Lebih dari 15 tahun lalu, aku masih ingat diseberang rumahku ada kali. Meski bukan yang ditemukan pertama kali oleh mata ketika membuka pintu, kali yang airnya mengalir itu meski tIdak jernih digordeni rumah-rumah tetangga.
Aku senang pergi ke rumah guru ngajiku. Dari dapur belakang, kali itu bisa terlihat langsung. Ada tangga menuju ke bawah. Kalau musim hujan menderas maka airnya yang coklat hampir mencapai lantai.
Di seberang kali itu ada ladang dan padang. Bersawah dan menghidupi petani kampung. Setiap sore aku sering menyeberang ke padang sana. Berlari-lari, menangkap capung dan kepik. Kemudian kesenanganku adalah menginjaki batang padi yang habis dibakar. kresek-kresek.... Bunyinya garing.
Jika musim kering, petani di situ menanami ladangnya dengan semangka. Juga menjual mentimun dan kacang panjang yang bisa dipetik langsung dari pohonnya oleh pembeli. Jika siang banyak petani duduk di pinggir kali menunggui ladangnya berbuah dan panen.
Menyeberang ke ladang butuh usaha bagi anak kecil umur 7 tahun. Aku bisa memilih dua jembatan. Melewati jembatan baru namun kecil dari batang pohon kelapa yang telentang. Atau jembatan lama, lebar tapi beberapa tiang sangga dan kayu untuk menapaknya sudah renta dan bercelah. Di seberang jembatan itu ada rumah kosong. tidak berpenghuni sejak aku pindah kemari. Rumah besar bertingkat dua, besar dan kotor. Ada rambat bunga telang dan rongsok tumbuh di sana. Jika main petak umpet aku senang bersembunyi di rumah itu. Hangat di siang hari sekaligus membuat merinding.
Enam tahun aku meninggalkan kota ini. Aku anak kota sekarang. Tak lagi main di kali, ladang dan padang, sembunyi-sembunyi di rumah kosong. Aku lebih senang bergaya ke mall, high heels lebih trend dibanding sendal jepit yang penuh lumpur.
Enam tahun pergi dan enam tahun pula sudah aku kembali tinggal di sini. Sore kemarin baru aku sadari, mana padang dan ladang itu? Mana kepik dan capung yang dulu aku tangkapi. Kali itu sudah kerontang. Rumah kosong itu menjelma rumah gedongan bercat orange berpagar besi. Tanah bekas ladang dan padang itu kini sudah berbuah kemodernan jaman. Beton dan atap tumbuh diatasnya yang beraspal hitam.
Kemana petani itu pergi sekarang?
No comments:
Post a Comment