Perempuan Hujan

ketika awan mendung, aku akan berlari keluar, bertelanjang kaki dan menari bersama rinai hujan. Dalam basah akan kutemukan inspirasi, maka pada kata-kata ini kukristalkan dingin kisahnya

Perahu Nelayan

  • Girls and A Boy
  • Perahu Nelayan
  • Sketsa Hujan

Thursday, January 28, 2016

AriReda Setia Menyanyikan Puisi

Cikini kemarin malam (27/1) riuh rendah oleh tepukan penonton yang menyaksikan konser "AriReda Menyanyikan Puisi" tepatnya di Taman Ismail Marzuki. Konser yang diselenggarakan selama dua hari itu sukses menarik ratusan penonton untuk hadir menikmati kesyahduan serta keindahan musik yang sederhana. tiket yang dijual pun ludes tak tersisa menurut kabar dari panitia.

sederhana, memang itulah kata yang tepat dalam menggambarkan musik yang dibawakan Ari Malibu dan Reda Gaudiamo. Sajak-sajak yang liris, musik yang teduh diiringi dentingan gitar, kesederhanaan itulah yang ternyata sungguh berdaya menyirih ratusan pengunjung yang memadati Teater Kecil kemarin malam. 28 buah musikalisasi puisi dibawakan dan sukses mendapatkan standing applouse dari penonton di akhir pertunjukan.

Turut hadir pula dalam konser semalam penyair Sapardi Djoko Damono --yang puisinya kerap kali dinyanyikan AriReda--, Jubing Kristianto, dan Tetangga Pak Gesang.

Audiens yang hadir di sana bukan saja dari kalangan yang seusia dengan penyanyinya, banyak wajah mudah yang turut meramaikan Teater Kecil semalam. Hal ini cukuplah membuktikan bahwa AriReda telah mampu membuat siapa saja jatuh hati.

Duet AriReda pertama kali muncul di bulan Oktober tahun 1982 di kampus UI berkat almarhum komedian Pepeng. AriReda mulai menyanyikan puisi di tahun 1987 ketika diajakoleh AGS Arya Dipayana dalam proyek Pekan Apresiasi Seni. Sejak itulah hingga kini mereka setia menyanyikan puisi. Menyajikan musik yang mampu menenangkan hati dan telinga pendengarnya, namun keriangan juga ikut serta di dalamnya.

Album musikalisasi puisi pertama mereka "Becoming Dew" lahir di tahun 2007. Judul tersebut terambil dari baris terakhir sajak Sapardi Djoko Damono, Don't Tell Me, terjemahan John H. McGlynn dari sajak "Jangan Ceritakan". Tahun 2016 ini tepat 33 tahun AriReda bersama. Konser "Menyanyikan Puisi" digelar dalam rangka peluncuran album kedua mereka yang bertajuk sama. Album tersebut diluncurkan pada November 2015, berisi sembilan buah lagu yang sajaknya berasal dari puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, Gunawan Muhammad, Toto Sudarto Bachtiar, dll. Album Menyanyikan Puisi pun menjadi salah satu album terbaik 2015 versi majalah Tempo.


duo favorite yang tak pernah berhenti mengagumkan di setiap pertunjukannya
 
Posted by Mentari Meidaa at 11:56 PM No comments:
Labels: Rinai Pribadi

Monday, January 18, 2016

Kelak Akan Kupertanyakan

Kelak nanti suatu hari kukunjungi kotamu.Pertama dan terakhir kali akan kupertanyakan tentang cinta yang selama ini hanya diterka-terka. Akan juga kusampaikan beribu-ribu tanya kenapa.

Hingga senja berubah warna
Hingga malam turunkan gerimis
Dan desir angin menjadi gigil di tubuhku

Saat itu kutamatkan kisah tentangmu.



Salemba, 16 Jan 2016
Posted by Mentari Meidaa at 2:54 PM No comments:
Labels: Puisi Hujan

Kukubur Namamu

Aku kubur namamu pada ingatanku yang paling dalam. Kugali makam untuk kenangan-kenangan.
Senja mengubah warna lantas apa tentang kita?
Cintaku tak bisa apa-apa.

