The Kite Runner is my first read of the year 2016. I just finished it a
couple hours this afternoon before writing this article. Mulanya saya melihat
di sebuah website yang saya lupa namanya bahwa buku ini ada dalam daftar 25
buku yang harus dibaca sebelum mati. Lalu saya ingat sang suami sepertinya
punya buku ini. Ngubek-ngubek rak buku dan benar saja buku ini nangkring masih
mulus dan sedikit berdebu. Suami saya sendiri bilang belum pernah membacanya,
padahal di dalam buku ada tandatangannya dan tercatat tahun 2005. Saya mulai
membacanya di awal Januari dan ya seperti di awal tadi saya katakan Februari
ini baru saja saya menyelesaikan membacanya. Sebulan lebih, itu waktu yang
sangat lama bagi saya untuk menyelesaikan sebuah buku. Buku yang ceritanya
bagus dan menarik buat saya biasanya paling lama 10 hari sudah kelar saya baca.
The Kite Runner buku
yang bagus. Sangat bagus! Kalau kalian belum pernah membacanya, saya sarankan
beli dan baca segera. Kalau ga punya uang untuk beli, pinjam atau cari PDF
gratisannya lah.
Saya orang yang sangat
sensitif. Melihat atau mendengar hal-hal yang di luar batas nilai kemanusiaan
biasanya mudah sekali membuat saya berlinang airmata dan gak bisa tidur
berhari-hari. Lebay? Iya! Tapi ini serius. Sudah hampir 5 tahun
belakangan ini saya berusaha semaksimal mungkin menghindari menonton ataupun
sekedar mendengar berita tentang kriminalitas, tentang hal-hal yang
menyayat-nyayat perasaan. Menonton hard news saja bisa dapat "drama".
Saya bisa tiba-tiba mematikan televisi jika mendadak ada berita seperti itu.
Karena sungguh, saya betul-betul gak bisa tidur dan terbayang-bayang terus
tentang hal-hal tersebut jika mendengar atau melihatnya.
Hal itu juga berlaku
untuk film dan buku, buat saya. Selain cerita horor, saya akan sangat
menghindari untuk menonton dan membaca buku yang bikin saya ga bisa tidur. Dulu
saya masih nekat menonton film-film yang bikin hati betul-betul terenyuh dan
menangis. Kemudian sekitar dua tahun lalu saat film 12 Years of Slave masuk dalam nominasi
oscar dan saya menonton dvd-nya, film ini bercerita tentang perbudakan di Amerika. Pada sebuah scene dimana seorang ibu (budak) ini memohon kepada calon
tuannya untuk juga membeli anak laki-lakinya supaya ia bisa ikut turut
bersamanya dan berjanji akan menjadi budak paling setia, tapi sang calon tuan
menolaknya, tepat di situ, pada moment itu saya menangis dan sekaligus
mematikan dvd-nya. Sampai sekarang saya tidak pernah lagi memutar untuk
melanjutkan menonton film itu.
Hal serupa juga
terjadi saat saya membaca The Kite Runner. Ada saat dimana saya pertama kali
betul-betul menutup buku ini, berdiam lama, dan mengimajinasikan apa yang
terjadi pada buku itu, lalu menangis dan saya merasa tidak akan sanggup untuk
melanjutkan membaca ceritanya. Saya absen lebih dari dua minggu dan lebih memilih
buku lain untuk dibaca. Namun ingatan saya pada kisah di halaman terakhir
sebelum saya menutup buku tersebut terus memanggil-manggil, membuat saya
terpaksa menantang diri saya sendiri untuk melanjutkan membaca buku ini.
Walaupun resikonya adalah saya berkali-kali menangis, lagi dan lagi menutup
buku itu dan berdiam lama, membayangkan yang terjadi dan berhenti lagi.
Kemudian tidak bisa tidur. Terus saja begitu. Tapi semakin saya berhenti dan
menutup buku itu, keinginan untuk melanjutkannya jauh lebih besar lagi.
The Kite Runner
menceritakan tentang Amir dan Hassan, dua anak Afghanistan; kisah hubungan tuan
dan pelayan, namun juga sahabat dan saudara. Hassan seorang pelayan yang tulus,
sahabat yang baik, seseorang yang rela melakukan apa pun demi tuannya. Amir,
juga menyayangi Hassan sekaligus cemburu terhadap keberanian dan kebaikannya.
Sampai suatu saat, ketika Amir dihadapkan pada suatu keadaan dimana ia bisa
menjadi berani dan menolong Hassan namun ia lebih memilih lari dan berkhianat.
Amir pindah ke Amerika
saat perang dimulai di Afghanistan. Setelah sekian lama memulai hidup yang baru
di Amerika, Amir akhirnya memutuskan untuk kembali ke Afghanistan karena sebuah
surat yang dikirimkan kepadanya. Sebuah rahasia besar akhirnya terungkap. Masih
ada jalan menuju kebaikan. Untuk menebus dosanya, rasa bersalahnya, dan
pengkhinatannya terhadap Hassan. Beranikah Amir?
The Kite Runner ialah
kisah tentang kemanusiaan. Begitu menyentuh hati dan begitu kuat.
Saya pribadi selama
membaca buku ini terus menerus membayangkan bagaimana nasib anak-anak yang
tinggal di daerah perang, yang harus menjalani kehidupan begitu sulit dan
tumbuh tanpa melihat adanya harapan. Dunia pada kenyataannya bisa menjadi
sebuah tempat yang begitu kejam, dimana orang-orang tumbuh tanpa memiliki rasa
kemanusiaan. Hati saya betul-betul terenyuh dan sakit. Mungkin saja kisah Amir
dan Hassan bisa dianggap menjadi sebuah cerita yang happy ending. Namun di luar
itu saya masih saja berpikir, di sisi lain dunia tempat saya berbaring nyaman
menuliskan hal ini, perang masih berkecamuk dan entah berapa ribu anak yang
sedang mengalami kisah serupa seperti di dalam buku ini dan masih belum
menemukan happy ending-nya.
Pic from here |
Salemba,
7 Februari 2016