- Sapardi Djoko Damono -
-------------------------------------
Cerita dalam perjalanan ini, maghrib yang sendu. Laksana petir yang mengagetkan namun membuat kelu, lidah tak mampu berkata-kata, aku hanya bisa menghela panjang. Diambang nyata tapi tak percaya. Seperti membuka album kenangan, kamu masa lalu yang aromanya sudah pudar, sempat terlupa namun tetap merekat.
Duabelas tahun persahabatan, ada masa dimana kita begitu dekat namun waktu yang mengubah ruang diantara kamu dan aku. Saat-saat kamu menjadi jauh dan aku melihat perubahan itu dalam sebuah jarak dan diam. Perlahan namun sangat pasti, kamu menjadi begitu berbeda.
Aku tidak pernah mau lagi membaurkan diri dalam hidupmu, kita masih bersama namun ada yang merentang ditengahnya.Sejak kita pernah hampir-hampir bertengkar besar karena aku berusaha menasehati kamu dan kamu kira aku begitu ikut campur dan sok tahu tentang hidupmu, aku pikir baiklah, siapa aku ini, jalani saja hidupmu. Aku akan tetap ada memandangimu tanpa pernah lagi mau mengatur.
Kesedihan muncul bersamaan dengan kehilangan. Dan aku kehilangan kamu, maka aku menjadi sedih di masa-masa dulu. Dan juga malam ini.
Ena, yang bercerita. Mendadak. Dan sesuatu yang mendadak memang cukup mengejutkan. Sama seperti terkejutnyaku saat telinga menerima berita itu. Suara itu yang masuk ke telinga, rasanya susah payah dicerna dalam otak. Antara mendengarkan lebih jeli dan berfikir keras, betul-betul meyakinkan diri bahwa ini nyata. Cerita ena ini betul-betul terjadi.
Aku menghela panjang sendiri. Dan ribuan kata tanya "kenapa" menggerayangi kepala dan seluruh tubuhku, hingga romaku berdiri. Sesak, kelu, dingin, marah, ingin menangisi kamu sekaligus ingin menampar mukamu, menempeleng kepalamu, agar kamu sadar dari mabuk dan dosa selama ini yang menyelimuti kamu.
Mungkin ini sebab ena juga menyimpan rahasia, cerita ini, lebih dari setahun dariku. Mungkin ia tahu betul bagaimana nanti aku akan bereaksi dan beremosi. Ena bercerita perlahan, begitu hati-hati, dan terkesan memilih-milih kata agar tidak membuatku begitu terkejut dan begitu emosional, mungkin. Awal cerita saja dia sudah mengultimatum, agar demi dewa atau setan manapun aku tidak akan mengisahkan ini kepada orang lain. Tolol kah kalian?! Kamu sahabat dan ena saudara serahimku, mengapa kalian begitu sepakat tidak bercerita. Kamu juga, setelah hampir dua tahun baru berani mengungkap semua. Kata ena, dengan sikap yang tetap konyol dan goblok yang biasanya justru membuat kami tertawa. Tapi, siapa yang mau tertawa dengan kisah ini.
Kenapa sih, K? Kenapa? Aku tidak mau lagi mencampuri, tapi aku juga tidak mau pura-pura tidak peduli. Aku tidak mau kamu marah lagi sebab merasa aku sok tahu atas hidupmu. Tapi ini bukankah menjadi kelewat batas? Aku mengenal kamu. Kamu itu anak baik-baik yang menjelma gadis nakal, yang salah langkah dan tersesat dalam arti mencari jati diri saat kita masih sama-sama remaja.
Masa kuliah, saat kita terpisah, betul-betul jauh, aku tetap mengingat kamu. Terkadang masih sedih terhadap dirimu sebab aku kehilangan sosok pertamamu yang bertahun-tahun lalu aku kenal. Lalu terkadang saat bertemu teman-teman lama, mereka menanyaimu, dan gosip-gosip tak enak yang merebak tentang kamu. Aku begitu marah dan kesal jika mereka menebarkan racun kata-kata itu. Mati-matian membela kamu atas semua berita-berita itu. Tapi sekarang aku begitu benci. Benci sebab kisah ini membenarkan semua dugaan mereka yang selalu aku lawan. Dan aku begitu bodoh, sebab aku yang memang tidak tahu apa-apa.