Kereta tak datang lagi di stasiun. Hanya keresahan yang lindap menyusup hening di antara rel-rel kereta yang dalam ingatanku pernah mengantarkan dirimu di masa lalu.

Tapi apa arti pulang bagiku?
Di simpang jalan telah kulihat kau memilih jalan lain. Tak menuju rumah.


Salemba, 15 Jan 2016
Posted by Mentari Meidaa at 2:52 PM No comments:
Labels: Puisi Hujan

Thursday, January 14, 2016

Jakarta: We Are Not Affraid

Tadi pagi saya baru bangun tidur saat buka handphone grup di Whatsapp ramai ngomongin soal bom di Sarinah, Jakarta. Saya langsung nyalain tivi, hampir semua channel yang saya lihat lagi memberitakan hal yang sama. Saya buka Path dan Facebook hampir semua teman-teman menyampaikan perihal yang sama. Saat lihat berita tersebut di tivi gak dipungkiri saya merasa deg-degan. Lokasi rumah saya di Salemba mungkin jaraknya gak lebih dari 7 km dari lokasi kejadian. Tepat seminggu yang lalu saya dengan beberapa teman nongkrong di sana, di Jl. Sabang, tepat di belakang lokasi meledaknya bom hari ini dan di waktu yang hampir sama. Saya membayangkan bagaimana rasanya kalau saja bom itu meledak seminggu yang lalu. Saya harus berbuat apa?! Lari? Minta tolong ke siapa? Iya, saya akui merasa agak cemas dan khawatir.

Makin siang makin ramai orang-orang memberitakan hal ini. Tapi seorang teman di Path bikin saya merasa betul-betul muak, kesel, sebel. Dia mem-posting banyak sekali foto-foto kejadian bom di Sarinah itu, mulai dari lokasi yang hancur berantakan hingga foto-foto korban yang berlumuran darah dan luka-luka. Posting fotonya tanpa henti. Sejenak terlintas saya mau unshare saja ini orang. Suka heran sama orang-orang seperti ini yang gak ngerti apa namanya. Gak berempati atau cari sensasi. Tidak peka atau cari muka. Entahlah. Yang jelas bikin saya murka.

biar macet biar banjir aku tetap cinta

Ya beginilah, selain masyarakat kita yang cenderung reaktif, ini pula salah satu yang diinginkan teroris; menyebarkan keresahan.Prinsipnya membunuh satu orang untuk menularkan ketakutan kepada ribuan orang.   Kemudian orang-orang mulai ramai bilang jangan gunakan hashtag PrayForJakarta karena penggunaan hashtag itu efeknya international. Penjelasan sederhananya, masyarakat dunia yang tadinya gak tau apa-apa jadi tau bahwa di Jakarta sedang ada apa-apa. Lantas apabisa dicegah? Jawabannya: ENGGAK! Yup, karena hashtag PrayForJakarta tetap muncul dimana-mana. Tapi setelah itu apa lagi yang muncul? Foto-foto soal Jakarta melawan terorisme juga tak kalah banyaknya. Hashtag-hashtag "JakartaBerani", "WeAreNotAffraid", "JakartaAgainstTerrorist", dll, muncul menggantikan gambar-gambar ngeri tadi. Bahkan foto polisi kece yang lagi beraksi sampe tukang sate yang tetep jualan di sekitar lokasi kejadian jadi topik yang tak kalah serunya di media sosial.

Yang puitis pun ada untuk Jakarta


Tapi inilah Jakarta, Ibu Kota yang kata banyak orang lebih kejam daripada ibu tiri. Dan mengutip kata senior saya Feba, if you survive in Jakarta, you can survive anywhere else in this world. Jakarta tidak lemah dan kami tidak takut. 

tukang sate aja berani, masa kamu takut.



