, hahaha!
Saya melihat Suci pertama kali akhir Februari 2011 di Pantai Kuta, Bali. Saya melihat dia, dia tidak melihat saya. Kala itu saya dengan teman-teman sepergalauan liburan ke Bali, Suci waktu itu tinggal di Bali selama 3 bulan. Saya memberi tahu dia saya akan datang dan berharap bisa bertemu. Tapi jadwal jalan-jalan yang penuh seharian, bikin sulit untuk ketemu dia. Sore itu di Kuta, hari terakhir liburan, saya makan di Mc Donalds sebelum balik menuju airport. Suci bilang dia juga mau ke Kuta sore itu, tapi BB-nya
lowbatt. Saya ngeh status BBM-nya tertulis "pantai kuta" setelah teman saya sudah menelpon
driver kami untuk menjemput.
"Suci, kamu udah di Kuta ya?"
"Iya. Mba Mei dimana?"
"Aku di McD. Knp ga bilang udah sampai kuta? Aku udah mau balik ini."
"Aku kira BB Mba Mei juga lowbatt."
"Yah, terus gimana? Kamu dimana?"
"Aku di pantai yang depannya ada hotel direnovasi"
"Yaah, supirku udah dateng ini. Gimana dong? Susah parkir, jalannya satu arah."
"Kamu naik mobil apa? Aku tunggu di depan jalan ya. Aku pakai baju yang kaya di foto BBMku."
"Ngapain kamu tunggu di depan jalan?"
"Mau liat Mba Mei. Siapa tau keliatan. Mobilnya apa?"
"Avanza Silver. Aku udah jalan ini. Kamu dimana."
"Mana mbak?"
"Suciiiiiii, aku liat kamuuuuu."
"Mana?"
"Aku udah lewatin kamu, Ci. Tadi aku udah liat kamu. Kamu yang utang belum liat aku yaa."
Begitulah. Sampai akhirnya bulan Mei di tahun yang sama saya pergi ke Jogja dengan Mbak Nova, dan bertemu Suci untuk pertama kalinya. Penginapan saya di Jogja dicarikan oleh Suci, diantar dari Jogja ke Borobudur gratis, meski naik motor sama teman-temannya, diajak masuk Candi Borobudur gratisan juga, gara-gara dia anak lurah, hahaha! Terakhir kali, waktu nikahan saya kemarin, Suci datang dan menginap di rumah selama empat hari. Itu pertemuan ketiga kami di tahun yang sama. Dari BBM, saya bisa dapat adik yang gilanya luar biasa. Haha! :D
Dua orang terakhir yang akhirnya bertemu juga ialah
Mas Khrisna Pabichara dan Bli Putu Fajar Arcana. Mas Khrisna, seorang penulis yang saya kenal di sebuah grup sastra "Rumah Kata" di Facebook dan Bli Fajar yang merupakan Editor Harian Kompas Minggu saya kenal lewat Twitter. Jumat lalu itu di Twitter saya sudah bilang "
semoga bisa ketemu Bli Fajar di Dialog 3 Akun." dan begitu tiba di BBJ, Lina yang membawa saya ketemu Bli Fajar dan saat sedang makan dengan Lina dan Mbak Novi, saya melihat Mas Khrisna dan langsung menyapa. "
Ooh, ini Mentari. Ketemu juga akhirnya," kata Mas Khrisna. Percakapan dengan mereka berdua di acara Dialog 3 Akun kemarin tidak lama, tapi cukup mengesankan. Bertemu orang-orang yang sebelumnya tidak pernah bertatap muka namun sering ngobrol, mungkin rasanya seperti bertemu teman lama.
Acara Dialog 3 Akun kemarin lalu saya yakin tidak saja membawa saya bertemu Mas Khrisna dan Bli Fajar, tapi juga orang-orang lain bertemu teman mayanya. Masih ada beberapa teman maya yang rasanya ingin saya temui, sebagiannya saya kenal sudah begitu lama, Mas Ia di Semarang, Imran, Ali, dan Shasha di Kuala Lumpur. Dan yang baru-baru ini, Kang Erha di Bogor dan Mbak Enno. Saya rasa, jika memang ada kesempatan atau memang ditakdirkan pasti akan datang waktunya untuk kami bertemu.
True friend is not about time and distance, but heart.