Thursday, August 29, 2013

Lahirnya Langit - Part 1


Hari itu hari pertama saya menikmati cuti hamil dari kantor. Akhirnya saya ambil cuti lebih cepat dua minggu dari Hari Perkiraan Lahir (HPL) dan nambah seminggu dari cuti tahunan. Artinya saya baru akan balik ke kantor seminggu setelah Lebaran nanti. Senang rasanya gak perlu bangun pagi untuk berangkat kerja. Sejak weekend lalu setiap pagi saya bangun untuk pergi ke pasar dan masak di rumah. Maklum kalau kerja mana sempat pagi-pagi ke pasar dulu. Tapi ya gitu, dengan perut besar masak sedikit di rumah aja rasanya juga tetap capek.

Gema gak pergi kerja hari itu karena sedang pusing dan flu, badannya juga agak demam. Jadi seharian kami berdua di rumah saja, dan dia tidur melulu. Habis makan siang saya juga pergi tidur. Kesempatan langka gak boleh disia-siakan. Kalau kerja paling cuma bisa rebahan 15 menit abis sholat, sekarang aku sudah bisa tidur sepuas-puasnya dooong. Hehehe...

Saya terbangun jam setengah 4 sore karena merasa mulas. Tapi gak sampai 5 menit mulasnya hilang. Saya tau itu cuma kontraksi palsu dan karena rasa ngantuk masih melanda, saya langsung ketiduran lagi. Sekitar jam 4 lewat 5 menit rasa mulasnya datang lagi sampai saya terbangun, lalu keingat bahwa belum sempat sholat ashar. Saya pikir nanti kalau mulasnya hilang, saya mau sholat dulu. Tapi begitu hilang, eh, malah ketiduran lagi. Hehe! Jam 4 lewat 35 menit, jam 5 kurang 5 menit, Jam 5 lewat 20 menit, Jam 6 kurang 10 menit, rasa mulas itu melanda lagi. Pikir saya, duh, kok mulas melulu ya, tapi sempat saya cek tidak ada darah atau flek yang keluar. Jadi saya tenang saja.

Saya mandi menjelang magrib lalu setelah sholat saya bilang ke Gema bahwa dari tadi saya merasa mulas, dia cuma bilang gak apa-apa. Menjelang jam 7 rasa mulasnya makin sering datang, kira-kira setiap 10 sampai 7 menit sekali. Tapi yang ini ditambah dengan rasa pegal di pinggang belakang. Kadang mulasnya gak tertahan sampai lemes rasanya dan bikin saya pengen tiduran terus.
Saat jam makan malam saya suruh Gema makan duluan, saya bilang nanti saya nyusul makan kalau mulasnya sudah hilang. Saat rasa mulas mereda saya pergi ke dapur, tapi baru juga ngambil piring eh sudah mulas lagi. Jadi saya tinggalkan itu piring dan pergi tiduran lagi di kamar. Saya niatkan dalam hati saat tiduran itu, nanti kalau mulasnya hilang pokoknya makan dulu terus tiduran lagi deh sambil BBM Adis untuk tanya-tanya. Waktu mulas reda, saya ke dapur untuk ambil nasi, tapi siapa kira baru juga ngambil nasi sesendok, mulas datang lagi begitu kuat. Saya buru-buru balik ke kamar untuk tiduran.

Makan saya malam itu gak nikmat, karena makan sesuap lalu mulas, sesuap lagi, mulas lagi. Rasanya mau rebahan aja. Saya kirim BBM ke Adis sekitar jam 8. Saya bilang bahwa dari tadi sore saya mulas terus, tapi belum ada flek atau darah yang keluar. Adis bilang observasi aja dulu apa mulasnya makin sering atau gak, takutnya hanya kontraksi palsu dan coba sabar dulu sampai kira-kira jam 10. Kalau nanti memang udah gak tahan mulasnya, katanya ke RS aja.

Menjelang jam 9 akhirnya saya akhiri BBM-an dengan Adis. Saya ingat waktu itu saya bilang, "gue bawa tidur dulu aja deh, siapa tau nanti ilang mulasnya." Lalu saya masuk kamar untuk tidur, sementara Gema lagi sholat isya di ruang tamu.

Begitu saya rebahan, mulasnya datang lagi. Duh, udah mau tidur masih mulas juga, pikir saya. Jam 20.55 waktu itu, saya ingat betul. Mulasnya hanya sebentar lalu hilang. Saya sempat terlelap nyenyak sebentar sebelum mulas yang kedua datang. Dan, breeessss....

21.10, ketuban saya pecah! Deg! Saya tahu pasti ketuban saya pecah. Airnya mengalir tanpa henti. Saya sempat panik rasanya, tapi sedetik kemudian ntah karena apa saat itu di otak saya seperti berkata, "Tenang, tenang! Ini saatnya."

Saya memanggil Gema dua kali dari dalam kamar, tapi tidak ada jawaban. Saya tahu dia pasti masih sholat.

Saat ketuban pecah itu rasa mulasnya mendadak hilang dan tak ada rasa sakit. Saya berdiri, dan melihat kasur sudah basah seperti diompoli. Saat itu Gema masuk ke kamar. Wajahnya kelihatan panik tapi kemudian bersikap tenang. Saya cuma bilang, "Ketuban aku pecah, panggil bibi, Yank. Ke rumah sakit aja sekarang."

Saya ganti pakaian dalam dan di saat itulah saya baru lihat ada lendir dan darah. Selesai itu saya masukan handphone dan buku 'Gentle Birth' ke dalam tas, lalu saya bersiap keluar. Resmi, sepupu suami saya, sudah siap di depan dengan taxi. Saya masih sanggup jalan keluar rumah sampai di depan jalan. Begitu masuk di dalam taxi, saya kirim BBM ke Adis, "Ketuban gue pecah. Ini mau ke rumah sakit sekarang."


Salemba,
Mei 2013

Here he is... the one and only... LANGIT

2 comments:

  1. Halo mba Mentari,


    Terima kasih atas sharingnya.

    Saya boleh minta info kelas "gentle Birth" dan "Hynobirthing" yang mba jalani lokasinya dimana mba?

    Saat ini saya sedang hamil anak pertama dan mau mencoba gentle birth.

    Terimkasih
    Siti

    ReplyDelete