K, jika peristiwa ini mampu menjadi jalan untuk kamu kembali ke sosok dulu, aku mungkin masih akan bersyukur kepada Tuhan. Berubahlah, K! Apa pun yang kamu buat, bahkan jika itu dosa sekalipun aku dan ena akan selalu menyayangi kamu.
Ini hidupmu, ini ceritamu. Aku tidak mau menghakimi, aku tidak mau menilai. Orang berdosa memang lebih banyak berdiam aku rasa, berahasia, sebab rahasia itu adalah dosa. Ketakutan datang bersama dosa itu. Karena ketakutan itu maka kamu berahasia. Kamu menyimpan rahasia besar kepada orang-orang, bahkan kepada semua keluargamu, semua, K, semua. Bahkan mama dan papamu tidak tahu. Tidak tahu kalau mereka sudah punya cucu.
K, demi Tuhan segala Tuhan, aku mengasihi dan mengasihani kamu. Demi anakmu itu, bertahanlah dengan lelaki itu, agar nanti suatu hari kamu bisa mengambil anakmu lagi dari keluarga yang baik hati itu. Keluarga yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkanmu. Mereka kan mengangkatmu dan lelakimu sebagai anak, agar anakmu hanya menjadi cucunya saja. Walau keluarga itu membawanya jauh. Mereka masih mengirimkan foto-foto balitamu itu, memberikannya pakaian dan makanan, merawatnya sebagai cucu, dan menjelaskan kepada pangeran kecil itu bahwa kamu dan lelaki itu adalah mami dan papinya yang harus jauh darinya sementara.
Kamu sedih saat mereka mengirimkan sekumpulan foto anakmu didalam kolam besar penuh dengan bola-bola warna warni, dan kamu bilang wajah pangeran kecil itu begitu terlihat bahagia. Namun bahagia yang bukan darimu. Saat kamu tidak bisa meninabobokannya, memberikan susu dan pakaian untuknya, kamu menangis. Maka, rubahlah hidupmu demi pangeranmu!
Aku memutar kembali ingatan pada saat hampir di wisuda, tahun terakhir di kampus, kamu menghubungi kami, ingin meminjam uang karena kamu bilang kamu kecelakaan, berada di RS dan tidak ingin memberitahu orangtuamu. Jumlah itu cukup besar dan kami memutuskan tidak memberikannya kepadamu. Setelah kisah ini disampaikan, aku tahu sekarang bahwa kamu betul-betul "kecelakaan." Kamu sendiri bilang, melalui ena, jika saja saat itu kami memberikan uang itu mungkin keadaannya sekarang akan berbeda.
Pikiranmu dan lelaki itu yang ingin membawa bayi tak berdosa itu ke panti asuhan dan membiarkan ia diasuh oleh orang-orang yang bahkan kalian tidak pernah kenal. Jika ketika itu aku turut memberikan uang dan kamu betul-betul melakukan itu, sudah pasti aku akan membunuhmu, K!
K, aku tidak mau tiba-tiba datang kepadamu, menanyaimu, pura-pura tidak tahu, tapi setelah 6 tahun kita tidak bertemu aku sekarang begitu ingin memeluk kamu. Mengatakan bahwa aku tetap sayang kamu, sebisa mungkin aku membantu, seperti kamu meminta kepada ena dicarikan pekerjaan.
Berubahlah dengan peristiwa ini, hiduplah kembali dengan cara yang baru. Tuhan masih memberimu kesempatan. Dengan caramu sendiri yang entah bagaimana, beritahukanlah orangtuamu, nanti, segera. Aku tahu kamu pasti menangis. Maka demi airmata, demi darah, dan anakmu itu, berubah dan berbahagialah lagi.
Pada tulisan ini aku begitu ragu-ragu menulis semua rahasia dan detail yang ada. Tapi aku menulis untuk kamu, mengenang kamu. Nanti, K, aku akan menemuimu, segera, dan memeluk dirimu erat-erat dan mengatakan "aku sayang kamu.!"