Posted by Mentari Meidaa at 10:14 PM No comments:

Saturday, January 9, 2016

Kita Pengkhianat

aku telah tau sejak dulu, bahwa perjumpaan kita hanya akan menuju pada pengkhianatan.
(sketsa daun-daun jatuh - Galih Pandu Adi)


tahun-tahun kita berlalu dalam desir angin
yang sepi dan kering
detik-detik berdetak berkejaran
dan kenangan tumbuh menjadi belati
aku tak pernah bisa menerkamu
dan pula, bagaimana cinta di dadamu
tahun-tahun berlalu dan kita
telah jauh tersesat
kita tumbuh menjadi
pengkhianat
berkilah dengan kenyataan
dan berakhir dengan memaki
diri sendiri


Salemba, 13 Desember 2015
Posted by Mentari Meidaa at 10:42 PM No comments:
Labels: Puisi Hujan

Project 366 Hari - Bukan Resolusi


Sudah sembilan hari berlalu dari awal tahun dan baru kali ini lagi saya kunjungi blog yang sudah terlalu lama mati suri. Lihat saja "Jejak Perjalanan" saya dari tahun ke tahun sejak awal nge-blog di sini jumlah tulisan bukannya semakin bertambah yang ada malahan makin menyusut. Sibuk kerja, sibuk ngurus anak, ngurus rumah, ga ada waktu, ga punya ide, dan segambreng alasan lain bisa saya sebutkan untuk jadi pembelaan. Padahal sih alasan utamanya males. Hehe! Males baca, males memutar otak, males cari inspirasi akhirnya mau nulis rasanya buntu.

Tapi tahun baru (yang sebetulnya biasa saja) selalu dijadikan moment yang tepat untuk melakukan perubahan, gerakan baru, membuat resolusi. Ah, rasanya basi ya. *wink* Padahal mau berubah, mau melakukan sesuatu yang baru ga perlu nunggu tahun baru, iya kan? Tapi ya begitulah tahun baru, melulu soal membuat resolusi, meninggikan harapan, membangun mimpi (soal realisasi urusan belakangan, hihihi). Apa salah? Tentu tidak dong. Ini kan yang namanya optimis.

Saya ga mau membuat resolusi apa-apa di tahun ini. Tapi saya punya keinginan dan juga harapan. Gak perlu satu-satu disebutkan apalagi dijabarkan panjang lebar. Satu hal saja, saya hanya ingin sekali melanjutkan lagi sesuatu yang sudah pernah dimulai sejak lama, melakukan hal yang begitu saya gemari, yaitu rajin kembali untuk menulis di sini. Ga terlalu muluk kan?

Sebelum memulai tulisan ini, saya mengunjungi sebagian besar teman-teman blogger di sini yang dulu mereka juga aktif sekali merangkai kata, tapi kesimpulan yang saya lihat rata-rata mereka semua juga semakin sepi menulis, walaupun sebagian masih kadang-kadang mem-posting tulisan. Entahlah, mungkin mereka sudah "pindah rumah" tapi sebetulnya masih aktif menulis atau memang nge-blognya sudah ditinggalkan.

Keinginan saya untuk kembali aktif nge-blog ini sempat saya ungkapkan di sebuah media sosial dan lantas dikomentari seorang teman, Iboy bilang "yuk, nulis satu hari satu tulisan." Weleh-weleh banget rasanya, tapi kemudian saya pikir lagi sebetulnya gak sulit lho satu hari satu tulisan itu. Kan ga ada kewajiban menulis jurnal panjang, atau cerpen atau tentang sesuatu yang rumit. Maka, dengan pede saya meyakini bahwa saya bisa melakukan project 366 hari ini. Saya ga akan bilang bahwa itu artinya setiap hari saya akan memposting sebuah tulisan di sini, tapi ini jadi tolak ukur saya bahwa di akhir tahun nanti jumlah tulisan dalam blog ini di tahun 2016 akan sebanyak 366 buah. *hup, hup, semangat* :D

