Tadi pagi saya baru bangun tidur saat buka handphone grup di Whatsapp ramai ngomongin soal bom di Sarinah, Jakarta. Saya langsung nyalain tivi, hampir semua channel yang saya lihat lagi memberitakan hal yang sama. Saya buka Path dan Facebook hampir semua teman-teman menyampaikan perihal yang sama. Saat lihat berita tersebut di tivi gak dipungkiri saya merasa deg-degan. Lokasi rumah saya di Salemba mungkin jaraknya gak lebih dari 7 km dari lokasi kejadian. Tepat seminggu yang lalu saya dengan beberapa teman nongkrong di sana, di Jl. Sabang, tepat di belakang lokasi meledaknya bom hari ini dan di waktu yang hampir sama. Saya membayangkan bagaimana rasanya kalau saja bom itu meledak seminggu yang lalu. Saya harus berbuat apa?! Lari? Minta tolong ke siapa? Iya, saya akui merasa agak cemas dan khawatir.
Makin siang makin ramai orang-orang memberitakan hal ini. Tapi seorang teman di Path bikin saya merasa betul-betul muak, kesel, sebel. Dia mem-posting banyak sekali foto-foto kejadian bom di Sarinah itu, mulai dari lokasi yang hancur berantakan hingga foto-foto korban yang berlumuran darah dan luka-luka. Posting fotonya tanpa henti. Sejenak terlintas saya mau unshare saja ini orang. Suka heran sama orang-orang seperti ini yang gak ngerti apa namanya. Gak berempati atau cari sensasi. Tidak peka atau cari muka. Entahlah. Yang jelas bikin saya murka.
biar macet biar banjir aku tetap cinta |
Ya beginilah, selain masyarakat kita yang cenderung reaktif, ini pula salah satu yang diinginkan teroris; menyebarkan keresahan.Prinsipnya membunuh satu orang untuk menularkan ketakutan kepada ribuan orang. Kemudian orang-orang mulai ramai bilang jangan gunakan hashtag PrayForJakarta karena penggunaan hashtag itu efeknya international. Penjelasan sederhananya, masyarakat dunia yang tadinya gak tau apa-apa jadi tau bahwa di Jakarta sedang ada apa-apa. Lantas apabisa dicegah? Jawabannya: ENGGAK! Yup, karena hashtag PrayForJakarta tetap muncul dimana-mana. Tapi setelah itu apa lagi yang muncul? Foto-foto soal Jakarta melawan terorisme juga tak kalah banyaknya. Hashtag-hashtag "JakartaBerani", "WeAreNotAffraid", "JakartaAgainstTerrorist", dll, muncul menggantikan gambar-gambar ngeri tadi. Bahkan foto polisi kece yang lagi beraksi sampe tukang sate yang tetep jualan di sekitar lokasi kejadian jadi topik yang tak kalah serunya di media sosial.
Yang puitis pun ada untuk Jakarta |
Tapi inilah Jakarta, Ibu Kota yang kata banyak orang lebih kejam daripada ibu tiri. Dan mengutip kata senior saya Feba, if you survive in Jakarta, you can survive anywhere else in this world. Jakarta tidak lemah dan kami tidak takut.
tukang sate aja berani, masa kamu takut. |
No comments:
Post a Comment