Aku tidak pernah mau lagi membaurkan diri dalam hidupmu, kita masih bersama namun ada yang merentang ditengahnya.Sejak kita pernah hampir-hampir bertengkar besar karena aku berusaha menasehati kamu dan kamu kira aku begitu ikut campur dan sok tahu tentang hidupmu, aku pikir baiklah, siapa aku ini, jalani saja hidupmu. Aku akan tetap ada memandangimu tanpa pernah lagi mau mengatur.
Kesedihan muncul bersamaan dengan kehilangan. Dan aku kehilangan kamu, maka aku menjadi sedih di masa-masa dulu. Dan juga malam ini.
Ena, yang bercerita. Mendadak. Dan sesuatu yang mendadak memang cukup mengejutkan. Sama seperti terkejutnyaku saat telinga menerima berita itu. Suara itu yang masuk ke telinga, rasanya susah payah dicerna dalam otak. Antara mendengarkan lebih jeli dan berfikir keras, betul-betul meyakinkan diri bahwa ini nyata. Cerita ena ini betul-betul terjadi.
Aku menghela panjang sendiri. Dan ribuan kata tanya "kenapa" menggerayangi kepala dan seluruh tubuhku, hingga romaku berdiri. Sesak, kelu, dingin, marah, ingin menangisi kamu sekaligus ingin menampar mukamu, menempeleng kepalamu, agar kamu sadar dari mabuk dan dosa selama ini yang menyelimuti kamu.
Mungkin ini sebab ena juga menyimpan rahasia, cerita ini, lebih dari setahun dariku. Mungkin ia tahu betul bagaimana nanti aku akan bereaksi dan beremosi. Ena bercerita perlahan, begitu hati-hati, dan terkesan memilih-milih kata agar tidak membuatku begitu terkejut dan begitu emosional, mungkin. Awal cerita saja dia sudah mengultimatum, agar demi dewa atau setan manapun aku tidak akan mengisahkan ini kepada orang lain. Tolol kah kalian?! Kamu sahabat dan ena saudara serahimku, mengapa kalian begitu sepakat tidak bercerita. Kamu juga, setelah hampir dua tahun baru berani mengungkap semua. Kata ena, dengan sikap yang tetap konyol dan goblok yang biasanya justru membuat kami tertawa. Tapi, siapa yang mau tertawa dengan kisah ini.
Kenapa sih, K? Kenapa? Aku tidak mau lagi mencampuri, tapi aku juga tidak mau pura-pura tidak peduli. Aku tidak mau kamu marah lagi sebab merasa aku sok tahu atas hidupmu. Tapi ini bukankah menjadi kelewat batas? Aku mengenal kamu. Kamu itu anak baik-baik yang menjelma gadis nakal, yang salah langkah dan tersesat dalam arti mencari jati diri saat kita masih sama-sama remaja.
Masa kuliah, saat kita terpisah, betul-betul jauh, aku tetap mengingat kamu. Terkadang masih sedih terhadap dirimu sebab aku kehilangan sosok pertamamu yang bertahun-tahun lalu aku kenal. Lalu terkadang saat bertemu teman-teman lama, mereka menanyaimu, dan gosip-gosip tak enak yang merebak tentang kamu. Aku begitu marah dan kesal jika mereka menebarkan racun kata-kata itu. Mati-matian membela kamu atas semua berita-berita itu. Tapi sekarang aku begitu benci. Benci sebab kisah ini membenarkan semua dugaan mereka yang selalu aku lawan. Dan aku begitu bodoh, sebab aku yang memang tidak tahu apa-apa.
K, jika peristiwa ini mampu menjadi jalan untuk kamu kembali ke sosok dulu, aku mungkin masih akan bersyukur kepada Tuhan. Berubahlah, K! Apa pun yang kamu buat, bahkan jika itu dosa sekalipun aku dan ena akan selalu menyayangi kamu.