Ini sudah hari kesembilan sejak awal tahun baru, tidak ada kata terlambat. 366 tulisan hanya harapan saya, terwujud atau tidaknya kembali sebagaimana besar usaha diri ini untuk mewujudkannya. Ini bukan resolusi. Hanya tolak ukur sederhana akan konsistensi yang saya rencanakan sendiri.

gambar dari sini




Salemba, 9 January, 2016
Posted by Mentari Meidaa at 10:29 PM No comments:
Newer Posts Older Posts Home
Subscribe to: Posts (Atom)

Mentari Meida Rahmala

Mentari Meida Rahmala
Masih suka menulis meski kadang-kadang. Tinggal di Jakarta. Bisa dikontak di: mentari.meida@gmail.com

Jejak Perjalanan

  • ►  2019 (5)
    • ►  February (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (2)
    • ►  December (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2017 (1)
    • ►  March (1)
  • ▼  2016 (23)
    • ►  November (1)
    • ►  August (12)
    • ►  May (1)
    • ►  February (3)
    • ▼  January (6)
      • AriReda Setia Menyanyikan Puisi
      • Kelak Akan Kupertanyakan
      • Kukubur Namamu
      • Jakarta: We Are Not Affraid
      • Kita Pengkhianat
      • Project 366 Hari - Bukan Resolusi
  • ►  2015 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  August (3)
    • ►  March (1)
  • ►  2014 (6)
    • ►  November (3)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (4)
    • ►  May (2)
    • ►  March (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (96)
    • ►  December (4)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (7)
    • ►  August (8)
    • ►  July (7)
    • ►  June (1)
    • ►  May (8)
    • ►  April (18)
    • ►  March (10)
    • ►  February (17)
    • ►  January (7)
  • ►  2011 (262)
    • ►  December (10)
    • ►  November (7)
    • ►  October (9)
    • ►  September (13)
    • ►  August (20)
    • ►  July (38)
    • ►  June (36)
    • ►  May (34)
    • ►  April (30)
    • ►  March (31)
    • ►  February (24)
    • ►  January (10)
  • ►  2010 (180)
    • ►  December (20)
    • ►  November (14)
    • ►  October (27)
    • ►  September (9)
    • ►  August (31)
    • ►  July (26)
    • ►  June (2)
    • ►  May (35)
    • ►  April (16)

Followers


Today's Qoute

quotes Meida likes


Goodreads Quotes

Labels

  • Fragmen Hujan (9)
  • Genangan Mimpi (42)
  • Kisah Ujung Pelangi (166)
  • Mengupas Jejak (11)
  • Mengutip Langkah (24)
  • Percikan (32)
  • Puisi Hujan (236)
  • Rinai Pribadi (70)

Pengukir Jejak

  • Cerita EKA
    Apa yang Layak Dibaca Saat Memulai Hidup dari Awal
  • Mbak Enno
    Algernon Project: Marie's Letter
  • Penjual Kenangan - Kak Iwied
    luka kali ini
  • Iboy
    Blogging dalam Genggaman
  • Pelangi Anda
    Ada yang baru tahun baru ini
  • Doa di Putik Kamboja
    di sebuah padang yang kita namai surga
  • secangkir cokelat panas
    Jalan Menikung
  • Adis Friska
    Usus buntu, operasi dan asuransi
  • Jin Botol - Oneng
    Nyaman = "Meninabobokan" Part III
  • Story of Gie...
    Iseng
  • Ruang Kata - Mbak Novi
    "Yang Fana adalah Waktu, Kita Abadi"
  • Butterbeer - Dista
    Si Anak Gelendotan
  • Rumah Putih Mas Ia
    Perselingkuhan Hitam Putih
  • Acit
    Te Makkelijk om Vlienders te Hebben...!!!
  • Kantong Ajaib - Daboe
    My (Silly) Obsession
  • Rumah Asep Sambodja
    The Reader: Kenapa Hanna Schmitz Bunuh Diri?
  • Lingkar Diri - Mas Ia
    sekali saja, mau?
Perempuan Hujan. Copyright 2010. Powered by Blogger.