Ini hidupmu, ini ceritamu. Aku tidak mau menghakimi, aku tidak mau menilai. Orang berdosa memang lebih banyak berdiam aku rasa, berahasia, sebab rahasia itu adalah dosa. Ketakutan datang bersama dosa itu. Karena ketakutan itu maka kamu berahasia. Kamu menyimpan rahasia besar kepada orang-orang, bahkan kepada semua keluargamu, semua, K, semua. Bahkan mama dan papamu tidak tahu. Tidak tahu kalau mereka sudah punya cucu.
K, demi Tuhan segala Tuhan, aku mengasihi dan mengasihani kamu. Demi anakmu itu, bertahanlah dengan lelaki itu, agar nanti suatu hari kamu bisa mengambil anakmu lagi dari keluarga yang baik hati itu. Keluarga yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkanmu. Mereka kan mengangkatmu dan lelakimu sebagai anak, agar anakmu hanya menjadi cucunya saja. Walau keluarga itu membawanya jauh. Mereka masih mengirimkan foto-foto balitamu itu, memberikannya pakaian dan makanan, merawatnya sebagai cucu, dan menjelaskan kepada pangeran kecil itu bahwa kamu dan lelaki itu adalah mami dan papinya yang harus jauh darinya sementara.
Kamu sedih saat mereka mengirimkan sekumpulan foto anakmu didalam kolam besar penuh dengan bola-bola warna warni, dan kamu bilang wajah pangeran kecil itu begitu terlihat bahagia. Namun bahagia yang bukan darimu. Saat kamu tidak bisa meninabobokannya, memberikan susu dan pakaian untuknya, kamu menangis. Maka, rubahlah hidupmu demi pangeranmu!
Aku memutar kembali ingatan pada saat hampir di wisuda, tahun terakhir di kampus, kamu menghubungi kami, ingin meminjam uang karena kamu bilang kamu kecelakaan, berada di RS dan tidak ingin memberitahu orangtuamu. Jumlah itu cukup besar dan kami memutuskan tidak memberikannya kepadamu. Setelah kisah ini disampaikan, aku tahu sekarang bahwa kamu betul-betul "kecelakaan." Kamu sendiri bilang, melalui ena, jika saja saat itu kami memberikan uang itu mungkin keadaannya sekarang akan berbeda.
Pikiranmu dan lelaki itu yang ingin membawa bayi tak berdosa itu ke panti asuhan dan membiarkan ia diasuh oleh orang-orang yang bahkan kalian tidak pernah kenal. Jika ketika itu aku turut memberikan uang dan kamu betul-betul melakukan itu, sudah pasti aku akan membunuhmu, K!
K, aku tidak mau tiba-tiba datang kepadamu, menanyaimu, pura-pura tidak tahu, tapi setelah 6 tahun kita tidak bertemu aku sekarang begitu ingin memeluk kamu. Mengatakan bahwa aku tetap sayang kamu, sebisa mungkin aku membantu, seperti kamu meminta kepada ena dicarikan pekerjaan.
Berubahlah dengan peristiwa ini, hiduplah kembali dengan cara yang baru. Tuhan masih memberimu kesempatan. Dengan caramu sendiri yang entah bagaimana, beritahukanlah orangtuamu, nanti, segera. Aku tahu kamu pasti menangis. Maka demi airmata, demi darah, dan anakmu itu, berubah dan berbahagialah lagi.
Pada tulisan ini aku begitu ragu-ragu menulis semua rahasia dan detail yang ada. Tapi aku menulis untuk kamu, mengenang kamu. Nanti, K, aku akan menemuimu, segera, dan memeluk dirimu erat-erat dan mengatakan "aku sayang kamu.!"
------------------------
PS: Dava, tante tidak pernah bertemu kamu. Tante bahkan baru tahu bahwa kamu ada. Tante berdoa untukmu dan mamimu agar kalian bahagia. Dan agar Tuhan terus memberikan berkah dan rezeki kepada keluarga yang baik hati itu, yang senantiasa menjagamu.
Maka suatu hari nanti jika mamimu tetap bertahan dengan papimu, demi mengambilmu kembali, sayangilah mereka dan mengertilah, sayang. Mereka sesungguhnya begitu menyayangimu!
No comments:
Post a Comment